TERIMA KASIH KARENA ANDA TELAH MEMBUKA BLOG INI

Tulisan di BLOG ini pernah terbit di : Harian Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, Harian Kabar Indonesia Online,www.sumbarONLINE.com, Inioke.com, Majalah Gema Lentera dan Korandigital.com. Thank's To All......( I'm just a beginner writer who still continue to learn and keep learning )

Selasa, 31 Agustus 2010

Tulisan Terbaru

Cerpen Remaja
Oleh : Arief Kamil

Mas Salah


Sudah setengah jam Kasih berdiri dibibir teras. Matanya tak lepas memandang gang kecil yang hanya berada tiga rumah dari tempatnya berada.

“Duh…, kok lama banget sih, nggak biasanya jam segini belum juga nongol," ujarnya sambil berharap sosok yang ia tunggu segera menampakkan batang hitungnya.

Kasih bukan sedang menunggu Fadli, pacar yang sudah tiga tahun menjalin hubungan dengannya, bukan juga menanti kunjungan Afgan, sang penyanyi idola. Perempuan itu hanya berharap gerobak mie ayam yang saban hari lewat didepan rumahnya segera datang.

Kasih adalah pelanggan setia mie ayam mas Salah, begitu nama yang tertera dikaca gerobak bercat biru yang setiap malam mengelilingi komplek perumahan. Hampir setiap hari jajanan kuliner racikan laki-laki asal Jawa itu mampir dilidahnya. Bagi kasih mie ayam mas Salah berbeda dengan maknan sejenis yang dijaja oleh penjual lain. Cita rasa dan porsinya yang pas menjadi alasan utama mengapa gadis pecinta kucing itu begitu getol dengan makanan yang diramu laki-laki berusia tiga puluh tahunan itu.

Merasa yakin dengan sosok yang ia tunggu tidak akan datang, kasih pun memutuskan kembali ke kamar, menyibukkan diri dengan laptopnya sambil online, berselancar di dunia maya. Ada sedikit perasaan kecewa yang ia rasa tatkala gerobak biru mas Salah tak lewat didepan rumahnya lagi. Biasanya bunyi kentongan bambu isyrat memanggil pembeli selalu terdengar, namun entah kenapa, sudah dua hari rutinitas itu tidak ada lagi.

“Mbak Kasih, mau beli mie ayam nggak,“ sayup-sayup telinga Kasih menangkap sebuah suara yang bersumber dari halaman depan. Teriakan itu sudah fasih dikupingnya, dia adalah orang yang dari tadi ia tunggu.

“Maaf mbak agak telat, tadi ada yang beli digerbang depan,“ sambut mas Salah dengan seulas senyuman.

“Nggak apa-apa kok mas, biasa ya. Enggak usah pedas, lagi sariawan nih,“ balas Kasih sambil memberi sebuah mangkok.

“Lagi sariawan kok masih dibela-belain makan mie ayam sih mbak?“

“Cuek saja, siapa tahu bakalan sembuh dengan makan mie ayam, lagian penyakit harus dilawan kan?, kalau nggak, ya kita Cuma bisa mengeluh dan tergantung sama obat.“

Mas Salah manggut-manggut sebagai isyarat jika ia setuju dengan argumen yang dikemukakan lawan bicaranya. Setelah membayar pesanan, kasih menerima mangkok yang berisi makanan yang diminta.

“Besok dagang lagikan?” sela Kasih yang membuat laki-laki didepannya menganggukkan kepala.

“Ya jelas lah mabak, kalau nggak jualan saya makan apa?“

“Bagus deh, soalnya besok teman saya datang kesini.”

***

“Pantesin aja lo doyan, memang enak sih,“ komentar Tata, teman satu kelas Kasih saat mencicipi mie ayam yang menjadi menu makan siang setelah kelar menyelesaikan tugas kelompok.

“Gue bilang apa, meski cuma dijual kelilingan tapi rasanya nggak kalah sama mie ayamnya mas Dadang, langganan lo.“

“Iya sih, tapi! “ Tata mengantung ucapannya

“Tapi apa ?“ respon Kasih melihat ada sesuatu yang tidak beres diwajah lawan bicaranya.

“Gue kok jadi mules begini ya, kepala pusing, badan tiba-tiba lemes.“

“Alah, bilang saja mau nambah, jangan nyari-nyari alasan, lebay banget..tau…!“

“Gue serius Kas.“

“O…, gue tahu sekarang, lo ingin di anterin pulang kan? tapi motor sedang dibengkel, naik angkot saja yah.“

“Kok nggak percaya banget sih, ini beneran, perut gue melilit,“ keluh Tata sambil meringis kesakitan.

“Masa sih, loh kok gue ikut-ikutan mual ya,“ Kasih juga merasakan ada sesuatu yang terasa diperutnya..

“Gue nggak tahan lagi kas.“

“Ya sudah, lo istirahat dikamar gue saja.“

Entah dari mana bermula, tiba-tiba Tata merasakan ada yang lain dilambungnya. Peluh dingin yang mengalir semakin mempertegas kalau Tata benar-benar serius dengan keluhannya. Kasih memutuskan memopong tubuh gadis itu kekamar. Membiarkannya beristirahat sambil berharap kondisinya segera membaik.
***

Kasih tak bisa menyembunyikan keprihatinannya. Rasa iba dan perasaan bersalah menyatu hingga ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Perasannya seperti diaduk-aduk saat menyaksikan seorang laki-laki yang selama ini akrab dengannya begitu gugup menjawab pertanyaan dari seorang petugas.

“Saya benar-benar tidak tahu kalau mie ayam yang saya jual sudah kadaluarsa,“ ujarnya membela diri.

“Itulah kelalaian anda, bagaimanapun masalah ini akan tetap diproses karena sudah jatuh korban.“

Mas Salah terlihat begitu terpukul dengan kejadian yang menimpanya. Ia begitu gugup di interogasi, wajahnya pucat menunggu keputusan yang akan diberkan petugas.

“Begini saja pak, kebetulan yang menjadi korban keracunan itu saudara saya, untuk itu kami berencana menyelesaikan masalah ini dengan jalan kekeluargaan saja. Saya yakin tidak ada faktor kesengajaan dalam masalah ini,“ Kasih berusaha memberikan solusi.

“ Ya sudah, kalu anda memutuskan untuk menyelesaikannya dengan kekeluargaan. Untung saja mie itu belum dikonsumsi orang lain, kalau sudah pasti banyak korban yang berjatuhan “ ujar petugas itu yang membuat wajah mas Salah ceria kembali.

“Terimakasih, ternyata Tuhan memberikan pertolongannya melalui mbak. Saya tidak tahu harus membalas dengan apa kebaikan ini.”

“Enggak usah lah Mas, biasa saja, Cuma untuk besok-besok mas harus lebih teliti lagi, kalau mau beli mie atau bahan masakan lainnya lihat tanggal kadaluarsanya dulu, sedikit saja lalai urusannya bakal panjang dan bahkan bisa mengancam keselamatan Pembeli.“

Laki-laki itu mengganggukan kepala. Tidak ada lagi raut kecemasan yang dari tadi bergelantungan diwajahnya. Kasih bersyukur bisa meyakinkan petugas hingga akhirnya tidak menahan penjual mie ayam itu. “ untung saja mas Salah tidak benar-benar ketiban masalah,“ gumamnya sambil melangkah meninggalkan ruang pemeriksaan.

Padang, Akhir Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar