Akhir Sebuah Penantian
Oleh Arief Kamil
Tina tertidur dipangkuanku, matanya benar-benar tepejam dan larut dalam dunia alam bawah sadarnya. Aku bingung harus melakukan apalagi, menurut buku panduan cara menghipnotis praktis yang kubaca seseorang yang sudah terlelap, kita bisa menggali kejujuran dari ucapannya. Namun mengapa setelah Tina berhasil ku hipnotis keterangan dari buku itu tidak terbukti.
Gadis itu tidak bisa diajak berkomunikasi. Ia tertidur begitu pulas tanpa pernah menghiraukan pertanyaan yang kutujukan padanya. Padahal kesempatan seperti ini sudah sekian lama kutunggu. Aku ingin menggali informasi tentang hubungan kami yang sudah terbina selama hampir tiga tahun. Keputusan menghipnotis Tina kulakukan karena didorong rasa penasaran, sudah sebulan ini hubungan kami renggang dan tidak harmonis lagi. Tina mendadak berubah, perhatian dan kehangatannya tiba-tiba menghilang. Setiap kali ku ajak jalan ia selalu menolak dengan melontarkan beragam alasan. Firasatku mengatakan kalau gadis berponi itu melai belajar melupakan cintanya yang sekian tahun tercurah untukku, Tina pasti selingkluh dan menggadaikan hubungan kami, kuyakin itu.
“Bheb, kamu tidur sungguhan ya,“ ku coba menegurnya.
Sayang, tak ada jawaban. Tina tetap larut dengan keheningan, tanpa reaksi sedikitpun. Mungkin ada yang salah dari buku ini, perasaan seluruh langkah yang tertulis sudah kupraktekkan dan mustahil kalau sampai terlewatkan. Apa mungkin petunjuk dari buku ini hanya fiktif, namun mengapa Tina bisa tertidur saat pundaknya ku tepuk Kebetulankah atau hipnotis yang kulakuakan berjalan tidak sempurna?. Meski diliputi keraguan, kembali kucoba mengajak tina berkomunikasi, berharap ucapanku terekam di memori ingatannya.
“Kamu masih sayang sama aku kan bheb?“
“Iya tapi sedikit“
Tidak kusangka ternyata ada respon dari wanita yang persis berada dihadapanku itu.
“Maksud kamu?“ todongku berusaha menggali keterangan lebih jauh lagi.
“Aku sudah bosan dengan hubungan kita.“
Seperti disambar petir disiang hari, jawaban Tina membuatku tersentak hebat, aku tidak percaya dengan kalimat pendek yang baru saja kudengar. Dengan sisa-sisa kesabaran, ku coba mengontrol emosi dan kembali berusaha mencari penjelasan.
“Bosan kenapa?“
“Hubungan kita tidak ada kemajuannya, menjenuhkan. Aku kan juga ingin seperti cewek-cewek yang lain. Punya pacar kaya, punya mobil atau setidaknya ada motor pribadi, tidak seperti kamu yang kemana-mana selalu naik angkot, aku kan malu,“ kembali jawaban pahit keluar dari mulut gadis itu.
Sungguh, aku benar-benar terpukul dengan pengakuannya. Ternayata Tina sudah berubah, kebaikan dan kehangatan yang tak pernah luntur sekarang sudah mulai meredup.
“Lantas hubungan kita bagaimana, apa sudah ada penggantiku?“
“Mungkin lebiha baik hubungan kita diakhiri saja. Aku yakin suatu hari nanti kita juga akan berpisah karena aku sudah menemukan cowok yang jauh lebih baik, pengertian dan kaya. Kami sudah jadian bulan lalu.“
Aku boleh tau siapa cowok itu," ujarku kembali menodongnya dengan pertanyaan.
“Dio, sahabat kamu.“
Tamparan keras begitu telak bersarang diwajahku, sungguh diluar dugaan, ternyata sahabat yang sudah kuanggap sebagai saudara rela mengkhianatiku. Rasa kecewa tidak mampu laku tersembunyikan, hati terasa teriris, luka lama kembali berdarah lagi, mengalirkan kepedihan yang terbungkus penyesalan.
Cukup sudah, aku tidak ingin lagi menggali informasi dari Tina, tak ingin sakit hati lagi mendengar rangkaian kejujuran yang terucap dibibirnya. Kuputuskan kembali menepuk pundakn perempuan itu, tidak berapa lama Tina pun terbangun seperti orang yang tersentak dari tidur. Terlihat mimik kebingungan yang terpampang diwajahnya.
“Loh, apa yang terjadi,“ gumamnya sambil mengusap mata.
“Tidak ada apa-apa, memangnya kenapa,“ bohongku yang membuat Tina semakin bingung.
“Aku seperti baru saja terbangun dari tidur, anehnya kok aku bisa berada disini bheb?“
“Sudahlah itu mungkin hanya perasaanmu saja. O..ya mulai sekarang kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, kita putus.“
Keputusanku benar-benar sudah bulat untuk mengakhiri hubungan dengannya. Sudah cukup keterangan yang kudengar. Meski terasa begitu berat namun kuyakin ini adalah keputusan yang terbaik dari pada terus saja mengemis cintanya yang sudah berlabuh pada orang lain.
“Kamu ngomong apaan sih bheb, aku tidak salah dengarkan ?” sanggahnya seperti tidak percaya dengan ucapanku.
“Dio memang pantas untukmu. Dia begitu sempurna, tidak seperti aku yang kemana-mana Cuma naik angkot, anak desa dan datang dari keluarga sederhana, semoga hubungan kamu langgeng,“ jawabku sambil meninggalkan gadis itu yang terlihat semakin bingung.
“Bheb kamu bicara apa sih?“
Percuma, aku tidak lagi menghiraukan ucapan itu. Kakiku tetap saja melangkah dan semakin menjauh darinya. Semua telah berakhir, cerita cinta yang setia kurangkai bertahun-tahun akhirnya kandas juga. Ternyata kesetian itu tidak benar-benar ada, setia hanya sekedar ucapan yang segera luput jika waktu dan cinta lain datang menggoda. Aku hanya bisa mengucapkan selamat jalan cinta, selamat tinggal bidadari yang kusayang. Semoga kisah ini bisa menjadi tongkat yang bisa membimbing kita dalam melangkah mencari cinta yang benar-benar ada.
Padang Besi, 26 Agustus 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar