Serba Sebelas
Oleh Arief kamil
Aku dan Nia baru saja jadian dua minggu yang lalu. Perkenalan kami sedikit unik, kisah itu bermula ketika motorku diserempet motor matik yang dikendarai Mia diperempatan lampu merah. Sebenarnya tidak ada yang serius dari insiden kecil itu, motorkupun tidak terlihat lecet sedikitpun.
Mamun anehnya cewek berkaca mata itu bersikukuh mempertanggung jawabkan kelalaiannya meski aku sendiri menolak untuk itu. Malah sebagai bukti keseriusan, Mia tidak sungkan memberi kartu nama dan alamat bengkel langganannya. Aku benar-benar salut dengan niat baik gadis itu, jarang sekali ada cewek yang mau bertanggung jawab meskipun dampak kelalaianya tidak seberapa.
Lucunya setelah kejadian itu wajah cantik Mia kerap bermain dingatanku. Sempat timbul penyesalan mengapa tidak berkenalan langsung saja dengannya. Belum pernah terjadi situasi yang serumit ini sebelumnya, aku yang biasanya cuek terhadap cewek mendadak berubah ketika bertemu dengan wanita berlesung pipit itu. Aku tiba-tiba saja berubah menjadi cowok yang sentimentil dan larut dalam gelombang asing yang sulit kuartikan.
“Saran gue mending lo telepon saja tu cewek, ya sekedar berkenalan dan syukur-syukur kalau memang ada lampu hijau bisa diajak ketemuan,“ begitu komentar Wili saat memberikan masukan, dua bulan yang lalu.
“Mana gue berani, secara gue kan paling alergi dekat sama cewek, apalagi nggak gue kenal.“
“Lo memang aneh Dod, terus jalan keluarnya bagaimana? apa dengan memendam perasaan seperti ini semua bakalan beres?“
“Ya nggak begitu juga sih, tapi paling tidak lo kan bisa kasih solusi bagaimana jurus ampuh yang bisa melumpuhkan Mia.“
“Ye lo kira gue sinto gendeng, Lagian barusan kan sudah gue kasih jalan. Lo-nya aja yang nggak nyambung. Sekarang mending lo telepon saja, ajak ketemuan dan bilang kalo motor lo nggak mau hidup gara-gara keserempet motornya Mia kemarin. Bereskan? “
Meski tidak begitu yakin dengan solusi yang dikemukakan Wili, namun menururku tidak ada salahnya juga untuk dicoba. Siapa tahu masukan itu bisa menjadi jalan keluar dari perasaanku yang tidak menentu.
“Tapi ngomong-ngomong apa hubungannya motor nggak mau hidup dengan insiden kemarin. Lo kira tu cewek bego kaya lo?“ protesku menyadari adanya keanehan dari saran yang diberikan Wili.
Mimik wajah gadis itu terlihat seperti orang yang sedang berfikir. Terlihat jelas kerutan tipis didahinya yang menandakan kalau Wili sedang berusaha memberikan jawaban.
“Bilang saja kalau kemarin nggak sempat melihat kerusakan motor lo, gampangkan?“
“Tapi yakin dia bakalan percaya?”
“Itu sih urusan belakangan, yang penting bisa ketemuan dulu dengan Mia. Masalah percaya atau nggaknya jangan dipikirin dulu, nanti pasti ada jalan keluarnya kok.“
Begitulah Wili, cewek hitam manis itu kadang terlalu kreatif memberikan masukan tanpa pernah berfikir akan omongannya yang bisa diterima akal sehat atau tidak. Pola pikirnya yang sederhana sama persis dengan penampilannya yang tomboy, tidak neko-neko dan konsisten dengan ucapan.
Tapi walaupun begitu ternyata masukan yang bisa dibilang kurang masuk akal ternyata banyak menmbantuku disaat dilanda masalah. Makanaya walaupun terselip keraguan, ku jalankan juga saran darinya.
Berbekal dari ide gila itu kuberanikan diri menghubungi Mia, setelah sedikit berbasa-basi dan menjelaskan duduk persoalan, akhirnya kami memutuskan untuk bertemu disebuah kafe.
Ternyata memang benar, sekali saja melakukan kebohongan pasti selanjutnya bersikap sama, tetap berbohong guna menutupi kebohongan yang pernah terucap. Hal itu juga berlaku padaku, keanehan yang dikemukakan Mia tentang kondisi motorku selalu saja ku jawab dengan rangkaian kalimat bohong. Namun untunglah gadis itu percaya dan malah menyarankan agar motorku diservis saja dibengkel langganannya.
Ada segumpal penyesalan ketika kuputuskan berbohong padanya. Tapi mau apalagi, mungkin dengan jalan itulah aku bisa bertemu dengannya. Mia terlanjur menyita pikiranku, wajahnya kerap bermain disaat kesendirian memasung hati.
Aku benar-benar telah jatuh cinta, perasaan itu kurasakan saat pertama kali bertemu. Cinta pada pandangan prtama, kedengarannya memang sedikit mengada-ngada tapi itulah kenyataannya.
Mungkin sudah suratan, setelah pertemuan itu hubungan kami semakin dekat saja, aku dan Mia sering jalan bareng, nonton hingga saling curhat mengenai masa lalu kami. Setelah merasa yakin kalau Mia sedang jomblo, tanpa ragu lagi ku utarakan perasaanku padanya. Diluar dugaan ternyata Mia menyambut tawaran cintaku, dan tepat pada tanggal 10 bulan 10 tahun 2010 hubungan kamipun diresmikan. Ternyata diam-diam Mia juga mengagumiku, persis seperti apa yang juga kurasakan padanya.
***
Tanpa terasa sudah dua Minggu saja hubungan kami, meski terlalu dini untuk bermimpi namun aku berjanji akan selalu setia menjaga cinta pertamaku, berharap hubungan indah yang terbina terus bertahan hingga berakhir dipelaminan, dan kalau Tuhan mengijinkan tepat pada tanggal 11 bulan 11 tahun 2011 hubungan kami tidak lagi sebatas pacaran namun sudah dijalin kedalam ikatan pernikahan. Kurasa tidak ada salahnya bermimpi, karena menurutku mimpi merupakan motifator handal dalam menata masa depan. Semoga.
Padang, 23 Agustus 2010. Spesial Untuk Nessa Fauziah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar