TERIMA KASIH KARENA ANDA TELAH MEMBUKA BLOG INI

Tulisan di BLOG ini pernah terbit di : Harian Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, Harian Kabar Indonesia Online,www.sumbarONLINE.com, Inioke.com, Majalah Gema Lentera dan Korandigital.com. Thank's To All......( I'm just a beginner writer who still continue to learn and keep learning )

Rabu, 18 Agustus 2010

Terima Kasih Ibu ( Di muat Di Haluan Minggu )

Mukena untuk Ibu
Oleh Arief Kamil


Bulan puasa tahun ini bisa dibilang Ramadhan penuh berkah untukku. Begitu banyak
nikmat yang kuterima, beragam kemudahan yang dititipkan Tuhan yang mustahil bisa
terhitung. Tidak ada satu nikmatpun yang bisa terbantahkan, mulai dari rejeki
berupa materi yang selalu mengalir, jodoh hingga pekeerjaan yang lumayan bagus.

Meski begitu, entah kenapa ada sesuatu yang terasa menganjal hingga membuatku
merasa kurang bersyukur atas segala nikmat dan karunia Tuhan. Sebelum masuknya
Ramadhan keangkuhan terasa mengekang jiwa, keegoisan selalu saja merasuk hingga
berujung kepada kesombongan. Lambat laun nikmat Tuhanpun mulai teringkari,
kutepikan begitu saja. Semua terabai tanpa pernah sedikitpun berbagi, walau
hanya sekedar memberikan sedikit rezeki pada orang yang selayaknya meneriama.
Padahal disetiap materi yang diterima didalamnya ada hak orang lain, jatahnya
fakir miskin dan anak terlantar.

Dulu aku lebih cenderung menumpuk-numpuk harta, enggan mengeluarkan hak orang
lain dan masa bodoh dengan keadaan sekitar. Jangankan mengeluarkan sebagian
pendapatan pada anak yatim, memberikan sesuatu untuk wanita yang melahirkanku
saja bisa dikatakan tidak pernah. Mukena dan pakaian ibu yang sudah usang tidak
pernah terniat sedikitpun untukku ganti. Seumur hidupnya belum sekalipun
kuberikan sesuatu yang tetunya sudah menjadi kewajibanku sebagai anak, berbakti
dan membahagiakannyaa. Namun begitulah ibu, walau sudah selayaknya meminta
padaku yang notabene anaknya, namun itu tidak pernah sekalipun ia lakukan.
Jangankan menadahkan telapak tangan, mengeluarkan ucapan permintaan saja tidak
pernah terucap dibibirnya. Ibu lebih memilih diam dengan segala
keterbatasannya, tidak pernah mengeluh apalagi mengemis pada anaknya.

Diawal Ramadhan ini puji syukur pantas ku ucapkan padaNYA. Pintu hatiku
benar-benar sudah terbuka. Kesombongan dan keangkuhan berlahan terkikis berganti
keiklasan yang memang sudah seharusnya ada. Diam-diam aku mulai memikirkan
sesuatu yang nantinya akan kuberikan pada ibu. Aku ingin lebaran nanti wanita
itu memakai mukena dan sajadah baru pemberianku.
***
Walau lebaran masih dua minggu lagi namun tidak menyurutkan niatku untuk
berpanas-panas ria di pusat grosir pakaian. Aku mulai sibuk keluar masuk
pertokoan mencari kado terindah untuk ibunda. Ku ingin memberikan kejutan
untuknya sekedar wujud rasa terimakasih anak kepada orang tuanya.

Siang ini disebuah mall mataku melihat mukena cantik berwarna putih, setelah
kutanya harganya ternyata lumayan mahal juga, sekitar lima ratus ribu. Bagiku
harga yang ditawarkan tidak terlalu masalah, dibanding kasih sayang dan
ketulusan yang kuterima sejak kecil mungkin harga itu tidak ada artinya. Apalah
arti sebuah harga yang dibandrol dengan nilai-nilai uang, tidak akan sebanding
dengan perjuangan seorang ibu yang rela mempertaruhkan nyawanya saat melahirkan
sang anak kedunia.

Tanpa perlu menawar lagi, kuberikan jumlah uang yang tertera di mukena itu.
Bayang wajah ibu seketika bermain dibenakku. Keinginan melihat wanita itu
memakai pemberianku terasa semakijn besar. Miris rasanya melihat mukena lusuh
yang tidak lagi bewarna putih yang sering dipakai ibu saat shalat berjamaah di
Mushalla.
***

Pukul satu dini hari, saat keheningan menguasai pekat malam kulangkahkan kaki ke
kamar ibu. Kuperhatikan raut wajahnya yang sudah terlihat tua. Tidurnya begitu
pulas, sesekali terdengar sengalan nafas yang begitu berat. Air mataku seketika
jatuh, kepiluan bersarang tepat disudut hati. Raut wajah cantiknya yang semakin
keriput dimakan usia semakin mempertegas jika ibu memang tidak muda lagi.


Dosa-dosa masa lalu begitu saja menyelinap masuk kedalam pori-pori otakku.
Ketegaran dan kasih sayangnya begitu nyata, ketulusan itu tercurah tanpa
disertai pamrih terhadap aku, buah hatinya. Penyesalan itu tiba-tiba datang,
rasa berdosa karena telajh menyia-nyiakannya menuntunku untuk terus mengalirkan
derail air mata.

Rasa takut tiba-tiba datang mengiringku membayangkan saat-saat terburuk yang
nanti pasti kujalani. Takut bila sosok orang terkasih itu pergi dan
meninggalkanku seorang diri. Aku masih butuh sekali bimbingan, kasih sayang
serta gumpalan semangat darinya. Aku benar-benar belum siap ditinggal sosok
terkasih yang begitu tulus mengayomi hidupku.

Dengan sisa-sisa kepiluan yang begitu haru, kuletakkan mukena baru itu
disebelahnya berbaring. Ku ingin diwaktu subuh menjelang, ia memakaianya saat
menghadap sang khalik. Tulus dari lubuk hatiku yang terdalam ku berjajnji akan
terus membahagiakannya sampai akhir zaman, ingin selalu membuatnya tersenyum dan
membalas pengorbanannya meski semua mustahil akan terbalas. Sudah saatnya
menghapus kesedihan dan air mata ibu, semoga saja niatku untuk menunaikan ibadah
haji untuknya dikabulkan Tuhan. Amin…

NB: Tataplah wajah ibumu disaat keheningan malam, perhatikan raut wajahnya,
tanyakan pada hatimu sudah sejauh mana kamu berbakti padanya. Di momen Ramadhan
ini curahkanlah kasih sayang dan pengorbanan tulus untuknya, sebelum kesempatan
itu benar-benar sudah terlambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar