TERIMA KASIH KARENA ANDA TELAH MEMBUKA BLOG INI

Tulisan di BLOG ini pernah terbit di : Harian Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, Harian Kabar Indonesia Online,www.sumbarONLINE.com, Inioke.com, Majalah Gema Lentera dan Korandigital.com. Thank's To All......( I'm just a beginner writer who still continue to learn and keep learning )

Kamis, 02 September 2010

NEW.....( Diterbitkan Harian Haluan Minggu 05 Sep 10')

Taubat di Hari Fitri

Oleh Arief Kamil



“Sahur Berdarah,“ begitu judul berita yang tertera disalah satu harian lokal terbitan kota Padang. Sadis dan biadab, demi harta dan uang, segerombolan perampok tidak segan-segan membantai satu kelaurga sekaligus. Bukan itu saja, dua orang gadis remaja yang juga menjadi korban pembunuhan sempat diperkosa terlebih dahulu sebelum mereka menemui ajal. Padang benar-benar buncah. Bagaimana tidak, pembantaian keji itu terjadi disaat umat Islam sedang melakukan ibadah puasa.



… Menurut keterangan AKP Hendri, ciri-ciri pelaku sudah diketahui dan sekarang sedang dilakukan pengejaran terhadap tersangka.“ Alhamdullilah ciri-ciri pelaku sudah kita ketahui dan sekarang anggota kami sedang melakukan pengejaran. Diperkirakan jumlah pelaku lebih dari dua orang,“ begitu tulis berita disebuah harian kriminal yang menggali informasi mengenai peristiwa berdarah yang terjadi menjelang subuh itu.



Rian tiba-tiba tertegun setelah membaca tuntas koran yang ada ditangannya. Memori kebiadaban yang telah ia lakukan seketika menyelinap masuk kepori-pori otaknya. Laki-laki kurus itu tidak pernah membayangkan akhir memilukan dari aksi perampokan yang ia lakukan dengan dua orang sahabatnya.



Semula tidak ada rencana untuk menghabisi apalagi memperkosa si korban, ia hanya ingin merampok sebagian harta, tidak ada maksud lain apalagi sampai membunuh. Namun naas aksi itu diketahui si pemilik rumah, mereka berteriak dan berusaha melawan. Tidak ada jalan lain, Rian yang menjadi pimpinan perampokan memutuskan menghabisi seluruh penghuni rumah, tanpa terkecuali. Bisikan syetan membuatnya kehilangan arah dan lantas melakukan perbuatan keji terhadap dua perempaun cantik dan lantas menghabisinya. Sadis, benar-benar biadab.



Prediksi AKP. Hendri tidak meleset. Rian. Tomi dan Bima memang masih berada di Padang. Mereka bersembunyi disebuah pondok yang berada di pelosok desa yang jauh dari hangar-bingar warga kota.



“Sial, ciri-ciri kita sudah dikantongi polisi, keberadaan kita pun sudah tercium. Kita harus hati-hati untuk keluar dari kampung ini kalau tidak ingin mati konyol,“ keluh Tomi meminta persetujuan dari sahabatnya.



“Kita harus meninggalkan Padang sob,“ giliran Bima yang bersuara



Rian hanya tertunduk, ia benar-benar menyesal telah melakukan perbuatan kejam yang dikutuk oleh siapa saja yang mengetahui kejadian itu.



“Menurut lo, kita harus malakukan apa? “ Tanya Tomi yang menyadari ada mimik asing diwajah Rian.



“Gue nggak tahu, tapi lebih baik kalian berdua segera angkat kaki dari sini. Polisi pasti bisa mencium keberadaan kita,“ jawab Rian sambil memandangi wajah Tomi dan Bima secara bergantian.



“Memangnya lo mau kemana?”



“Gue disini saja, melihat perkembangan yang diperoleh Polisi.“



“Lo gila, itu sama saja bunuh diri,“ sanggah Bima dengan tempo suara yang terdengar tinggi.



“Sudahlah, lo kabur saja. Gue akan berikan informasi perkembangannya dari sini.”



“Lo serius nggak mau ikut dengan kami?“ Tomi berusaha meyakinkan lawan bicaranya.



“Gue serius, dalam kondisi seperti ini kita harus berani mengambil keputusan, salah seorang diantara kita harus mau dikorbankan. Semoga suatu saat nanti kita bisa berkumpul lagi.“



“Baiklah, kalau itu keputusan yang lo anggap baik, kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi, tapi yang jelas kalau situasinya sudah membaik lo hubungi gue.“ pinta Bima sambil bersiap-siap meninggalkan pondok persembunyian.



“hati-hati,“ Rian memeluk kedua sahabatnya sebagai isyarat perpisahan.



***



Tiga hari berlalu, belum ada tanda-tanda kalau Polisi mampu membongkar kasus pembunhan itu. Rian selalu mengikuti perkembangannya melalui berita dikoran dan radio.



" ….. Kita masuk keberita selanjutnya. Tiga hari paska pembunuhan berdarah yang terjadi di kediaman Irwansyah, ternyata pihak kepolisian belum juga mampu membongkar misteri pembantaian yang mengakibatkan lima nyawa melayang yang terjadi disaat umat muslim melaksanakan santap sahur, tiga hari yang lalu……, Kita tunggu saja perkembangannya, semoga kasus ini dapat segera terungkap dan si pelaku bisa ditangkap,“ ujar penyiar radio yang terdengar dari speaker ponsel milik Rian.



Rian memutuskan berbaring dibalai-balai bambu, matanya menerawang jauh memandang langit lepas yang terlihat kelam. Kegalauan hati kian membuatnya tersudut dengan gumpalan penyesalan. Tragedi berdarah itu selalu saja bermain diingatan. Rasa takut serta merta merasuk, bayangan lima orang korban yang ia habisi sering datang didalam tidurnya.



Rian memutuskan mengambil wudhuk dan melakukan halat sunat. Ia ingin mengungkapkan rasa penyesalan atas perbuatan terkutuk yang sudah ia lakukan. Rasa penyesalan mendorong hati dan perasaannya untuk bersujud mengemis pengampunan pada sang khalik



Kegalauan yang membuncah akhirnya membawa gerak langkah kakianya untuk mengunjungi sebuah Mushala kecil yang berada di sedut desa. Adzan isya menyertai niat tulus itu untuk menuntaskan segala kegundahan hati yang sekian lama terasing dari agama.



Takbir terdengar mendayu-dayu yang menadakan jika hari kemenangan itu akan segera datang, menyapa seluruh umat Islam setelah sebulan penuh melaksakan ibadah puasa. Air mata taubat begitu saja mengalir dipipi laki-laki itu. Bongkahan penyesalan ia tumpahkan disajadah tua yang terlihat lusuh di dalam Mushala. Ia tidak meperdulikan tatapan aneh yang tertuju padanya, Rian lebih memilih memasrahkan diri, bersujud memohon ampunan dari sang pemilik hidup.



“Ya Allah, jiwa ini begitu kotor dihadapanmu, tidak layak hamba berada disini, bersujud mengharap ampunan darimu. Rab, hanya satu yang ku inginkan, terimalah taubat hambamu ini. Berikanlah kesempatan untuk menyembah dan memperbaiki kesalahan yang telah terjadi.“ Rian tidak mampu menahan butiran panas yang mengalir dipipinya.



Keputusannya benar-benar sudah bulat, besok sesudah shalat Ied ia memilih untuk menyerahkan diri ke Polisi, menebus semua kebiadapan yang sudah ia klakukan. Hukuman mati tidak lagi menjadi sesuatu yang ditakutkan dan itu mungkin belumlah cukup untuk menebus perbuatan keji yang pernah terjadi.



“Rab, aku ikhlas jika harus menghadapmu. Sebelum nafasku ku kau ambil, berikanlah kesempatan taubat itu untukku.“



Sejenak laki-laki itu merasakan kedamaian yang bersemayam dihatinya. Tidak ada lagi kegalauan dan rasa ketakutan seperti hari-hari sebelumnya. Ia benar-benar ikhlas menerima apapun yang terjadi nanti, meski semua harus dibayar dengan nafasnya. Gema takbir benar-benar telah membuka pintu hatinya untuk melakukan taubat nasuha.



Padang, Awal September 2010

Penulis mengucapakan “ Selamat Idul Fitri 1431 Hijriah, mohon maaf lahir dan Bathin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar