TERIMA KASIH KARENA ANDA TELAH MEMBUKA BLOG INI

Tulisan di BLOG ini pernah terbit di : Harian Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, Harian Kabar Indonesia Online,www.sumbarONLINE.com, Inioke.com, Majalah Gema Lentera dan Korandigital.com. Thank's To All......( I'm just a beginner writer who still continue to learn and keep learning )

Senin, 06 September 2010

Kado Lebaran tahun Ini............

Romantika Aidil Dan Fitri
Oleh Arief Kamil

Suasana Mushola terlihat sedikit lengang. Sebagian kaum ibu yang bisanya memadati syaf bagian belakang akhir-akhir ini sudah mulai sibuk dengan urusan dapur, membuat kue kering khas lebaran.

Sudah merupakan kebiasaan tahunan, setiap Ramadhan memasuki hari-hari terakhir kalangan ibu-ibu dan remaja putri terlihat enggan melaksanakan shalat tarawih. Apa lagi di dukung dengan hujan yang sedari tadi turun tanpa henti yang membuat jamah kian enggan untuk beribadah.

Fitri membuang pandangannya keluar jendela. Sosok yang dari tadi ia tunggu belum juga melihatkan tanda-tanda kedatangannya. Materi ceramah yang diberikan Ustadz seperti numpang lewat saja dikupingnya, masuk ditelinga kanan lalu pamit ditelinga sebelah kiri, tak sedikitpun singgah dihati.

“Enggak jd k mosalla,“ gadis itu memutuskan mengirim pesan singkat yang ditujukan pada orang yang sedang ia tunggu.

Tidak lama berselang, balasan SMS itu pun datang,“ Hujan, tapi aku sudah siap kok. Tunggu ya”

“Huh, Sebenarnya siapa yang mengumbar janji sih?“ gumamnya yang mulai bosan dengan jeda waktu. Kalau bukan Aidil yang memintanya bertemu di Mosalla, pasti ia lebih memilih absen tarawih dan memilih tiduran dirumah.

“Kalau enggak datang juga, aku pulang nih,” kembali pesan singkat ia kirimkan, berharap si penerima mengalah dan mau membelah hujan untuk menemuinya.

“Ok, aku tunggu di gang depan saja ya..”

Fitri memutuskan meninggalkan Mosolla, rasa penasaran yang membuncah membuatnya tunduk hingga begitu saja meninggalkan tempat duduknya. Hujan seperti enggan berhenti, tumpahan air itu seolah tak rela melepas kepergian bulan Ramadhan yang sarat akan pahala dan kebaikan. Siapa yang menggaransi bakal bertemu lagi bulan puasa tahun depan? mungkin tidak satupun yang berani menjamin.

***

Hanya berjarak tiga buah rumah dari pekarangan Mushola, Aidil menunggu dengan hati yang berdebar. Perasaannya campur aduk, keberanian yang telah ia persiapkan dari awal mulai sirna tatkala detik-detik pertemuan itu semakin dekat. Ada keraguan yang diam-diam bertamu dihati. Meski tak pernah diundang namun kedatangannya tidak bisa ditentang.

Perkenalan mereka terjadi saat awal Ramadhan lalu. Fitri yang pendiam, murah senyum dan sedikit tomboy membuatnya tertarik untuk mengenal gadis itu lebih dekat lagi.

Keinginan itu ternyata disambut hangat hingga kedekatan yang mulanya sebatas teman berlahan beralih menjadi sayang yang diselipi perasaan cinta. Begitulah, Aidil tidak mampu menyembunyikan suara hati, hingga di akhir Ramadhan ia putuskan mengungkapkan perasaan itu.

“Sori ya Fit, kamu sudah bela-belain datang kesini,“ sambut Aidil berusaha mendamaikan detak-detak jantungnya.

“Kebetulan bawa payung, kalau tidak ya belum tentu juga kesini, mana dingin lagi.”

“Nih,” laki-laki dihadapannya memberikan sebuah tysu

“Ada apa sih ? tumben rapi banget,“ balas Fitri

“Kebetulan saja kok. Fit, aku boleh jujur?, “ todong Aidil sambil menatap wajah perempuan itu lekat-lekat.

“Memangnya mau bicara apa? jangan bilang mau pinjam payung ya, ntar aku pulang pakai apa?“

“Aidil tersenyum tapi kamu harus janji tidak akan marah.”

“Ye…, ngomong saja belum, ngapain harus marah,” sanggah Fitri dengan tampang yang jenaka.

Aidil menarik nafasnya dalam-dalam, baru kali ini ia rasakan betapa beratnya menyampaikan kalimat singkat yang hanya terangkai dalam tiga kata. Bebannya melebihi berat sebuah truk gandeng atau container.

“Aku cinta…kamu,“ akhirnya keluar juga kalimat itu dari mulutnya.

“ Kurang dengar, yang keras dong masa kalah sama hujan,“ balas Fitri meminta laki-laki itu mengulang kembali kalimatnya.

“Aku cinta kamu,“ ulang Aidil sambil berharap kejujurannya mendapat dukungan.

“Iya malam yang kelabu, semoga hujan cepat reda.“

Aidil mengerutkan dahinya, jawaban yang keluar dari mulut Fitri membuatnya kecewa, “ Masud kamu apa Fit?“

“Bukannya kamu bilang malam ini malam yang kelabu ?" deru hujan seperti mengalahkan suara yang keluar dari bibir perempuan itu.

“Siapa yang bilang kelabu?“ sedikit melengking Aidil pun meluruskan maksudnya.

“Lantas apa?“

“Aku cinta kamu.“

“Apa?, nggak dengar.”

Sedikit menggeser tempatnya berdiri, Aidil membisikan kalimat itu kembali.

“Kamu bercanda ?" Fitri meyakinkan lawan bicaranya.

“Serius !“

Gadis itu tersenyum, lantas mengambil payungnya kembali. Ia seperti bersiap-siap meningalkan Aidil yang terlihat begitu berharap akan sebuah jawaban.

“Kamu mau kemana?“

“Pulang, nggak enak dilihat orang. Lagian sudah dari tadi kita berduaan disi.“

“Terus, jawaban kamu apa, kamu menolak aku? “ simpul laki-laki itu dengan wajah memelas.

“Kamu benar-benar ingin tahu jawabannya?“

“Iya dong, plis”

“Begini saja, aku janji bakal jawab, tapi tidak sekarang. Kamu mau kan beri aku waktu?“
Aidil menganggukan kepala, meski sedikit kecewa tapi tidak ada pilihan lain, selain menuruti kemauan gadis itu.

“Aku janji pas malam takbiran nanti pertanyaan itu akan ku jawab.“

***

Suara takbir terdengar menggetarkan hati, kalimat indah mengalun disetiap rumah Allah sebagai pertanda hari kemenangan itu sudah tiba. Hari ini adalah hari penentuan untuk Aidil, hari dimana dipertaruhkannya sebuah rasa pada bidadari yang mengusik hatinya sebulan ini. Ada sebuah keyakinann yang bersemayam, ia yakin sekali jika Fitri akan membalas perasaannya.

“Dari tadi ya.. kak?“ tegur sebuah suara yang membuat Aidil tersentak.

“Iya.., loh Mia. Tumben, Fitri nya mana?“

“Kak fitri pulang ke Bandung, sore tadi berangkat,“ jawab perempuan itu yang membuat semangatnya mendadak luntur.

“Kok nggak bilang ya ?”

“Perginya buru-buru kak, tapi kak Fitri nitip ini”

Aidil menyambut pemberian dari Mia. Ada dua buah permen yang dibungkus rapi disebuah kotak kecil berwarna putih. Otaknya tak henti berfikir apa maksud Fitri memberikan itu.

“Lihat kalimat yang ada dibungkusnya kak,” saran Mia memberikan solusi.

I love you to,, tunggu aku ya, begitu kalimat yang teretera di bungkusan permen itu. Seketika wajah Aidil terlihat merona, sebuah senyum berlahan hadir hingga membuat perempaun cantik dihadapannya terlihat heran dengan reaksi Aidil yang begitu tiba-tiba.

“Kak Aidil nggak kesambet kan?“

“Alhamdulillah iya…, kesambet bidadari cantik,“ ujarnya sambil menatap kembali dua buah permen pemberian Fitri.

Tanpa memperdulikan pandangan orang-orang yang berlalu lalang disekitar Mushola, laki-laki itu tanpa sungkan meneriakkan sesuatu yang menarik perhatian jamaah. Beragam tanggapan lahir dari mulut mereka yang melihat, namun itu tidak sedikitpun menyurutkan niat Aidil dalam mengekspresikan perasaannya.

“Terima kasih Tuhan, kau telah membuka kan pintu hati bidadariku, makhluk terindah yang hanya satu-satunya dimuka bumi.”

“Tuh kan…. Saya bilang apa menjelang lebaran orang memang banyak yang stress, depresi dan akhirnya berlaku seperti ini,“ komentar seorang ibu yang diiringi anggukan kepala oleh ibu-ibu yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar