Komunitas Remaja Siaga Bencana
Oleh Arief Kamil
Awan mendung kembali melanda negeri ini. Rentetan duka demi duka seolah enggan
beranjak dari ranah ibu pertiwi. Derai tangis, raut sedih serta trauma yang
mendalam menjadi akibat yang tak bisa terelakkan dari sebuah tragedi yang
disebut bencana alam.
Tahun 2004 silam dunia dikejutkan oleh gempa bumi dan tsunami yang melanda
Nanggroe Aceh Darussalam. Ratusan korban bergelimpangan, kerusakan terjadi di
mana-mana, rumah dan gedung porak-poranda. Negeri serambi mekah nyaris hancur di
sapu air laut yang terlanjur marah.
Masih di Sumatra, tiga tahun setelah tsunami terjadi, giliran Sumatra Barat yang
menangis. Gempa bumi berkekuatan 7,6 SR meluluhlantkanranahbundo, meski tidak
separah seperti yang terjadi di Aceh, namun kerusakan yang di timbulkan begitu
besar, seribu lebih nyawa melayang, rumah dan gedung-gedung perkantoran luluh
lantak tak berbentuk, perekonomian lumpuh dan membutuhkan waktu lama untuk kembali bangkit.
Awan hitam ternyata masih betah bermain di langit Indonesia, buktinya dua
Minggu yang lalu alam kembali melihat kan amarahnya. Banjir banding mirip
tsunami menyapu kota Wasior, Papua Barat. Banyak mayat bergelimpangan, kota yangdahulunya indah mendadak tak berbentuk dihantam material berupa batu, tanah dan kayu gelonggongan.
Secara nalar sebenarnya bencana bisa di cegah, paling tidak dapat di minimalisir
sebab dan akibat yang bakal ditimbulkan. Kesalahan manusia adalah kurangnya
bersahabat dengan alam, hutan dibabat, ekosistem laut di kebiri hingga berujung
fatal, menghadirkan bencana yang berdampak pada derita manusia itu sendiri.
“Masihkah kita tetap menempatkan diri sebagai objek bencana tanpa pernah mencoba
berdamai dengan alam?”
Peran serta remaja dalam menyikapi ancaman bencana alam sangatlah dibutuhkan.
Salah satunya dengan membentuk kelompok atau komunitas siaga bencana di setiap
daerah. Program kerjanya tidak begitu rumit. Untuk tahap awal cukup melakukan
sosialisasi kepada warga tentang bagaimana cara bersahabat dengan alam serta
memaparkan dampak yang nantinya di timbulkan dari kerusakan alam tersebut.
Segala sesuatu yang terjadi pastilah di mulai dari sebuah sebab, hadirnya reaksi
karena di mulai oleh aksi. Begitu juga bencana alam. Bencana tanah longsor dan
banjir seperti yang terjadi di Waisor sebenarnya dapat di cegah kalau masyarakat
bijak membaca situasi dan kondisi. Komunitas Remaja Siaga Bencana di bentuk
bertujuan untuk mencegah akibat buruk yang sudah mendarah daging dilakukan
masyarakat seperti pembabatan hutan atau illegallogging.
Dukungan Pemerintah pusat dan daerah sangat membantu atas terselenggaranya
program “Remaja Siaga Bencana “ ini . Seperti memfasilitasi remaja di sekolah-sekolah dengan menurunkan orang-orang yang berkopeten yang ditunjuk sebagai pemateri. Setelah Remaja memiliki bekal barulah mereka di turunkan ke
tengah-tengah warga sebagai fasilitator siaga bencana.
So, tidak saatnya lagi kita terlena dan buta akan gejala dari datangnya sebuah
bencana, pelajari sebab dari akibat yang akan ditimbulkan, sikapi reaksi dengan
berkaca terhadap aksi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar