TAK MUNGKIN BERUBAH
Bagaimana rasanya memiliki kekasih yang menekuni profesi penyiar radio ? menurutku sama saja, tidak ada bedanya dengan mereka yang bekerja sebagai guru, Bidan, Karyawan Bank, toko atau pengangguran sekalipun. Tapi memacari penyiar radio sepertinya sedikit membutuhkan kesabaran yang ekstra dan harus kebal dengan yang namanya rasa cemburu. Sanggup?
Sebagai Penyiar di salah satu stasiun radio dengan raihan pendengar terbanyak, Sasa memang mendapat tempat dihati pendengarnya. Wajar, selain cantik, punya modal suara yang bagus, Sasa juga dikenal dekat dengan pendengar. Apalagi baru – baru ini gadis manis itu juga melebarkan sayapnya sebagai host disalah satu tv swasta lokal terkemuka. Mungkin atas dasar itu pula banyak fans yang tertarik untuk mendekat. Indikasi itu bukan terjadi pada sesi off air saja , saat line interaktif pun banyak pendengar cowok yang menggoda dan sampai meminta nomor telepon segala. Bukan itu saja, pertanyaan pribadi seperti, “ sudah punya Pacar “ atau terang – terangan mengajak ketemuan juga sering terjadi. Malah ada pengagum rahasia yang setiap saat meneror gadis itu melalui telefon atau SMS. Namun syukurlah kejadian itu tidak berlangsung lama dan diam dengan sendirinya.
Hubunganku dengan Sasa sudah berjalan 3 tahu. Tidak ada masalah yang berarti sebenarnya. Akupun sudah biasa menghadapi fans Sasa yang terkesan nekat dan sedikit gila.
Bagiku hal – hal seperti itu sudah biasa di dunia intertaint yang memang berwajiban menghibur siapapun. Saking fasihnya dengan keadaan ,rasa cemburu pun sudah nyaris hilang dan lenyap begitu saja. Aku percaya Sasa tidak mungkin mengkhianati hubungan yang telah lama terbina.
Kemarin pas pulang Sasa cerita kalau Ia sedang gencar didekati tiga cowok secara bersamaan. Anehnya mereka datang dari anak perusahaan yang sama. Aku hanya tertawa sambil membuang muka karena tidak tega melihat tingkahnya yang konyol.
”Terus bagimana dong ?“ protes Sasa menyadari sikapku yang terlihat dingin.
“Pacari saja, siapa tau ada yang cocok,“ sedikit keki gadis itu mencubit pinggangku.
“Beneran nih.”
“Coba saja kalau berani,“ ujarku dengan tampang jenaka.
“Aneh ya Adit, Tio dan Rian ternyata punya perasaan yang sama, targetnya juga sama”
“Sepertinya tidak ada aneh, berarti mereka tahu siapa cewek yang tepat untuk dijadiin pacar,“ jawabku singkat.
“Terus aku harus ngapain dong ?“ mimik Sasa yang mirip orang ling lung.
“Bilang saja kalau kamu sudah punya cowok, itu saja kok repot?”
“Mereka sepertinya tidak mau tau, buktinya sudah ngomong begitu tetap saja nggak ada pengaruhnya, malahan Adit selalu mengajak pulang bareng. Ditolak terus sepertinya nggak enak juga.“
Tidak bisa ku pungkiri sejak kehadiran Adit, rasa was – was yang tidak pernah ada sebelumnya tiba – tiba hadir tanpa pernah diundang. Usahanya yang gencar dalam mendekati Sasa merupakan ancaman serius yang tak bisa kuiamkan begitu saja. Bermodal tampang yang agak lumayan, kameramen andalan dan juga tercatat sebagai salah seorang karyawan di perusahaan BUMN terkemuka, dijadikan modal bagi nya untuk merampas Sasa dari tanganku. Aku tak rela.
Dibanding Jo dan Tio, Adit sepertinya masih ada peluang untuk mempengaruhi Sasa. Bukannya tidak percaya dengan cintanya sasa tapi, yang namanya cewek bisa saja tergoda dan aku tidak menutup kemungkinan untuk itu.
***
Sepertinya rasa was – was yang selama ini bermain dibenakku sedikit menemukan titik terang. Kian hari usaha Adit mendekati Sasa semakin gencar saja. Seperti sore kemarin misalnya, cowok itu berhasil meluluhkan hati Sasa dan sukses mengantarnya pulang. Salahnya sasa tidak memberiku kabar kalau Ia diantar Adit. Ujung – ujungnya aku yang terlanjur sampai di studio harus berbalik arah dan menyesali usaha yang berbuah sia- sia.
Semenjak kejadian itu sikap Sasa sedikit berubah. Banyak alasan yang kudapati disaat mengajaknya pulang pas siaran sore. Ada saja jawabannya, menyusun list lagu-lah, mengisi suara untuk iklan lah, intinya Sasa berusaha menolak setiap tawaran diriku. Setiap ditelpon jawabnya selalu sumbang, SMS – pun kadang jarang diblas.
“Besok siaran sore kan? pulang bareng yuk,” tawarku saat apel malam Minggu kerumahnya.
“Duh…lagi banyak tugas, bikin list buat seminggu. Palingan pulangnya habis magrib.“
”Ya sudah, habis magrib saja aku jemput.“
“Tidak usah, takut ngerepotin,“ ujar Sasa seperti menghindar.
“Kok gitu ? jam segitukan angkot susah?“
“Iya sih, tapikan masih ada ojek.“
Aku hanya bisa pasrah dengan jawaban yang tidak mengenakan darinya. Entah kenapa perubahan itu begitu cepat terjadi. Sasa yang dulunya perhatian dan hangat tiba – tiba saja berubah seratus delapan puluh derajat. Apa yang salah ?
***
Sore ini tidak sengaja aku lewat di depan studio, tidak ada rencana sama sekali. Sepertinya ada yang menggerakkan hatiku untuk merubah jalur pulang dari jalan biasanya. Maklum kalau tidak menjemput Sasa aku lebih memilih jalan lain yang jauh lebih longgar dari kemacetan.
Tepat didepan radio mataku menangkap sesosok makhluk yang begitu ku kenal. Ia terlibat perbincangan serius dengan seorang laki-laki. Tidak begitu lama merekapun berangkat dengan sebuah sepeda motor. Hatiku berdesir hebat menyadari apa yang baru saja terjadi dihadapanku.
Rasa takut serta merta mendera, irama rasa cemburu terbentang jelas tatkala ku saksikan kemesraan diantara mereka yang merobek hati.
Apa ini balasan dari kesetianku selama ini? inikah akhir dari cerita cinta yang kujaga. Dengan sisa hati yang mulai remuk aku lantas meninggalkan mereka yang larut dalam drama cinta yang membuatku lirih.
Tidak kusangka Sasa begitu mudah menggadai cintanya. Apa mungkin sudah saatnya juga Ia mencari cinta yang lain dan melupakan cintaku yang menurutnya telah usang.Kalau itu memang kenyataannya mau tidak mau aku harus merelakan semuanya berlalu dan belajar ikhlas menghadapi hidup tanpa cintamya lagi.
Tapi bagiku cinta ini tidak pernah berubah, tidak mungkin dan takkan pernah. Untuknya mungkin sebaliknya. Selamat jalan sayang.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar