Surat Kabar Dan Bayang – Bayang Media Online
Oleh Arief Kamil
Perkembangan tekhnologi informasi khususnya internet di Indonesia kian hari
semakin menunjukan perkembangan yang signifikan. Internet tidak lagi sebagai
sarana dalam mencari informasi bagi sebagian kalangan namun sudah menjadi
kebutuhan dan gaya hidup.
Perkembangan internet yang sedemikian pesat tidak terlepas dari banyaknya
aplikasi yang ditawarkan. Sebutlah jejaring sosial serta game online yang
digandrungi hampir seluruh kalangan.
Pada prinsipnya internet merupakan alat informasi dan komunikasi tercanggih yang
ada pada abat ini. Dengan membuka sebuah situs saja dunia bias dikuasai. Tidak
perlu menunggu waktu lama untuk mengetahui berita terbaru di berbagai daerah dan
belahan dunia.
Lantas bagaimana nasib surat kabar paska menjamurnya internet di Indonesia ?.
Banyak kalangan memprediksi surat kabar tidak akan berumur lama dan akan
ditinggalkan pembacanya, ini lantaran mudahnya mencari berita di internet
melalui yahoo, goggle dan yang lainnya. Namun tidak sedikit juga kalangan menilai
surat kabar tidak akan berkurang oplah dan mitra iklannya jika mampu mensiasati
kehadiran internet serta berani melakukan perbaikan disegala lini karena surat kabar
memiliki jalur tersendiri dan tidak berbenturan dengan media masa manapun.
Surat kabar merupakan media praktis yang mudah didapat tanpa perlu membuka
situs tertentu. Kelebihan lain, media ini bisa dibawa dan dibaca dimanapun
tanpa perlu mententeng laptop atau memandang layar komputer.
Budaya membaca melalui media Koran, majalah buku dan sejenisnya yang masih
tinggi di Indonesia diyakini sebagai daya saing dari keberadaan internet. Lihat
saja, sebagian orang yang merasa ada yang kurang dalam hidupnya bila belum
membaca koran, buku atau majalah. Kelebihan lain, berita atau iklan yang ada pada surat kabar / Koran bisa dilihat kapan waktu, meski dalam kurun waktu yang relatif lama.
Dilihat dari segi biayapun, surat kabar lebih ekonomis. Mari kita bandingkan, pelanggan internet dengan paket rumah sekarang dibandrol dengan harga diatas 200 ribu perbulan ( diluar
paket diskon atau apalah namanya ). Biaya ini baru paket rumah bagaimana dengan
mereka yang menggantungkan informasinya melalui warnet?. Warung internet
sekarang mematok harga rata-rata tiga ribu perjam, nilai yang bisa menghargai 1
eksamplar Koran harian di kota Padang. Dalam kurun waktu 1 jam tentu tidak
terlalu banyak berita yang mampu dibaca, tidak sesantai membaca koran yang bisa
dimana dan kapan saja.
Berkaca pada surat kabar harian yang diterima setiap hari oleh pelnggan hanya
membayar rata-rata 70 ribu sampai dengan 100 ribu setiap bulan, kita bisa
bandingkan sendiri media mana yang lebih ekonomis dan praktis didapat.
Kehadiran internet sebenarnya bukanlah sebuah ancaman bagi surat kabar dan media
sejenis, namun tetap saja bayang – bayangnya menghantui eksistensi surat kabar
dalam berbisnis berita.
Sekarang surat kabar benar- benar mulai ditantang untuk tidak memntingkan
bisnis semata. Pelayanan serta dedikasi yang tinggi terhadap kualitas berita
menjadi hal yang utama dan harus menjadi perhatian, agar pembaca tidak lari dan
“ mengkosumsi “ media lain.
Timbul pertanyaan pelayanan seperti apa yang mungkin bisa diberikan surat kabarterhadap pembacanya ?.
Ada celah sebenarnya yang mungkin bisa dimanfaatkan. Seperti yang kita maklumi
bersama, pengangguran menjadi “ harta pusaka “ yang selalu diwariskan kepada
pemimpin baru dinegeri ini. Disinilah letak celah itu, surat kabar dutuntut
berani memberikan kesempatan beriklan gratis kepada perusahaan-perusahaan yang
membutuhkan tenaga kerja. Banyak sekali perusahaan yang ingin beriklan
menyangkut penerimaan tenaga kerja, masalah dana mungkin menjadi alasan hingga
menggunakan cara lain untuk menjaring karyawan. Untuk iklan ini sebenarnya tidak perlu satu halaman, setengah halamanpun sudah cukup, dengan begitu mungkin surat kabar bakal dicari dan terasa dibutuhkan oleh pembaca dan pelanggannya.
Menurut survey yang pernah saya lakukan bersama tim yang bernaung di sebuah
surat kabar lokal terbitan Padang pada tahun 2008, 40 sampai 50 % koresponden
menjawab Loker ( lowongan pekerjaan) sebagai rubrik yang paling mereka minati.
Sudah pantas kiranya surat kabar memperhatikan selera konsumen, bukan egois danlebih mementingkan keuntungan saja.
Selama ini pengangguran terdidik ( tamatan SMA dan Sarjana ) cendrung
menggunakan internet sebagai alat mencari informasi lowongan, namun mereka
sering terbentur dengan lokasi perusahaan yang jauh dari tempat mereka
berdomisili.
Andai saja surat kabar lebih kreatif dalam pelayanan dan aktual dalam
berberita, bayang-bayang internet sebagai saingan dalam berberita mungkin
terbantahkan dengan sendirinya. Kita lihat saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar