TERIMA KASIH KARENA ANDA TELAH MEMBUKA BLOG INI

Tulisan di BLOG ini pernah terbit di : Harian Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, Harian Kabar Indonesia Online,www.sumbarONLINE.com, Inioke.com, Majalah Gema Lentera dan Korandigital.com. Thank's To All......( I'm just a beginner writer who still continue to learn and keep learning )

Minggu, 22 Agustus 2010

New Realise

Santuang Palalai
Oleh Arief Kamil

“ Nanti Ridho, anaknya Sutan Bagindo akan bertemu kemari, kamu jangan kemana-mana dulu ya.. “

“ Dalam rangka apa bun “, ujar Sila berusaha menunggu keterangan dari wanita enampuluh tahun dihadapannya.

“ Tidak ada maksud apa-apa, mereka hanya ingin bersilaturahmi “

“ Bunda mau menjodohkan Sila lagi?”

“ Kita hanya bisa berusaha, keputusan bukan haknya kita yang menentukan. Kalau nanti Tuhan memberikan jalan dan mempertemukan kamu dengan anaknya Sutan Bagindo, itu jodoh namanya “

“ Sila tahu bun, tapi jodoh tidak bisa dipaksa jugakan? “

“ Lantas apa dengan berdiam diri, takut bangkit dan enggan kembali mencoba kamu bisa menemukan seseorang? “

Sila menarik nafasnya dalam-dalam, sudah sekian kali bunda memncoba mencarikan jodoh untuknya namun selalu berakhir sia-sia. Sudah lebih dari sepuluh laki-laki yang ditatangkan bunda untuknya. Tidak tanggung-tanggung ada yang berprofesi sebagai Dokter, pegawai bank, Guru, Dosen hingga Pengusaha. Namun anehnya kalau tidak ditolak, Sila sendiri yang menolak. Begitulah yang terus terjadi hingga usianya sudah melewati kepala tiga.

Tak ada yang kurang dari gadis itu. Dari bentuk fisik tidak perlu diragukan lagi, cantik, berkulit putih posturnyapun lumayan tinggi. Setiap mata laki-laki yang melihat pasti tertarik dan mati-matian mendapatkan cinta sang gadis. Namun yang menjadi masalah, setiap yang mendekat akan berakhir sia-sia, patah ditengah jalan saja. Satu persatu laki-laki yang datang pasti berbalik arah atau sebaliknya Sila sendiri yang menjauh.

“ Anak Sutan Bagindo itu lulusan Al-Azhar dan sekarang mengelola sebuah pesantren di Jakarta. Kedatangannya ke Padang hanya untuk bertemu kamu. Bunda berharap kali ini Tuhan mengabulkan do’a bunda dan keinginan melihat kamu segera naik kepelaminan tidak lagi sebatas angan. Siapa tahu umur bunda tidak lama lagi, tak banyak yang bunda minta, menikah dan memberikan cucu, itu saja “

“ tapi kalau nanti berakhir seperti yang sudah-sudah bagaimana bun? “, Sila berusaha menghindar dengan tawaran yang ditujukan padanya.

“ Bunda yakin yang ini berbeda dengan laki-laki yang pernah datang sebelumnya. Ilmu agamnaya pasti sangat tinggi, dia tentu bisa membimbing kamu dan sudah barang tentu bisa menjadi panutan dan imam dalam keluarga”

Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Sila, desakan bunda memaksanya menerima apapun yang terjadi meskipun ia yakin jika kedatangan laki-laki itu tidak bakal menghasilkan apa-apa. Pengalaman serta kenyataan yang selama ini berakhir pahit membuatnya enggan untuk berharap dan memilih pasrah dengan berputarnya nasib.

Tuhan memang maha adil, setelah sekian lama larut dalam balutan ego dan kepongahan akhirnya Sila menyadari juga apa itu yang disebut karma. Dulu, saat menjadi primadona kampus, tidak terhitung lagi berapa orang laki-laki yang ia sakiti. Setiap mereka yang menyatakan perasaannya selalu berakhir tragis. Ditolak mentah-mentah, Sila tidak pernah memberi kesempatan untuk saling mengenal. Perlakuan yang lebih miris terjadi pada mereka yang datang dari kelas bawah. Sila tidak segan-segan menghina dan mempermalukan mereka.

Kenyataan yang ia hadapi sekarang adalah buah dari kesombongan masa lalu yang terlalu angkuh dengan sederet kelebihan. Sila menyadari itu, menyesali keegoisan masa silam yang akhirnya menghukum gerak langkahnya sekarang. Sesal itu datang terlambat, tidak ada gunanya mengeluh yang jelas tidak akan berpengaruh apa-apa. Ikhlas dan belajar menerima ujian Tuhan ia jadikan penebus dosa yang pernah terjadi.

Tanpa sepengetahuan bunda, diam-diam Sila mulai belajar menutup diri dengan yang namanya laki-laki. Tidak ada lagi keinginan menikah dan lebih memilih hidup sendiri. Rencana bunda mempertemukannya dengan Ridho begitu membuatnya terusik. Meski berat namun tidak ada jalan lain, dengan perasaan terpaksa ia-pun menerima tawaran itu meski tidak pernah berharap jika akan berakhir dipelaminan.

***

“ Saya berharap silaturahmi diantara kita tidak terputus sampai disini saja, sebagai sesama mislim kita diwajibkan memelihara hubungan baik. Agama kita mengajarkan untuk menjalin silaturahim, bukan saja kepada mereka yang seakidah tapi juga terhadap saudara kita yang tidak seiman “, ujar laki-laki dengan pakain koko yang duduk tepat didepan Sila.

Sosoknya terlihat tenang, bersahaja dan begitu mengayomi. Sila benar-benar terlena akan kehadiran pria tampan itu. Berlahan ia mulai berharap bisa menjadikannya pendamping hidup, pelabuhan terakhir yang bisa membantahkan karma yang selau membayangi gerak langkahnya selama ini.

“ Sila juga berharap semoga pertemuan ini tidak untuk yang pertama dan terakhir kalinya”

Ridho tersenyum, “ Kita hanya bisa berdoa dan tetap melakukan usaha, selebihnya biar Allah yang berkehendak. Segala sesuatu yang terjadi semua berkat izinnya. Semoga dilain waktu kita bisa dipertemukan kemabli, mempererat seta menata hubungan agar terjalin lebih baik lagi”, tutup Ridho seraya mengaturkan pamit.

Sila benar-benar mendapatkan sesuatu yang telah sekian lama ia rindukan. Kedatangan Ridho seperti seteguk air ditengah gurun pasir yang tandus. Harapan yang sempat hilang berlahan hadir kembali, memaksanya berimaji tentang kisah indah yang akan ia jalani bersama laki-laki yang terlanjur singgah dihatinya.

“ Apa bunda bilang, yang ini berbeda dengan laki-laki sebelumnya. Bunda yakin Ridho bisa menjadi suami yang baik, bertanggung jawab dan setia “.

Mendengar perkataan bunda Sila hanya bisa tersipu dan berusaha menyembunyikan kekagumannya pada tamu yang baru saja menghilang dari pandangannya.

“ Sudah saatnya membuka hati, menata kembali mimpi dan cita-cita yang sempat tertunda. Tidak ada istilah terlambat kalau kamu yakin dengan pilihan yang telah didatangkan Tuhan “

“ Iya bun, semoga keinginan bunda bisa terlaksana. Sila janji akan menata hati kembali untuk Ridho “

” Nah itu baru anaknya Bunda. Jangan pernah menyerah apalagi mengalah, selagi kesempatan itu masih ada, maka pergunakanlah “

***

Satu tahun berlalu, tidak ada tanda-tanda pertemuan seperti yang dijanjikan Ridho. Komunikasipun tidak pernah terjalin. Laki-laki itu seakan hilang ditelan bumi, seperti tenggelam didasar laut. Sila benar-benar merasakan kehilangan, pukulan berat kembali menjatuhkan semangat yang pernah ada. Rasa kecewa kian membuatnya larut dan kembali terjatuh. Karma itu ternyata masih enggan beranjak dan tetap saja setia menemaninya melangkah menjalani sisa usia. Kali ini Sila benar- benar yakin dengan pilihan hidupnya, ia tidak akan lagi membuka hati pada laki-laki, batinnya benar-benar sudah tertutup. Keputusan hidup sendiri adalah pilihan terakhir yang haram untuk ia ubah lagi.

Padang, 22 Agustus 2010. spesial untuk seseorang yang tetap semangat mencari pendamping hidupnya, jangan pernah menyerah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar