TERIMA KASIH KARENA ANDA TELAH MEMBUKA BLOG INI

Tulisan di BLOG ini pernah terbit di : Harian Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, Harian Kabar Indonesia Online,www.sumbarONLINE.com, Inioke.com, Majalah Gema Lentera dan Korandigital.com. Thank's To All......( I'm just a beginner writer who still continue to learn and keep learning )

Rabu, 15 September 2010

Pengalaman Terindah( Harian Singgalang)

Gara-gara Sepuluh Ribu

Ide itu bermula dari mulut Nia. Sebenarnya aku dan Afi kurang sependapat dengan rencana itu, kalau bukan saja Nia yang menanggung seluruh dana dan membebaskan kami dari segala pungutan, mungkin liburan semester ini aku lebih memilih pulang ke Padang, menghabiskan masa liburan, berkumpul dengan sanak saudara yang hampir dua tahun ini aku tinggalkan. Tapi kalau dipikir-pikir lagi sepertinya tidak ada salahnya juga melancong ke Bali, seumur-umur baru sekaranglah kesempatan itu datang dan sayang sekali kalau sampai dilewatkan.

“Pokoknya akomodasi, konsumsi dan penginapan aku yang tanggung,“ tawar Nia yang tidak kuasa kami tolak.

Ternyata ada enaknya juga punya teman yang datang dari kalangan berada, baik dan tidak pelit seperti Nia. Saking baiknya, kalau sampai uang kirimanku telat datangnya, Nia tidak segan-segan memberikan santunan berupa subsidi biaya makan sampai ongkos pulang pergi kuliah.

Aku, Ifa dan Nia adalah tiga sahabat yang sama-sama di terima di UI lewat jalur khusus. Afi asli Makasar sedangkan Nia orang Jakarta tulen. Meski kami datang dari belahan bumi yang berbeda namun mampu disatukan dalam hubungan manis persahabatan.

"Sudah, kalian berdua jangan kebanyakan mikir, jarang-jarang ada tawaran bagus begini?“
“Iya, Kami ikut,“ Ifa yang sebenarnya ingin sekali berjemur dengan para bule di pantai Jimbaran menyambut tawaran itu dengan hati riang. Berbeda dengan aku, meski akhirnya menyatakan ikut tapi tetap saja didorong oleh rasa terpaksa. ya, karena tidak ingin saja membuat yang punya hajat kecewa.

***

“Luar... biasa!“ ucapku ketika pertama kali menginjakan kaki di tanah Bali . Sungguh sebuah pengalaman indah, ternyata suasana Bali lebih bagus dari pada yang ku lihat di layar televisi. Pantas saja Wisatawan asing betah ke Indonesia. Pantainya benar-benar bersih, tidak seperti pantai Padang yang kondisinya tak terawat, penuh sampah dan kian memprihatinkan. Tidak salah Bali menjadi maskotnya Indonesia dimata dunia. Meski kadang para bule sering bingung menjawab bila ditanya tentang Indonesia, mereka lebih mengenal pulau Bali dari pada letak geogarfisnya.
Ini adalah pengalaman pertama ku dan Ifa melakukan perjalanan selama empat hari penuh dan benar-benar menempatkan posisi sebagai seorang wisatawan . Bali memang banyak menyimpan pesona alam yang eksotis. Untung saja tawaran Nia tidak ku tolak yang mungkin suatu saat nanti akan menimbulkan sebuah penyesalan.
Ternyata, menjelajahi pulau Bali memang tidak ada habisnya. Waktu empat hari memang terlalu pendek untuk bisa menjamah tempat-tempat terbaik dan atraksi-atraksi wisata terhebat di Pulau Dewata.

Lagi-lagi untung sekali punya teman seperti Nia, buktinya kami tidak perlu lagi repot-repot memboking hotel untuk penginapan. Jauh hari sebelum berangkat rupanya Nia sudah memesan kamar. Jadinya kami tidak perlu antri dan berdesak-desakan dengan para Bule dalam merebut tempat istirahat yang nyaman.

“Kalian tau tidak, kurang afdol rasanya bila kita ke Bali tanpa menyambangi pantai Jimbaran, makanan di sana paling mantap. Suasana dan keindahan matahari menjalang terbenam makin menambah indahnya suasana dalam menikmati makan malam di cafe kafe yang berjajar di sepanjang pantai. Disana tersaji kuliner laut khususnya ikan bakar dengan aroma dan rasa khasnya yang mengundang selera. Apa lagi di sekitar pantai Jimbaran terdapat beberapa hotel bintang dengan fasilitas lengkap berstandar internasional serta terdapat pula tempat pelelangan ikan,“ ujar Nia berpromosi membuat Aku dan Ifa jadi penasaran.

“Disana ada nasi Padang kan?“ Aku yang memang ingin sekali mencicipi makannan khas tanah leluhurku berusaha mencari jawaban.
“Dasar selera kampung , kalau cuma makan nasi Padang untuk apa jauh – jauh datang kesini. Kamu bisa coba Sea Food, seperti ikan bakar Jimbaran, cumi-cumi atau lobster,“balas Nia yang sepertinya menyayangkan keinginanku.
“Kamu kan tahu dari dulu aku paling alergi dengan makanan laut,“ protes Ifa yang yakin perutnya akan melilit kalau mencoba makanana seperti itu.
“Jangan kampungan deh, nanti di coba saja, aku jamin kalian berdua bakal suka, o, iya disana juga tempat makan favorit keluarga aku loh. Namanya Muara kafe, setiap kami ke Bali pasti kesana,“ terang Nia yang disambut reaksi dingin sahabatnya.

Tidak menunggu waktu lama akhirnya kami sampai juga di kafe yang di promosikan Nia. Namun entah alasan apa mataku tiba-tiba menangkap tubuh seorang bocah yang terlihat kuyu di seberang jalan, jaraknya sekitar sepuluh meter dari tempat kami berada. Rasa kasihan seketika menyelinanp masuk yang tak mampu kutepikan begitu saja. Aku tidak tahu dari mana bisikan itu datang hingga merayu niatku untuk mendekati bocah itu. Ia sama sekali tidak menghiraukan asap yang keluar dari knalpot mobil dan motor yang berlalu lalang. Demi sedikit pemberian yang tak seberapa Ia rela duduk berjam-jam di sana. Sesekali bocah itu menengadahkan tangannya, mengiba kepada para pengendara mobil dan motor untuk memberinya sedekah.
Sebenarnya ada dilema yang kurasakan, akhir-akhir ini Pemerintah melarang orang untuk menjadi pengemis dan memberi uang kepada pengemis. Ancaman hukumannya tidak main-main. Pengemis dan warga yang memberi uang ke pengemis terancam denda hingga jutaan rupiah. Menurutku keputusan itu tidak adil, mengapa orang yang berbuat baik untuk membantu sesama malah diancam?, sedangkan pemerintah sendiri terkesan acuh tak acuh terhadap penderitaan mereka.

“Tunggu sebentar ya, ada yang menawarkan pahala tuh," ujarku pada Ifa dan Nia, mereka terlihat bingung dengan reaksiku yang begitu tiba-tiba.

“Kamu mau kemana Nin?“

“Tenang saja aku tidak akan hilang kok,“ jawabku sambil melangkahkan kaki keluar kafe.

Mungkin sudah panggilan jiwa, setiap kali melihat orang yang kesusahan selalu saja timbul niat untuk membantu, kali ini contohnya.

“Hey... lagi ngapain?“ tegurku seolah tidak tahu apa yang dikerjakan anak laki-laki itu. Ironisnya ia menanggapi kalimatku dengan bola mata yang tajam, tertuju padaku. Uang ribuan di tangannya yang mungkin hasil belas kasihan orang–orang telah cukup ku jadikan bukti kalau ia memang mengharapkan bantuan dari siapa saja yang terketuk pintu hatinya.

“Nih kebetulan kakak ada rejeki lebih, di tabung ya.“ Kuulurkan padanya selembar uang sepuluh ribuan. Tanpa ragu ia menerima pemberianku, ada senyum yang terlihat dari raut mukanya.

Setelah itu aku melangkah pergi, ada kedamaian yang terasa bila bisa membantu dan meringankan beban mereka yang kurang beruntung.

Namun baru tiga langkah berjalan tiba-tiba aku dikejutkan oleh sebuah ledakan hebat yang bersumber dari dalam kafe yang ku masuki tadi. Hamparan kaca berserakan di mana-mana, puluhan manusia yang berada di dalam terlihat panik berhamburan keluar, di antara mereka ada yang berdarah. Sayup-sayup kulihat dua orang perempuan berlari dari arah adalam kafe, Alhamdulillah itu Ifa dan Nia, mereka selamat meski dipenuhi luka akibat pecahan kaca.

Sejenak Aku termenung menyaksikan apa yang baru saja terjadi, sebuah bom meledak tepat di depan mataku. Namun ternyata Tuhan masih sayang dan menyelamatkan aku dari ledakan itu. Andai saja masih ada didalam mungkin nasip akan berkata lain, pastinya mengalami luka-luka seperti korban yang lainnya.

Mungkinkah ini pertolongan Tuhan melalui sedekah tadi? Allah memang maha adil, Ia membuktikan kata-katanya. Ternyata sedekah mampu menyelamatkan Aku dari marabahaya yang mengancam. Alhamdulilah hari ini aku telah menunaikan sabda Nabi saw. Yang mengatakan “Wahai anak Adam, seandainya engkau berikan kelebihan dari hartamu, yang demikian itu lebih baik bagimu. Dan seandainya engkau kikir, yang demikian itu buruk bagimu. Menyimpan sekadar untuk keperluan tidaklah dicela, dan dahulukanlah orang yang menjadi tanggung jawabmu.” Subahanallah. (*)

Padang , Awal Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar