TERIMA KASIH KARENA ANDA TELAH MEMBUKA BLOG INI

Tulisan di BLOG ini pernah terbit di : Harian Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, Harian Kabar Indonesia Online,www.sumbarONLINE.com, Inioke.com, Majalah Gema Lentera dan Korandigital.com. Thank's To All......( I'm just a beginner writer who still continue to learn and keep learning )

Selasa, 13 Juli 2010

Cerbung Remaja " Tersesat di Kampoeng Melayau Bagian 01 - 21

Novel Remaja
Oleh : Arief Kamil

“ Tersesat di Kampoeng Melayu “

Sinopsis

Bima Setiawan, seorang Penulis muda yang baru sebulan lalu merilis sebuah buku.
Tulisannya yang bernada kritik serta sentilan keras sengaja Ia arahkan kepada
koruptor yang semakin hari kian tumbuh subur dinegeri ini.

Sudah bisa ditebak, banyak oknum yang gelisah atas keluarnya buku itu, apalagi
dengan begitu lantang Bima menyebut beberapa nama pejabat negara yang dikenal
luas oleh Masyarakat sebagai tikus besar yang terus menggerogoti uang negara.

Bukunya yang berjudul “ Membantai Para Koruptor “ itu akhirnya membuat seorang
pejabat yang namanya ditulis dibuku setebal 100 halaman itu mulai menebar
ancaman. Tidak tanggung-tanggung, nyawa Bima menjadi taruhannya. Ancaman itu
bukan sekedar gertak sambal, sudah dua kali Bima luput dari percobaan
pembunuhan. Mulai dari motornya diserempet orang tak dikenal sampai pengeroyokan

yang terjadi saat peluncuran bukunya di sebuah mall.

Pasca peluncuran buku kontroversial yang menghebohkan itu, hari-hari Bima selalu

saja dilalui dengan sederetan teror. Tidak begitu muluk sebenarnya, sipenebar
ancaman hanya ingin tulisannya ditarik dari peredaran dan meralat semua isi
buku. Itu saja.

Apa yang dilakukan Bima dalam menghadapi rentetan teror yang mendera?,
mungkinkah laki-laki kurus itu menarik bukunya kembali atau malah melawan
rangkaian teror dengan kebenaran?. Lantas mengapa Ia sampai tersesat ke kampoeng

Melayu dan memutuskan tinggal disana?.
***



Bagian 1

Lantai dasar mall Bunga Anggrek begitu penuh sesak. Kapasitas tempat duduk yang
disediakan panitia hanya sekitar 100 tempat duduk terisi penuh tanpa celah.
Bahkan ratusan pengunjung rela berdesak-desakkan demi untuk menyaksikan langsung


kehadiran Bima sang Penulis muda yang sedang naik daun.

Bukan hanya Masyarakat biasa, kalangan Pejabat serta Pengusaha juga terlihat
dari kerumunan massa yang berjubel.

Buku “ Menghukum Para Koruptor “ karya Bima Setiawan menjadi buah bibir siapa
saja, tidak hanya kaum jelata namun juga pejabat bahkan kepala negarapun
ikut-ikutan berkomentar. Bima benar-benar menjadi isu hangat yang santer
dibicarakan. Laki-laki kurus dengan kaca mata minusnya itu seketika mengemparkan

jagad media, baik cetak maupun elektronik.

Bukunya dianggap kontrofersial bagi sebagian kalangan, tulisannya yang yang
lugas, tajam dan didukung data-data yang akurat kontan membuat keresahan bagi
komunitas koruptor kelas kakap. Dibuku itu dengan lantangnya ditulis 10 nama
Pejabat Negara terkorup dan pantas menerima hukuman mati. Tidak mengherankan,
sebelum buku itu resmi dirilis, hampir setengah dari jumlah buku keseluruhan
sudah dipesan Pembaca.

“ Untuk mempersingkat waktu, kita panggilkan saja Bima Setiawan “, ujar Pembawa
acara desertai gemuruh tepuk tangan pengunjung.

“ Terimakasih, Saya seperti mendapatkan gumpalan semangat dan dukungan hari ini,

sekali lagi terimakasih”, ujar Bima yang suaranya terdengar hampir kesudut
gedung..

30 menit berlalu, Bima yang dari tadi setia menjawab pertanyaan akhirnya menutup

sambutannya dan turun dari panggung. Menjelang keluar dari pintu lobby puluhan
Wartawan berusaha mencuri kesempatan untuk wawancara dan mengambil gambar. Bima
hanya menanggapi dengan senyuman dan terus saja melangkah meninggalkan lokasi
acara.

“ Mas Bima koment-nya dong “ teriak Reporter cantik dari salah satu stasiun TV
nasional

“ Iya Mas, harusnya ka ada konferensi pers “, sambung seorang lagi seperti
mendukung permintaan rekannya.
“ Kami butuh konfirmasi, kabarnya ada yang tidak puas dengan buku anda, apa itu
benar ? “
“ Mas Bima menurut informasi yang kami terima mengenai adanya ancaman pembunuhan

yang ditujukan kepada anda, apa itu benar? “, satu persatu pertanyaan mengalir
mengikuti langkah kaki Bima yang sudah berada dipintu keluar.


Lagi-lagi Bima menanggapi dengan senyuman, dengan sedikit membuka kaca mobil Ia
berusaha memberi jawababan, “ Besok saya undang teman-teman semua makan malam
sambil wawancara “, tutupnya sambil meninggalkan puluhan wartawan yang dari tadi

setia menunggunya saat peluncuran buku.
BERSAMBUNG



























Bagian 2

Begitu turun dari mobil Bima langsung menuju kamar kos berukuran tiga kali tiga
meter yang baru satu minggu Ia tempati. Ada kecurigaan yang dari tadi Ia
rasakan. Sebuah mobil jeep terlihat berhenti tidak jauh dari tempat kos-nya.
Sekitar tiga orang bertubuh kekar seperti memperhatikan situasi dan mencari
kesempatan untuk turun dari mobil.

Dari balik gorden bima terus saja mencermati setiap tingkah yang dilakukan
ketiga orang yang tidak Ia kenal.

“ Halo.., Key lo lagi dimana sekarang? “, Bima memutuskan megontak sahabatnya
yang kebetulan juga seorang editor buku.

“ Dirumah, lo sendiri dimana?, Wartawan pada nyariin tuh”

“ Gue di kossan, sepertinya ada yang nggak beres nih “

“ nggak beres gimana ? “

“ Kosaan gue dikepung tiga orang tak dikenal, kayanya orang suruhan pak Rudi “,
Ujar Bima yang masih tetap mengawasi pergerakan ketiga laki-laki itu.

“ Lo serius ? “

“ Iya, mereka sudah mengarah ketempat gue nih, entar gue telepon lagi “,
percakapanpun terputus.

Bunyi ketukan pintu membuat debar jantung Bima semakin terpacu. Rasa takut serta

merta mendera yang membuatnya pasrah dengan sesagala sesuatu yang bakal terjadi
nanti.


“ Kamu Bima Setiawan kan ? ‘, Tanya salah seorang dari mereka

“ Benar mas, silahkan masuk “, tawarBima sambil melangkah kedalam

“ Tunggu….”, tanpa permisi ketiga laki-laki itu menghadiahi beberapa pukulan
telak yang bersarang kewajah Bima.

“ Apa-apaan ini ?“



Belum sempat membela diri kembali pukulan bersarang dibagian perut dan wajah
Bima. Tidak ada penjelasan dari tiga algojo bertubuh gempal yang seperti
kesetanan menghajarnya.

Bima terpakar kelantai, hidung dan mulutnya mengeluarkan darah segar, wajahnya
babak belur dihajar tanpa ampun, tidak sedikitpun ada perlawanan.

“ Kalau lo masih sayang dengan nyawa yang hanya satu-satunya mending buruan lo
tarik buku itu dari peredaran. Kalau tidak, benda ini yang akan bicara “, ancam
salah seorang dari mereka sambil mengacungkan sebilah pisau.

Bima hanya mampu meringis sambil menganggukan kepala. Ia berharap ketiga
laki-laki itu segera pergi.

“ Baik, tapi ingat kalau sampai besok buku itu masih tetap beredar berarti lo
sendiri yang tidak sayang dengan nyawa lo “

Kembali Bima hanya bias menganggukan kepalanya
BERSAMBUNG

























Bagian 3

Untung saja Bima sempat mengontak Keyla kemarin, kalau tidak siapa yang
membawanya kerumah sakit dan mendapat perawatan medis dari luka memar yang
tersebar disekujur tubuhnya.

Dari hasil pemeriksaan Dokter menyimpulkan ada gangguan digendang telinga Bima
yang bisa berpengaruh terhadap pendengaran. Selain itu, luka lebam dibagian
wajah dan pinggul juga perlu mendapat perawatan intensif.

“ Sialan banget tu orang, nggak punya otak apa?, kalau berani jangan main
keroyokan dong, satu lawan satu kan adil. Mending kita laporin ke Polisi saja “,

tawar Keyla saat menjenguk Bima dirumah sakit.

“ Gila lo, kalau satu lawan satu gue juga nggak berani, badannya saja segede
kingkong gitu “

“ Makanya lapor Polisi biar adil. Jangankan main keroyokan, dijitak saja tapi
kalau kita nggak ridho juga bisa diganjar hukuman kurungan apalagi sampai bonyok

begini “

“ Nggak usah, gue nggak ingin konsentrasi jadi buyar gara-gara masalah ini. Gue
ingin tetap fokus menulis, lagian penerbit juga sudah mendesak minta jilid 2 “

“ Lo ini gimana, sudah jelas-jelas nyawa lo terancam masih saja mikirin buku.
Orang suruhan itu nggak main-main dengan ancamannya. Lagian lo juga sudah janji
kan buat narik tu buku “

“ Siapa bilang gue janji sama mereka? , gue nganggukin kepala karena kuping gue
perih. Merekanya saja yang salah tanggap “, sanggah Bima sambil tersenyum.

“ Lo gila Bim, nasip lo kali ini masih beruntung, lain kali bisa saja ancaman
itu terbukti, saran gue mending lo pending dulu nulis jilid kedua. Perasaan gue
nggak enak “, uajar keyla yang tidak habis pikir dengan jalan pikiran
sahabatnya.

“ Tenang saja, gue sudah ada rencana kok. Yang jelas gue nggak bakal berhenti
menulis. Selagi yakin pantang buat gue untuk mundur “

“ Rencana apaan?, jangan bilang lo on air di TV lagi sambil menelanjangi para
koruptor itu “


“ Nggak kok, anti kalau sudah sehat gue akan cerita, yang jelas gue nggak peduli

dengan yang namanya ancaman, lo maukan dukung gue..?

Keyla terlihat ragu menjawab pertanyaan dari laki-laki yang diam-diam Ia
idolakan itu. Ada semacam rasa takut yang tersemat dihatinya tentang keselamatan

Bima.

“ kok diam, lo dukung gue kan ? “, ulang Bima yang membuat gadis berkerudung
dihadapannya tersentak.

“ Iya gue dukung kok, tapi rencana lo apaan? , gue harus tahu dong “

“ Tenang saja, gue kan sudah janji, setelah baikan dan diperbolehkan pulang, gue
bakal kasih tau.
BERSAMBUNG




























Bagian 4

Tidak terlalu banyak yang dibawa, semua barang dikumpul disebuah ransel
berukuran sedang. Hanya baju dan beberapa buah buku yang terselip didalamnya.

Keputusan Bima meninggalkan Jakarta sungguh mengejutkan Kayla. Apalagi berita
itu Ia kirim melalui pesan singkat dan terkesan serba mendadak.


Meninggalkan Jakarta adalah kepurusan terberat baginya, mungkin hanya itu salah
satu cara menghindari ancaman yang makin jelas ditujukan padanya. Rencana itu
semakin bulat ketika kemarin hidupnya hamper saja berakhir ketika motornya
diserempet truk saat berangkat ke kantor penerbit. Bila saja tidak ada petugas
yang menghentikan sopir gila itu, mungkin saja sesuatu buruk akan terjadi
disana.

Bima tidak bi menyembunyikan perasaannya, terasa berat bagi laki-laki itu
meninggalkan Jakrat, tanah kelahiran kedua baginya. Meski lahir di Padang namun
daerah itu tidak lagi rama padanya. Pulang ke tanah minang berate harus
mengingat kembali kesedihan yang telah berhasil Ia lupakan. Tidak ada lagi yang
bisa dikunjungi disana, Ayah dan Ibunya sudah tiada, sanak saudarapun tidak mau
tahu dengan keberadaannya.

Menjadi Penulis adalah harapan sang Ayah yang sampai akhir hayatnya mengabdi
sebagai Jurnalis di sebuah surat kabar daerah.

Andai saja sederet terror itu tidak dialamatkan padanya mungkin keinginan sang
Ayah akan menjadi sebuah kenyataan, anaknya menjadi penulis hebat, pendobrak
ketitakadilan dan musuh bagi perusak bangsa.

“ LO jadi berangkat? “ lamunan Bima mendadak buyar disaat Keyla dengan santainya

mendaratkan tubuhnya disofa kamar.

“ Ya jadilah, besok pagi gue berangkat “

“ Lo yakin Bim? “

“ harus bagaimana lagi, gue nggak ingin mati konyol disini “

“ Terus lo mau kemana ? “

Sesaat Bima terdiam, sebenarnya laki-laki itu belum begitu yakin harus pergi
kemana.

“ Pulang ke Padang “, Keyla berusaha mendesak lawan bicaranya

“ Nggak, mungkin ke Medan “

“ Maksud lo ? “

“ Ya bisa saja gue kesana, tapi kalu pulang sepertinya tidak mungkin “

“ Jadi lo belum tahu harus kemana?”

“ Ya begitulah “, jawab Bima terlihat pasrah “

“ Gue bilang apa, lo memang gila. Apa setiap penulis kacangan mempunyai pikiran
yang sama seperti lo? “

Bima tersenyum dan kembali larut dengan tulisannya.

“ Bagaimana kalau lo gue ungsikan ke kampung gue saja “ tawar Keyla yang kurang
begitu yakin dengan usualannya.

“ Lo serius ?, sepertinya seru juga tuh “

“ Kalau lo mau besok pagi kita berangkat, tapi ingat ongkosnya lo yang tanggung,

deal? “

“ Tenang saja, deal “

Sesaat suasana tegang yang sebelumnya menjadi bagian dari kamar kos kecil itu
sedikit mencair.

“ Bim coba lo lihat keluar. Sepertinya ada yang menuju kesini, lo kenal sama
mereka? “, ujar Kayla sambil memandang dari balik jendela kamar.

“ Nggak, gue nggak kenal, jangan –jangan “, Bima mengantung ucapannya. Ada
firasat yang buruk bermain di otaknya.
BERSAMBUNG








Bagian 5


Dugaan buruk tiba-tiba menyelinap masuk kepikiran dua sahabat itu. Mungkin
kedatangan lima orang yang tidak dikenal itu masih ada hubungannya dengan
tulisan Bima kemarin.

Ada gelagat yang mencurigakan dari gerak tubuh mereka. Dengan pakaian safari
serba hitam yang mereka pakai mengingatkan Bima kepada sebuah film laga yang
selalama ini digandrunginya.

Kayla yang pada dasarnya tomboy dan sudah terbiasa menghadapi situasi genting
juga tidak bisa berbuat apa-apa. Wajah gadis itu terlihat pucat.

“ Selamat siang Mas, ada yang bisa saya Bantu “, buka Bima sambil bersikap wajar

“ Terimaksih, kenalkan saya Robi dari sentra rumah produksi “

Mendengar keterangan dari sang tamu jantung debar jantung Bima seperti normal
kembali. Rasa takut yang hampir membuat detak jantungnya berhenti ternyata
terbantahkan juga. Wajah Kayla yang awalnya pucat pasi juga mulai terlihat
berdarah lagi.

“ Silahkan masuk, maklum cuma kamar kos, nggak ada kursinya “, Bima berusaha
mencairkan suasana.

“ Tidak apa-apa, kedatangan kami kesini Cuma ingin memastikan keamanan anda.
Seperti berita yang telah beredar, pihak-pihak yang kurang senang dengan buku
anda sudah mulai mengambil ancang-ancang untuk buat peritungan. Mereka tidak
akan segan-segan menghabisi anda. Makanya kami kesini untuk memberi jaminan
keselamatan “

“ saya berterima kasih sekali atas perhatian bu Rini terhadap saya. Tapi tidak
perlu repot-repot, saya juga bisa jaga diri kok “

“ Keselamatan anda sekarang benar-benar terancam, menurut informasi yang
diterima bu Rini, kesepuluh nama yang anda beberkan dibuku itu kabarnya sudah
membuat rencana untuk melenyapkan anda. Makanya sebelum rencana itu terjadi,
kami ditugaskan untuk menjadi bodyguard anda “ terang laki-laki berewokan itu.

“ Bukannya saya menolak, tapi saya sudah bikin rencana sendiri. Sore nanti
rencananya saya akan kekantor untuk membicarakannya “



“ Tapi saya minta maaf, saya harus tetap menjaga anda. Setidaknya sebelum kamu

bertemu bu Rini “

“ Baik, saya juga mengerti, iyu adalah tugas anda. Tapi ngomong-ngomong kok
penampilannya seperti ditektif begini sih, sudah mirip pengawal Presiden “,
kelakar Bima sambil tertawa.

Kelima laki-laki yang mulanya jaga wibawa juga ikut-ikutan tertwa mendengar
ciletuk Bima yang terdengar lucu bagi mereka.

“ Sebenarnya kami juga enggan dengan penampilan begini. Tapi bu Rini bilang biar

sedikit garang dan bikin takut lawan, mau tidak mau kami harus pakai. Kalau
boleh memilih mending pakai gaun sekalian, biar dikira banci kesorean “, terang
Robi yang gentian membuat Bima terpingkal..

Ternyata ancaman yang berkembang bukan sekedar isapan jempol saja. Keputusan
Bima kian bulat untuk meninggalkan Jakarta. Namun apa dengan cara meninggalkan
ibu kota keselamatannya bisa terjamin.
BERSAMBUNG
























Bagian 6

Pukul tujuh lewat lima belas menit, setelah pamit dengan ibu kos, Bima segera
mengemasi ranselnya. Kota Palembang menjadi tujuan keberangkatan, daerah yang
belum sekalipun Ia kunjungi.

“ Key, Lo sudah sipkan, gue ke kossan sekarang ya “, tulis SMS Bima sekedar
memastikan kesipan Keyla karena jadwal keberangkatan menyisakan waktu satu jam
lagi.

Bima beruntung memilik sahabat yang selali berada didekatnya, bukan saja disaat
tertwa, disaat ada masalahpun gadis itu selalu ada untuknya. Karena Bima jugalah

Kayla rela memutuskan pulang ke Palembang, menyelamatkan sahabatnya dari terror
pembunuhan.

“ Biar gue saja yang ke kosan lo, situasi sepertinya tidak aman. Tadi bu Rini
telfon gue, dia bilang kalau berangkat ke bandara pakai mobilnya saja “, balas
pesan singkat dari Kayla.

“ Oke deh, gue tunggu “

Sambil menunggu Bima menyandarkan tubuhnya dibalai-balai taman. Entah dari mana
bermula, kenangan sepuluh tahun silam kembali terngiang dibenaknya. Bisa
dikatakan kejadian yang Ia alami sekarang hamper sama dengan kisah yang pernah
dilalui ayahnya. Dengan uang orang bias melakukan apa saja, bertindak semaunya
bahkan nyawapun bias dibeli.

Setali tiga uang seperti yang dialami laki-laki itu, kepergian ayahnya juga
karena resiko profesi. Oknum yang tidak senang kebobrokannya dibongkar bisa
bertindak semaunya hingga tak segan-segan menghilangkan nyawa orang yang Ia
cintai.

Tidak lama setelah kepergian ayahnya, tiga bulan setelah itu giliran sang Ibu
yang mangkat meninggalkan Bima kecil. Kenangan itu tidak mungkin pernah hilang
dari ingatannya.

Itulah alasannya mengapa Bima meninggalkan tanah kelahirannya, kota dimana masa
kecilnya begitu indah. Raut kesedihanlah yang memuncak membawanya tersesat
ketanah Jawa yang akhirnya menjadi Penulis amatiran yang berani mengungkap
ketidakadilan.

Meski memiliki tiga orang Mamak yang hidupnya bisa dikatakan berada namun sayang

tidak satupun dari mereka yang mau memberi jalan tengah, mereka lepas tangan dan

tidak mau tahu tentang keberadaan kemenakannya.

Padang memiliki kenangan pahit bagi Bima, sejak menginjakan kaki di Jakarta
tidak trerbesit sedikitpun untuk pulang ketanah Minang. Ibu kota menjadi tanah
kelahiran kedua baginya. Meninggalkan Jakarta sana halnya dengan pergi dari
tanah halaman, dan itu pilhan terberat laki-laki itu.

“ Dari tadi ya nunggu “, dengan santai dan tanpa rasa bersalah Kayla
menghampirinya.

“ Palingan setengah jam “

“ Buruan, ntar ditinggal kan nggak lucu “

Mesin mobil mulai menyala, ada rasa sedih yang tersemat di hati kedua sahabat
itu. Bagaimanapun juga ibukota pernah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

mereka. Banyak memori indah yang tidak bisa diucapkan, banyak kenangan manis
yang bila dituliskan akan menhabiskan ber-rim-rim kertas. Tapi itulah hidup ada
saat pertemuan dan momen-momen perpisahan.

“ Gue udah tefon keluarga di Palembang, mereka janji menjemput kita “, ujar Kay
menyadari kegalauan hati laki-laki disebelahnya.

“ Lo bilang bawa teman cowok kan?, jangan sampai kalau gue dibilang calon istri
lo “, canda Bima yang membuat rona merah dipipi Kayla

“ Kalu mereka bilang begitu ya bagus dong “, pancing Kayla tidak mau kalah

“ Enak bagi lo nggak enak buat gue dong “

“ Huh..nggak salah tu, lagian beruntung lagi dapetin gue, udah cantik, setia dan

ngangenin “

BERSAMBUNG

Sepertinya ada konspirasi perasaan nih, jangan-jangan Kayla memang menyukai Bima
dan sengaja membawa laki-laki itu kekampung halamannya biar bisa lebih dekat
dengan laki-laki kurus itu. Untuk lebih jelasnya, tanpa praduga




Bagian 7

Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II seperti tersenyum menyambut
kedatangan Bima. Ada harapan dan semangat baru yang Ia rasakan ketika pertama
kali menginjakan kaki ditanah palembang. Perasaan berat meninggalkan Jakarta
terobati dengan ketenangan dan jauh dari terror yanselama ini mengganggu
hidupnya.

“ Sebentar lagi Papa jemput, bagaimana sudah siap bertemu dengan calon mertua “,

goda Kayla yang membuat laki-laki disebelahnya mengerutkan dahi.

“ Siapa takut “, Bima balik membalas godaan itu.

“ Gue rasa lo aman di sini, semoga saja mereka keberadaan lo “

Bima tersenyum, trauma dipukuli dan diserempet truk mungkin tidak pernah lagi
terjadi. Kenangan itu menjadi pengalaman yang nantinya menjadi bahan cerita
disaat kesuksesan berhasil Ia rebut.

“ ….Pemirsa, Penulis buku “ menghukum para Koruptor “, Bima Setiawan dikabarkan
menghilang setelah pelunjuran bukunya Sabtu kemarin. Desas desus menghilangnya
Bima ada yang mengkaitkannya dengan sepuluh nama pejabat Negara yang namanya
ditulis pada buku karya Penulis muda itu. Ketika Reporter kami mencoba
mengkonfirmasikan masalah ini dengan Andi Pranata, tersangka kasus korupsi
penyelewengan dana bencana alam yang juga namanya masuk dalam 10 orang terkorup
di Indonesia, dia mengatakan tidak tahu dengan menghilangnya Penulis tersebut “.

“ Saya tidak mau berkomentar banyak karena saya tidak tahu dan kasus
menghilangnya Bma tidak ada kaitannya dengan saya “.

Secara tidak sengaja Bima menyaksikan siaran televisi dikantin bandara yang
memuat berita tentang dirinya. Ia tidak habis pikir mengapa bertita itu begitu
cepat tersebar hingga tercium awak media.

Konsentrasi laki-laki itu kembali terpecah. Tidak bias Ia pungkiri perasaan
takut kembali hadir mengusik ketenangan yang baru saja kembali Ia dapatkan.

“ Gila, kok media bias tahu, jangan-jangan mereka juga tahu kalau kita kesini “,

komentar Kayla tidak percaya dengan berita itu.

“ Gue juga nggak habis pikir , darimana mereka tahu kalau kita meninggalkan
Jakarta. Perasaan dari bandara tadi tidak ada Wartawan yang mengikuti, kita
harus hati-hati jangan-jangan pak Andi sudah mengirim pembunuh bayaran kesini “

“ Lo jangan parno dulu, gue yakin mereka nggaka bakalan tahu kita disini. Lagian

kita dibilang menghilang bukan lari meninggalkan Jakarta. Menghilang bias
diartikan lo diculik orang-orangnya pak Rudi. Yang jelas kita jangan berfikitran

buruk dulu “, analisa Kayla sambil berusah menghibur sahabatnya.

“ Tapi perasaan gue nggak enak Kay, felling gue bilang mereka telah ada
disekitar kita sekarang. Ini berarti nyawa gue kembali terancam “

“ Sudah, jangan terlalu jauh diartikan, felling lo kan sering meleset “

“ Tapi…”, Bima tidak melanjutkan kalimatnya.
BERSAMBUNG





























Bagian 8

Kampoeng Melayu, hanya duapuluh lima kilometer jaraknya dari pusat kota. Seperti
desa-desa pada umumnya, sawah dan sejuknya suasana desa menjadi bagian yang
tidak terpisahkan.

Bima beruntung, kedatangannya disambut baik oleh keluarga Kayla. Kedekatan
perempuan itu dengan keluarganya membuat Bima menahan rasa cemburu. Sudah lama
sekali saat-saat seperti itu hilang darinya. Ia ingin kembali merasakan
kemesraan didalam keluarga, canda tawa dan kasih sayang yang utuh.

Namun untunglah sambutan masyarakat Kampoeng Melayu begitu bersahabat. Meski
baru tiga hari berada disana tapi Bima sudah dilibatkan dalam beberapa kegiatan
rutin remaja. Seperti nanti malam misalnya, Bima dan Kayla diundang untuk
mengikuti rapat dalam menyambut pergelaran tujuh belas agustusan yang diadakan
pemuda. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah Ia temukan di Ibukota yang warganya
sering masa bodo dan lebih mementingkan diri sendiri.

“ Sudah larut, belum tidur? “, tiba-tiba Kayla membuyarkan lamuyan laki-laki itu

“ Belum, Lo sendiri?, gue masih ingin berlama-lama duduk disini. Hawanya membuat
stress gue hilang “

“ Tapi kalau kena angin malam bias sempoyongan juga, Puskesmas disini jauh “,
ujar Kay sambil duduk dikursi bambu tepat di sebelah Bima.

“ Gue sudah lama kangen saat-saat seperti ini. Masyarakat disini ramah, santun,
saling menghargai dan tolong menolong. Persisi seperti masyarakat dikampung gue


“Sudah, jangan ngomongin Padang lagi, ntar sedih gue juga yang repot buat lo
tersenyum lagi. O..iya kita jadi nggak kerapat Pemuda entar malam ? “

“ La iyalah, gue salut sama mereka, sudahlah kompak tidak sombong meski gue
orang baru disini “

“ itu sebabnya gue selalu kangen untuk pulang Bim “, balas Kayla sambil menatap
kerumunan anak-anak yang baru pulang dari Mushalla.

Melihat kecerian bocah-bocah yang memakai sarung dan peci itu, Bima seperti
larut dalam memori masa kecilnya. Dulu Ia juga melakukan hal yang sama seperti
yang anak-anak itu lakukan. Berangkat bersama ke Mushala, pulangpun juga
bersama. Canda tawa menjadi bagian terindah yang kerap ada kapan dan dimana
saja.

Sayang kisah itu sudah tercecer di bab lain, sekarang buku diary itu telah usang
dimakan zaman. Hanya itu kenangan manis yang masih saja terekam, selebihnya
hanya kesedihan yang tetap terangkai didalam kenangan kelu masa lalu.
Kepedihan itu bermula setelah Ayahnya tiada, sejarah kelam yang membawanya
merantau ke tanah Jawa.

“ loh..kok bengong, masuk yuk “, ajak Kay yang sadar akan mimik wajah
sahabatnya.

“ Gue lagi seru membayangkan masa kecil gue dulu Kay. Persis sekali seperti yang
anak-anak itu jalani. Saban hari Mushala bersama, selalu tertawa, tidak satupun
yang menjadi bahan fikiran “

“ Semua orang pasti mempunyai pengalaman menarik Bim, tapi kenangan itu tak
mungkin lagi diputar di usia lo yang sekarang. Sikap bijak yang harus kita
jalani sekarang adalah menatap masa depan tanpa melihat kebelakang “,Kayla
berusaha bersikap diplomatis.

“ Lo benar Kay, tapi….”
BERSAMBUNG


























Bagian 9

Bima benar-benar terpesona menyaksikan seorang gadis berkerudung yang duduk
tepat dihadapannya. Wajahnya terlihat bersih, meski tanpa polesan namun terlihat
cantik, anggun dengan balutan jilbab ungu.

Caranya berbicara yang terkonsep rapi membuat Bima semakin terkagum. Meski
tinggal dikampung yang jauh dari hingar bingar dan kemajuan kota namun pola
pikir dan masukan darinya sangat masuk diakal, kreatifitas yang dia tawarkan
membuat seluruh peserta rapat menerima rancangan acara yang keluar dari
bibirnya.

“ Bagaimana mas Bima, setuju tidak?, atau ada masukan lain “, ujar Dodi, ketua
pelaksana, yang membuat Bima tersentak kaget dari lamunan semu tentang gadis
didepannya.

“ Bagus…., saya mendukung “, jawab bima terbata sambil berusaha menyembunyikan
malu.

“ Mungkin ada masukan lain atau tambahan acara yang akan kita tampilkan ? “

Mimik wajah Bima terlihat seperti orang yang sedang berfikir.“ Bagaimana kalau
kita bikin pementasan atau opera ? “, jawab Bima berusaha menghadirkan suasana
baru yang Ia sendiri tidak yakin usulanya diterima.

“ Wah…, masukan yang bagus mas. Kita sudah lama sekali ingin menampilkan pentas
drama, sayangnya kami tidak bisa menyusun konsep serta menulis skenario. Mas
Bima bisakan membuat naskahnya “, Dodi terlihat antusias dengan tawaran teman
barunya.

“ InsyaAllah, saya akan coba. Tapi kita butuh pemain untuk memerankan beberapa
tokoh “

“ Itu gampang mas, diantara kami bnayak yang pintar bersandiwara, sering bohong
contohnya “, ciletuk salah seorang peserta rapat yang diiringi tawa renyah
sekitar 20 orang yang hadir.

“Betul..betul..betul.., disini serba lengkap. Ada yang jago ngibul, ngerayu
cewek, raja gombal juga ada, akting mereka tidak kalah-kalah benar dengan Tora
Sudiro “, timpal seorang lagi yang duduk dibagian belakang.

Bima tidak mampu menahan tawanya mendengar cilotehan peserta rapat yang lain.
Kekompakan serta kebersamaan yang terbina diantara mereka benar-benar terlihat.

“ Tenang, tenang.., jangan menyindir saya “, protes Dodi sambil tersipu malu

“ Kamu pintar akting apa Dod, sepertinya populer sekali disini “, kali ini
giliran Kayla berkomentar.

“ Kalau Dodi tukang gombal sejati Kay, sudah lima orang cewek kampung sebelah
yang menjadi korban, sayangnya tidak satupun yang nyangkut “, kembali terdengar
tawa riuh dari dalam ruangan itu.

“ Sudah-sudah, jangan didengerin Kay, lebih baik kita dengar dulu penjelasan mas
Bima, silahkan mas “, Dodi berusaha mengalihkan pembicaraan.

“ Sebenarnya saya belum menulis skenarionya, namun saya janji minggu depan
insyaallah siap dan kita langsung mengaudisi pemain. Saya harap teman-teman mau
mengambil bagian dalam bermain peran nantinya “

“ Kami senang sekali dengan rencana ini, kalu ada perlu apa-apanya kami pasti
Bantu “, tutur Dodi meyakinkan rencana yang akan diusung Bima.

“ Tapi sepertinya saya sudah menemukan salah seorang yang pas memerankan salah
satu tokoh perempuan “, ujar Bima sambil menatap gadis yang dari tadi menarik
perhatiannya.
BERSAMBUNG






















Bagian 10

Bima terlihat sibuk dengan laptopnya, jemarinya begitu lincah bermain dipapan
keyboard. Sesekali ia tersenyum, mengerutkan kening dan lantas mengetik idenya
berupa tulisan.

Walau tidak pernah membuat skenario drama namun dengan semangat, dukungan dan
hasil melahap beberapa buah buku, secara berlahan tapi pasti laki-laki itu mulai
menemukan alur ceritanya.

Sebuah nama sudah berada dipikirannya, gadis berjilbab yang ia lihat kemarin
menjadi salah satu nama yang akan memainkan peran utama dari drama yang ia
susun.

Sejenak Bima termenung, bayang perempuan itu fasih bermain diingatannya. Ia
menyesal mengapa tidak sempat berkenalan dan membiarkan pertemuan itu berakhir
dengan rasa penasaran yang bersarang dilubuk hati.

Sebenarnya Bima termasuk laki-laki yang susah sekali mengenal dan menyerahkan
cintanya pada seorang wanita. Ia lebih memilih sendiri dan tidak membagi pikiran
kepada hal-hal yang belum penting. Namun sekarang getar-getar aneh yang tidak
pernah ia rasakan seperti mengiringnya masuk kedalam perangkap yang dinamakan
cinta.

“ Walah, pak Sutradara, sibuk ya, minum dulu, ini gue bikinin kopi “

“ Kebetulan, rencananya gue juga mau bikin kopi. Pucuk dicinta, ulat daun tiba
“, canda Bima sambil menyeduh kopi buatan Kayla.

“ Bagaimana, sudah sipa belum naskahnya, gue kebagian peran apa nih? “

“ O..jadi lo nyogok gue pakai kopi biar dapat peran bagus. Pantas saja, nggak
biasanya lo baik begini “

Kayla tersenyum “ Lo kan tahu sudah dari dulu gue mimpi jadi artis tapi nggak
kesampaian. Tidak ada salahnya kan kasih kesempatan itu sekarang. Meski main
dipementasan tujuhbelasan tapi lumayan juga siapa tahu ada yang ngelirik “

“ Iya, iya gue kasih peran pembantu “

“ Kok Cuma peran pembantu sih, setidaknya pemain utama pembantu kek “, protes
Kayla sambil memberikan sebungkus makanan ringan ketangan Bima “

“ Mau nyogok lagi nih ceritanya?, iya deh gue kasih peran bagus, tapi kalau pas casting

lo jelek, gue nggak bakalan pakai “

“ Tenang saja, terima kasih “, ujar Kayla sambil tertawa riang.

“ Dasar tukang sogok lo “, teriak Bima yang tidak mendapat tanggapan dari gadis
itu.

Bima kembali menyibukan diri dengan tulisannya. “ Merdeka Atau Mati”, itu judul
sekaligus tema drama yang akan diangkat dipementasan nanti. Cerita yang
mengangkat perjuangan para pejuang dalam mempertahankan tanah pertiwi. Bima
optimis drama yang akan dipentaskan saat malam tujuh belas Agustus nanti
mendapat sambutan meriah dari penonton.

Momen itu juga ia gunakan sebagai cara dalam mengenalkan dirinya kepada warga
kampoeng Melayu. Ia benar-benar sudah terlanjur jatuh cinta dengan suasana
kampung yang masyarakatnya begitu ramah itu.

Namun yang masih saja menjadi tandatanya dibenaknya, apa perempuan yang ia
kagumi mau menjadi bagian dari pementasan itu, memainkan peran yang Bima tulis
spesial untuknya.
BERSAMBUNG
























Bagian 11

Sekitar 30 orang peserta casting yang seluruhnya remaja kampoeng Melayu begitu
antusias mengikuti penyaringan pemain yang bakal mengisi adegan drama. Meski
hanya bertajuk pementasan amatir yang hanya disaksikan warga kampung tapi
keseriusan mereka begitu tinggi.

Bima berusaha mencari sosok yang sudah lama ia nantikan. Matanya tak lepas
menyusuri setiap sudut ruangan.

“ Maaf mas Bima, saya telat harus kerjaain aktifitas rutin dulu “, ujar Dodi
yang datang bersamaan dengan gadis yang dicari Bima sejak tadi.

“ Saya juga minta maaf mas, habis ngajar ngaji di Mushalla “

Bima menganggukan kepala dan mencoba menahan debar asing yang bersumber dari
jantungnya.

“ mendingan kita mulai saja mas, tidak enak sama warga, sudah malam “, saran
Dodi menunggu persetujuan dari sang Sutradara.

“ iya Dod, lebih cepat lebih baik, lanjutkan..., yang penting pro pada peserta
“, canda Bima sambil mengambil tempat duduk.

Satu persatu peserta casting mulai memainkan peran yang dipilih Bima. Banyak
kelucuan, keanehan dan gaya kocak yang ditampilkan peserta. Setiap yang berusaha
tampil serius pasti akhirnya berantakan juga, gara-gara tidak menguasai
skenario. Bima benar-benar terhibur dengan kepolosan mereka. Namun kesungguhan
serta semangat untuk bisa tampil dipementasan sangat terlihat sekali dari wajah
wajah setiap peserta.

Saat yang ditunggu-tunggu Bima-pun tiba. Dikesempatan terakhir, gadis yang
memang diharapkannya tampil dipementasan terlihat mulai memainkan tokoh yang
ditulisnya.

Bima baru tahu ternyata nama Mila yang sering dipanggil saat rapat kemarin
adalah nama gadis ayu pemilik lesung pipit itu. Penampilannya benar-benar
mengagumkan, menguasai skenario dan penuh penghayatan. Tidak salah tokoh Kartini
diberikan untuknya.

“ Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada rekan-rekan yang telah menunjukan
kebolehannya dalam berakting. Saya benar-benar tidak menyangka ternyata banyak
bakat-bakat terpendam yang seharusnya diberikan tempat untuk bermain disineton
televisi. Namun saya berharap bagaimanapun hasilnya nanti, kita semua bisa
menerima keputusan akhir, tentang siapa yang bermain dipementasan nanti “,
komentar Bima setelah seluruh peserta selesai beraklsi.

“ Yang dikatakan mas Bima benar, yang tidak terpilih jangan berkecil hati.
Pementasan ini hanyalah tahap awal, mungkin dikesempatan lain kita kembali
membuat pementasan drama lagi sebagai bentuk hiburan terhadap warga. Mas Bima
sudah menyimpan beberapa nama yang akan diseleksi lagi untuk memerankan tokoh
yang pas. Mungkin besok nama-nama itu sudah bisa dilihat di papan pengumuman pos
ronda “, tambah Dodi yang langsung menutup acara.

Semua agenda selesai, seluruh peserta dengan tertip meninggalkan pos pemuda.
BERSAMBUNG


































Bagian 12

Ada sedikit keributan kecil yang terjadi dibalai pemuda. Riko dan para peserta casting yang belum diberikan kesempatan tampil dipementasan drama, tidak menerima hasil yang dipituskan Bima. Daftar nama pemain yang ditempel pada dinding pos ronda mereka robek sebagai isyarat kekecewaan.

Riko dan kedua rekannya bersekukuh ikut terlibat dalam acara pemuda dan menginginkan menjadi bagian dari pementasan. Mereka mengancam bakal menggagalkan acara jika tidak diberi tokoh dalam pementasan drama saat malam tujuhbelasan nanti.

Bima sebenarnya sudah mencium aroma yang kurang sedap jauh hari sebelum pengumuman itu di keluarkan. Pada saat seleksi pemain tempo hari Riko secara terang-terangan ingin memainkan tokoh Bung Tomo, namun Bima beranggapan tokoh itu tidak cocok untuknya.

“ Maaf, saya baru datang sekarang “, ujar Dodi yang disambut Bima dengan sebuah senyuman.

“ Tidak apa Dod, saya Cuma minta masukan kamu tentang protes yang diajukan Riko dan kedua temannya. Mereka tidak menerima hasil keputusan yang kita buat”

“ Riko memang begitu mas, remaja disini sebenarnya kurang suka dengannya. Saya kaget juga mengapa dia bersekukuh ikut dalam pergelaran “

“ Sebenarnya niat mereka baik, tapi cara mengajukan protes dan tidak menerima keputusan itu yang saya sesalkan. Apa salahnya bicara baik-baik dan tidak bertindak arogan seperti itu “

“ Lantas apa yang akankita lakukan mas? “

“ Saya juga belum tau, tapi yang jelas kita harus segera mendinginkan suasana dulu. Jangan sampai masalah ini tercium warga dan penganjal acara yang telah kita susun “

“ Apa tidak salahnya kita masukan saja nama mereka kedalam daftar pemain? “, Dodi seperti sudah kehabisan akal.

“ Sepertinya kita harus meminta saran Mila “, jawab Bima yang secara tiba-tiba teringat akan gadis itu.

Dodi terlihat bingung, laki-laki itu sebenarnya faham kalau urusan pemain tidak ada hubungannya dengan Mila. “ Hubungannya dengan Mila apa mas ? “, Iapun menuntaskan rasa penasarannya.

Bima sedikit gagap menjawab, memang benar urusan casting dan pemilihan pemain tidak ada hubungannya dengan gadis itu. Bima sebenarnya hanya ingin bertemu dan mengenal perempuan ayu itu lebih dekat lagi.

“ Kita mungkin bisa mendengar masukan darinya, selama ini saya lihat Mila anaknya pintar dan kreatif sekali. Siapa tahu dia bisa memberikan solusi “, dasar Penulis yang pintar merangkai kata-kata, ada saja jawaban yang keluar dari mulutnya.

“ Benar juga, nanti saya samperin kerumahnya”

“ Bagaimana besok kita bicarakan ini di pos pemuda “, ajak Bima yang diiringi anggukan kepala dari pria sisebelahnya.

Sebenarnya Bima bisa saja memberikan peran yang diminta Riko, namun laki-laki itu lebih memilih menggunakan kesempatan itu untuk bisa bertemu gadis idolanya dan mengundur waktu memberikan sebuah keputusan.
BERSAMBUNG




























Bagian 13

Banyak yang bilang cinta itu " cacat fisik " , tidak bisa melihat secara nyata dan berjalan kemana arah angin berhembus. Malah ada pertanyaan kreatif yang sering menjadi bahan tertawaan , mengapa orang pacaran sering saling meraba?, “ jawabannya karena cinta itu buta”.

Bima jatuh cinta pada pandangan pertama, bukan isu, bukan kabar burung, tapi nyata adanya. Sayang, laki-laki itu hanya mampu menyimpan perasaannya dan mengunci isarat itu disudut hati tanpa pernah berbagi meski pada sahabatnya sendiri.

Gadis pendiam, berwajah bersih itu ternyata mampu menghipnotis kesombongan hati Bima selama ini, menerobos keangkuhan laki-laki yang tidak pernah sekalipun merasakan indahnya jatuh cinta.

Kayla bukannya tidak tahu dengan perubahan sikap sahabatnya. Ia sering mendapati Bima memandangi foto Mila dari layar laptopnya. Kayla berupaya menepikan rasa cemburu, karena bagaimanapun juga gadis itu tidak rela perhatian Bima terbagi apalagi mencintai orang lain. Dilema hebat merasuki hati dan fikiran Kay ketika masalah itu hadir, ketika Bima mulai tertuju kepada makhluk asing yang bernama Mila.

“ Lo suka ya sama Mila?“, tanpa panas apalagi hujan, Kayla yang memang tomboy dan tidak suka berbelit-belit menodong Bima dengan pertanyaan yang sulit ia jawab.

“ Kesambet dimana ?, bukannya nanyain sudah makan apa belum, malah nekat nanyain hal yang tidak penting “ “

“ jangan bohong deh, gue tahu kok. Jawab jujur kayanya lebih baik, biar nanti gue comblangin “, tantang Kay yang membuat raut wajah Bima sedikit berubah.

“ Bicara apaan sih, nggak ada topik yang lain, kalau nggak mending gue nulis”, elak Bima seakan lari tadi todengan pertanayaan Kayla.

“ baikalah, kalau lo berusaha menghindar, tapi yang jelas sampai kapanpun lo ngak bakal bisa bohongin gue Bim “

Bima tidak mengubris sanggahan dari perempuan yang sudah lim atahun ia kenal itu. Ia memilih sok sibuk dengan laptopnya tanpa peduli dengan tanda Tanya besar yang bersarang dibenak Kayla.

“ Tapi lo mesti ingat Bim. Selama ini lo nggak pernah bohong ke gue, kalau sekarang lo bersikap sebaliknya berarti tidak ada lagi saling menghargai diantara kita”, tutup Kaya sambil melangjah pergi.


Ada perasaan bersalah dirasakan Bima, Ia menyesal telah membohongi seorang yang selama ini ada disat suka dan duka untuknya.
BERSAMBUNG










































Bagaian 14

Semilir angin pagi terasa sejuk menrpa jiwa-jiwa yang hampa. Suasana desa yang begitu tenang membuat kisi-kisi otak terisi aura kedamaian, membuang ketakutan yang selalu meneror otak yang kerap berfikiran aneh.

Perselisihan dengan Kay kemarin membuat Bima sadar akan peran seorang sahabat. Keegoisannya membuat hubungan yang semula indah seketika terusik, menghadirkan perang dingin yang tidak seharusnya ada. Hanya karena kehadiran orang yang belum Ia kenal, Bima rela mengabaikan sahabtnya, keputusan ini jelas tidak populer sama sekali, Bima mentadari itu sebenarnya.

Kebaikan keluarga Kayla yang menerima dan menganggapnya sebagai anak sendiri adalah menghormatan yang rtidak bisa dibayar dengan uang. Ketulusan Kay yang tanpa pamrih membawanya lari dari sederet teror takkan mungkin terbalas meski menggadaikan nyawa sekalipun..

Bima memandang nanar Kayla dari kejauhan, tidak ada perubahan dari sikap gadis itu. Kebaikan serta gumpalan semangat selalu ia berikan dalam menyelesaikan disaat Bima membutuhkannya.

Laki-laki itu terhukum dengan perasaannya sendiri, kukungan hati yang egois tidak bias ia tempatkan diposisi yang seharusnya.

Bima merasakan rasa bersalah, keangkuhan yang terasa membawanya berbohong dan tidak mengakui jeritan hatinya yang mulai tergoda akan kedatangan seorang gadis. Hidup memang rangakaian masalah, jika tidak bisa melaluinya dengan jiwa yang besar, kekalahan yang membuat langkah lemah semakin layu melangkah.pulang sebagai pecundang adalah resikoterburuk. Sebaliknya, kemampuan diri memenej dan mengunci satu demi satu masalah dan ikhlas memberi dan menerima kata maaf, akan membuat hidup semakin terasa indah. Bima sebenarnya tahu itu.

“ Kay, gue ingin bicara, laki-laki itu menepikan rasa gengsi, menutaskan perih hatinya dihadapan gadis terbaik yang pernah ada untuknya.
“ Tumben, mau bicara apa ?, ngomong saja gue dengar kok “, balas Kay seperti tak acuh tanpa menoleh sedikitpun.
“ Gue mau minta maaf “
“ Minta maaf?, buat apa?, bukanya gue yang harus minta maaf karena sudah menuding lo ada hati dengan Mila ?.
Perang dingin dan saling menyerang sepertinya tak bisa lagi terelakan. Bima berusaha menahan egonya dan tidak terpancing dengan ucapan gadis itu.

“ Gue minta maaf karena tidak jujur sama lo. Mau maafin kan? “
Kayla tidak beraksi apa-apa dia lebih memilih sibuk dengan gime kingkongnya tanpa melihatkan keseriusan dalam menjawab pertanyaan sahabatnya

“ Baik, mungkin ini yang pantas gue terima. Tapi harus diingat, jangan sampai lo membesar-besarkan masalah yang tak penting dan menyepelekan masalah yang berat. Gue harap lo bijak dalam meletakan sesuatu sesuai tempat dan porsinya. Gue rasa kesalahan yang telah gue lakukan masih bias diberi kata maaf “, ujar Bima sambil melangkah meninggalkan Kay yang tetap saja bersikap dingin.
BERSAMBUNG








































Bagian 15

Pementasan 17 Agustus tinggal seminggu lagi. Tidak ada kendala yang berarti, Riko yang awalnya ngotot perpartisipasi dalam pementasan dan malah sampai mengancam bakal menggagalkan acara segala, sudah mendapat peran yang pantas untuknya. Skenario yang menjadi kendala mendasar dalam pementasan juga sudah selesai ditulis Bima. Disisi pemain, sebagian besar juga sudah menguasai peran.

Yang menjadi masalah adalah mulai terpecahnya konsentarsi Bima sabagai Sutradara antara pementasan dengan permasalahan klasik yang menyangkut tentang penerbitan bukunya di Jakarta.

Masalah itu bermula ketika bu Rini menelfonnya kemarin, Pimpinan Perusahaan penerbitan buku itu memberi kabar terbaru seputar perkembangan bukunya. Kabar baik, buku setebal 100 halaman itu akan di cetak ulang untuk yang ketiga kalinya, karena banyaknya pesanan. Berita buruknya, teror yang selama ini mulai redup dan terlupakan ternyata kembali hadir mengancam keselematannya.

Bima yang berharap dengan berada jauh dari Jakarta ancaman pembunuhan itu lambat laun akan hilang dan tidak berlanjut lagi. Namun kenyataannya bertolak belakang dengan harapan.

Entah darimana kabar itu sampai ketelinga pak Rudi, hingga orang nomor satu disalah satu departemen itu secara terorganisir mengirim orang suruhannya ke Palembang. Bima tidak bisa memandang masalah ini dengan sebelah mata, meski mereka tidak tahu lokasi keberadaannya tapi tetap saja teror itu berbahaya yang mengancam keselamatannya.

Ketenangan jiwa yang laki-laki itu dapatkan selama sebulan ini mendadak terusik lagi. Perasaan trauma yang sempat hilang untuk sesaat kembali datang yang membuatnya berfikir untuk tetap berada dikampoeng Melayu atau mengungsi lagi ke daerah lain.

Menurut informasi bu Rini, buku “ menghukum para Koruptor “ yang membedah kasus-kasus besar korupsi di pemerintahan itu sudah mendapat perhatian serius dari kepala Negara. 10 nama pejabat tinggi yang rekeningnya dicurigai sudah di non aktifkan dari jabatannya. Kasusnyapun sudah ditangani KPK dan mereka telah ditetapkan sebagai tersangka. Memang inilah tujuan Bima sebenarnya, sesuai dengan tulisannya para koruptor yang terbukti bersalah harus dibasmi dan dihukum gantung.

Bima beruntung mendapatkan data-data resmi dibukunya langsung dari sebuah lembaga penelitian kasus korupsi. Keabsahan dan kebenaranny bisa dipertanggungjawabkan. Namun ketakutan sebagai manusia biasa yang masih labil berhadapan dengan kekuasan tentu tidak bisa lepas pada dirinya. Apalagi belum satupun lembaga yang menyatakan sikap untuk melindunginya dari masalah yang akan timbul dari penerbitan buku itu.

Pelariannya ke Palembang adalah inisiatif sendiri menghindari hal buruk yang mengintainya di Jakarta. Keputusan meninggalakn ibu kota dilandasai karena tidak adanya perhatian serius dari Pemerintah yang menjamin keselamatannya.

Bima tidak mampu menyembunyikan kebimbangan dan rasa takut yang bersemayam di hatinya. Kayla yang selama ini teman berbagi seakan tidak mau tahu lagi dengan perasaannya yang galau. Gadis itu seolah menjauh tanpa alasan yang pasti.
BERSAMBUNG







































Bagian 16

Tidak ada panas apalagi hujan, tanpa alasan yang jelas Keyla tiba-tiba saja bersikap aneh dihadapan Bima. Gadis itu uring-uringan tanpa alasan yang jelas. Bima yang terusik karena ulahnya memilih menjauh karena tak ingin menjadi bahan pelampiasan kekesalan.

“ Bim, gue mau bicara “, belum sempat mengatur langkah, sura berat dari gadis itu membuat Bima membatalkan niatnya.

“ Tumben, mau ngomong apa, bicara saja gue dengar kok “, balas Bima seakan sengaja mengulang kalimat yang pernah ditujukan padanya.

“ Lo nyindir gue ? “, protes Kayla tidak mau kalah

“ Nggak, mau bicara apa? “

“ Lo mulai nggak jujur sama gue tentang informasi yang disampaikan bu Rini. Apa lo ingin pendam sendiri dan nggak mau cerita lagi. Apa lo Sanggup? “, barisan pertanyaan meluncur begitu saja, membuat Bima bingung untuk menjawab yang mana.

“ Bukannya nggak mau bicara, gue nggak enak hati melihat sikap lo yang mendadak berubah “

“ Kita kan sudah janji bakal hadapi masalah ini bersama, tidak seharusnya lo pendam sendiri. Masalah ini tidak main-main Bim, ini menyangkut kehidupan lo “ ujar Kayla menyayangkan keputusan yang diambil laki-laki itu.

“ Maafin gue “, suara Bima terdengar kelu

“ Sekarang masalahnya makin berat, mereka sudah tau keberadan lo disini, apalagi yang bisa kita lakukan ?, mungkin lebih baik kita minta bantuan Polisi atau lembaga bantuan hukum “

“ Belum waktunya Kay, gue masih yakin mereka tidak bakalan tahu persembunyian kita “

“ Tapi tidak tertutup kemungkinan mereka menemukan kita disini, orang-orang pak Rudi nggak bakalan menyerah begitu saja “

Ada benarnya juga alasan Kayla. Apapun bisa dilakukan bagi mereka yang memiliki uang. Jangankan menuntaskan satu orang seperti Bima, lima sampai sepuluh orangpun yang bisa menggagalkan rencana mereka juga bukan masalah besar untuk bernasib sama.

Bima memandang kosong kearah balai-balai taman, pikirannya semakin kalut, laki-laki itu benar-benar pasrah dengan apapun yang terjadi nanti, meski berujung maut sekalipun.

“ Gue pernah dengar kalimat bijak yang mengatakan, sesuatu buruk yang kita bayangkan bakal terjadi, tidak sepenuhnya menjadi kenyataan. Gue harap situasi itu memihak pada lo. Jadi mungkin dari sekarang tidak ada salahnya berdamai dengan rasa takut “, Kayla berusaha menghibur laki-laki dihadapannya meski ia sendiri tidak begitu yakin.

“ Terima kasih Kay, gue nggak bisa bayangkan kalau Tuhan tidak mengirimkan sahabat buat gue sebaik lo “

“ Ye…. Jarang-jarang lo muji gue, jangan –jangan minta dibikinin kopi lagi “ celetuk Kayla yang membuat wajah bima berseri kembali.
BERSAMBUNG
































Bagian 17

Bima mengusap kedua bola matanya, seolah tidak percaya ia kembali memastikn sesuatu yang mustahil ada dihadapannya.

“ Kelilipan atau kemasukan upil? “, gumam Kay sambil berbisik yang membuat Bima salah tingkah.

Mendapat tudingan seperti itu Bima berusaha tampil wajar dan menjaga wibawanya dihadapan makhluk cantik yang sedang tersenyum kearahnya.

“ Mila memang sengaja kesini, tapi jangan ge-er dulu, bukan nyariin lo “, Kayla berusaha menyindir laki-laki yang masih terlihat syok itu.

Bima semakin merasa dipojokan, namun tidak bisa berbuat apa-apa, hanya mampu menahan getar-getar asing yang tiba-tiba saja datang seiring hadirnya sosok Mila yang berdiri tepat didepan mata kepalanya.

“ soriii, selama ini gue nggak kasih tau kalau Mila masih sepupuan sama gue, dia kesini ingin belajar banyak dari lo “

“ Belajar?”, ulang Bima yang belum begitu faham dengan arah pembicaraan

“ Iya, dia juga hoby menulis, tapi masih amatiran “

“ Gue kira belajar apaan? “, ujar Bima yang mulai menguasi keadaan.

“ Benar Mas, Mila ingin belajar banyak dari Mas Bima “

“ Nah sekarang kalian berdua gue tinggal, seterikaan gue masih nanggung “, pamit Kayla sambil mengedipkan mata kearah Bima.

Sepeninggal Kayla tidak banyak obrolan yang tercipta. Mila yang pemalu lebih banyak diam menunggu laki-laki disebelahnya berbicara. Bima juga demikian, ia juga tak mampu merangkai kata-kata, inspirasinya mendadak buyar saat diberikan kesempatan dengan sang gadis pujaan.

“ Kata Kay, mas penulis ya “, Mila mencoba membuka pembicaraan

“ Nggak juga. Memangnya Kay ngomong apa saja tentang aku “

“ Tidak banyak, Cuma dia menyarankan kalau ingin belajar menulis sama mas saja”

Untung saja Kayla tidak banyak cerita, kalau orang kamping sampai tahu kalau gue penulis dan sedang gencar diberitakan dimedia bisa-bisa penyamaran gue jadi berantakan, gumam Bima dalam hati.
“ Memangnya kalau Kay cerita banyak tentang mas Bima kenapa? “

“ Nggak kenapa kok “

Kembali suasana hening mendominasi. Sesekali Bima memberanikan diri menatap wajah gadis itu. Ada kedamaian yang ia temukan disana. Kepolosan serta kesederhanaan yang dimiliki Mila menjadi daya tarik yang sulit ia temukan dari gadis lain. Mila-pun sebenarnya sama, Bima telah menjadi idola baru baginya. Semua berawal dari usulan hingga membuat naskah pementasan drama yang akan berkangsung empat hari lagi.

“ Biasanya kamu nulis apaan Mil ?, kali ini Bima yang berinisiatif memecah kesunyian

“Cerpen, tapi aku mau coba bikin novel “

“ Hebat, Aku ada buku yang merangkum kiat-kiat menulis novel bagi pemula, nanti aku kasih “

Mila tersenyum menyambut tawaran yang diberikan Bima untuknya

“ Sering-sering saja main kesini, bukannya menggurui tapi, aku sedikit banyaknya punya trik jitu dalam menulis yang bisa kamu dedikasikan “

Mila menganggukan kepala, ada senyum manis yang terselip dari raut wajahnya. Bima benar-benar jago memanfaatkan keadaan, misinya untuk sering bertemu Mila sepertinya akan berhasil
BERSAMBUNG


















Bagian 18

Kampoeng Melayu diselimuti awan mendung, hujan yang setia turun dari pagi membuat orang-orang enggan keluar rumah. Bima memilih berdiam diri dikamar, udara lembab yang menusuk tulang memaksanya membatalkan rencana melihat persiapan terakhir anak-anak menjelang pementasan yang hanya menunggu hari. Suara ketukan pintu, membuat laki-laki itu sedikit malas beranjak dari tempat tidurnya.

“ Tumben, lagi ngapain ?, nggk ke balai pemuda ?”, sambut Kayla yang berdiri tepat dihadapannya.

“ Lihat nanti, hujan “

“ Mila nungguin tuh “, pancing perempuan itu yang kontan membuat wajah Bima seketika berubah.

“ Beneran? “

Kayla tersenyum, jebakannya ternyata berhasil. “ Gue mau Tanya, lo ada hati ya sama Mila? , gue lihat perhatian yang lo berikan tidak seperti biasanya “

“ Entahlah Kay, yang jelas gue nyaman berada didekatnya. Jujur, gue belum bisa memutuskan apa perasaan ini cinta atau bukan. Mungkin butuh waktu untuk meyakinininya “, Bima memilih jujur, tidak lagi menyimpan perasaannya seorang diri.

“ Mila anaknya baik, setahu gue dia belum pernah pacaran. Kalau suatu saat lo jadian, gue minta lo serius karna lo kan tau Mila masih saudaraan sama gue “

“ Jadi ceritanya gue sudah dapat restu nih ? “

Kayla menganggukan kepalanya, “ Asalkan lo jaji traktir gue setahun penuh “

“ dasar tukang makan, tapi gue sanggupi kok “, tantang Bima terlihat optimis.
***

Hujan masih menyisakan sisa-sisa gerimis, udara masih saja terasa dingin yang menusuk setiap sendi. Genangan air sisa hujan membentuk pulau-pulau kecil yang tersebar dibeberapa bahu jalan.

Dengan sedikit berat Bima akhirnya memutuskan mengunjungi balai pemuda, meski sedikit terlambat namun masih jauh lebih baik dari pada berdiam diri dikamar.
Suasana balai pemuda terlihat ramai, ada sekitara sepuluh orang yang sedang serius bermain peran disana, bunyi musik dan keriuhan suara membuat suasana malam semakin hidup.

Menjelang menginjakan kaki dipintu masuk, secara kebetulan mata laki-laki itu menangkap sosok yang ia kenal berada di taman yang tak jauh dari balai pemuda. Mila terlihat duduk bersama Riko, mereka terlihat menikmati suasana malam disebuah saung kecil. Sesekali ada senyum yang keluar dibibir pasangan itu. Entah kelucuan apa yang menjadi topik pembicaraan. Mereka benar-benar menikmati saat-sat indah itu. Kedekatan mereka mengundang sederet tandatanya dibenak Bima. Sayang ai hanya bisa menjadi penonton yang hanya menyaksikan setiap momen dari kejauhan.
BERSAMBUNG





































Bagian 19

“Selama ini Mila tidak pernah cerita ada hubungan apa antara dia dan Riko, makanya gue juga bingung kok tiba-tiba tu anak terlihat dekat dengan cowok berandalan itu “, sesal Kayla ketika Bima menceritakan kejadian semalam.

“ sebenarnya itu haknya Mila untuk berhubungan sengan siapa saja, lagian gue kan bukan siapa-siapa baginya, Cuma orang baru, pendatang lagi “

“ Sebagai Sepupu gue nggak suka kalau Mila berhubungan dengan Riko. Cowok itu terkenal berandalan, suka bikin masalah dan biangnya keributan “

Kayla benar-benar tidak menerima dengan situasi yang dilihat Bima tadi malam. Ia sudah terlanjur berharap Biam bisa menjadi pendamping Mila, setidaknya sebagai orang yang biasa melindungi dan menjadai sosok pembimbing yang baik. Namun harapannya sedikit menuai kendala.

“ gue rasa Mila berhak memilih yang terbaik, dia bukan anak kecil lagikan? “, kalimat Bima membuat wajah gadis dihadapannya kembali menyala.

“Gue nggak habis pikir mengapa Mila yang gue kenal penurut dan jarang terlihat dengan laki-laki bisa dekat dengan si brengsek itu, padahal dari dulu bencinya setengah mati “

Tidak dipungkiri, Bima mulai merasakan jika penilaainnya selama ini keliru, Mila yang dianggapa gadis baik-baik, polos dan jarang terlihat dengan laki-laki ternyata tidak sepenuhnya benar. Penilain itu diperkuat dengan kejadian semalam, disaat orang-orang serius mempersiapkan diri untuk pementasan, ia memilih berduaan ditempat gelap. Hilang sudah penilaian positif yang selama ini laki-laki itu tujukan padanya, semua buyar dan berlahan redup.

Rasa cinta yang sudah terlanjur ada kembali terusik, Bima berfikir untuk segera mengakhiri saja getar-getar aneh yang selama ini ia nikmati. Laki-laki itu semakin sadar jika mimpi dan khayalan tidak harus sama dengan kenyataan, garis Tuhan telah mentasbihkan, manusia hanya berhak mencintai dan dicintai namun tidak harus memiliki. Pengalaman ini memberi rangkaian pelajaran berati baginya, untuk tidak segera menuntaskan rasa cinta yang bermula dari pandangan pertama, tidak lagi menilai dan memutuskan mencintai hanya berdasarkan bentuk rupa, sikap dan penampilan.

Meski belum terlambat untuk bangkit dan mengatur langkah namun Bima belum mampu melupakan wajah gadis itu yang melekat erat di memorinya, membutuhkan waktu untuk membuang bayang-bayang cinta, entah untuk berapa lama dan sampai kapan.
BERSAMBUNG



Bagian 20

Lapangan badminton yang berada persis disebelah pos pemuda menjadi lokasi yang dipilih untuk pergelaran acara tujuhbelasan. Keputusan itu sesuai dengan hasil rapat sebulan yang lau. Salah satu pertimbangannya, karena lapangan bulu tangkis berada persis ditengah-tengah kampung sehingga bisa diakses dengan mudah oleh warga.

Seluruh pemuda terlihat sibuk menyusun drum, tenda dan kursi untuk para tamu dan undangan. Dodi sebagai ketua dekorasi juga terlihat larut mengatur latar dan tata letak panggung bersama Kayla dan beberapa anggota yang lain.

Hari ini adalah kilmaks dari kerja keras seluruh pemuda. Dipentas itulah nantinya pertunjukan drama akan ditampilkan., tempat mempertaruhkan hasil terbaik dari latihan yang dilakukan selama ini. Ada sedikit kecemasan yang terlihat diwajah sebagian pemain, namun untunglah mereka masih memiliki waktu sekitar lima jam lagi sekedar memaksimalkan penampilan.

“ Mas ada berita buruk, Mila tidak bisa tampil nanti malam. Katanya sakit “, tanpa diduga sebuah SMS dari Mila masuk ke ponsel Dodi.

“Kamu serius ?”, Bima berusaha memastikan berita itu dengan membaca pesan singkat yang dikirim melalu nomor CDMA itu.

“ Kok bisa mendadak begini, harusnya jauh-jauh hari Mila memberikan informasi, atau setidaknya dia datang kesini menjelaskan duduk masalahnya “, sesal Dodi sambil menantikan keputusan laki-laki dihadapannya.

“ Aku juga tidak habis pikir, lebih baik kamu hubungi dia, biar semua jelas “

Dodi segera mengambil handpnonenya dan segera menghubungi nomor gadis itu. Namun sayang setelah tiga kali mencoba, Mila tidak mengangkat panggilan darinya.

“ Ini yang paling aku takutkan. Sebelum Mila, barusan Riko yang mengundurkan diri dari pementasan “, keluh Bima sambil tetap berfikir keputusan apa yang akan diambilnya sepeninggal 2 pemain itu.

Bima tidak bisa menyimpan rasa kecewa. Bayang-bayang kegagalan terasa menghantui, menari seolah menertawakan perjuangannya selama ini. Bagaimanapun juga Mila dan Riko memiliki peranan yang sangat vital dan penentu berhasil atau tidaknya pementasan. Menunjuk pemain baru jelas tidak mungkin. Mila saja yang setiap malam latihan masih menemukan kendala dalam pengafalan naskah, apalagi pemain baru.

“ Kalau memungkinkan, saya bisa cari pemain pengganti mas “, Dodi memberi solusi


“ Tidak mungkin Dod “

“ Lantas jalan keluarnya bagaimana mas? “

“ Biar aku saja yang menemui Mila, siapa tahu dia mau merubah keputusannya “, harap Bima meski keputusannya sedikit dipaksakan.

Kalau bukan demi pementasan, mustahil sekali laki-laki itu mau melakukannya. Rasa tanggung jawab yang besar kepada warga dan seluruh pemain memaksanya melakukan apa saja, termasuk mengemis dihadapan cewek yang sempat membuatnya kecewa. Sebenarnya Bima tidak terlalu yakin dengan rencananya berhasil, namun tanpa pernah mencoba tentu tidak berhak berharap akan datangnya keberhasilan.
BERSAMBUNG
































Bagian 21

Sedikit ragu Bima memberanikan diri mengetuk pintu, ada kebimbangan yang merasuki dan tidak mampu Ia sembunyikan, rasa itu seakan memaksanya berbalik arah. Namun masih beruntung laki-laki itu mampu menepikan emosi, menggadaikan egonya demi sesuatu yang jauh lebih penting. Tidak menunggu waktu lama, sosok uyang ia cari-pun terlihat di balik daun pintu dan mempersilahkannya masuk.

“ Ada apa mas ? “, suara Mila terdengar tidak bersahabat

“ Sori kalau aku samapi menemui kamu kesini. Dodi bilang katanya kamusakit “, sedikit berbasa-basi Bima berusaha nenbuat lawan bicaranya bersikap baik.

“ Iya “

“ Itu makanya kamu membatalkan tampil dipementasan ? “

Mila menganggukan kepalanya. Tapi Bima menangkap ada kebohongan yang berusaha disembunyikan gadis itu

“ Mil, bukannya aku tidak mengerti atau berusaha memaksa kamu untuk ikut dipementasan. Aku dan teman-teman yang lain sangat berharap sekali kamu tampil. Tokoh R.A. Kartini sangat erta kaitannya dengan drama yang akan kita tampilkan. Tanpa kamu bisa jadi pementasan itu batal. Aku dan Dodi berpikiran tidak ada yang bisa menggantikan posisi kamu karena tidak mudah mencari pemain dengan mudah menghafal dialog dan memainkan peran “, ujar Bima barusan mencari pengertian.

Mila membuang pandangannya keluar jendela.seperti ada yang dipikirkan gadis itu.“ Maaf, saya benar-benar tidak bisa “

“ Kamu bisa lihat reaksi anak-anak yang kecewa dengan keputusan ini. Kita adalah tim, satu kesatuan yang bila salah seorang tidak bisa tampil akan mempengaruhi pemain yang lain “

Mila menarik nafasnya. Ia terlihat dilema, kalut dan begitu sulit menentukan keputusan. Ada sesuatu yang yang sepertinya ia sembunyikan.

“ Ada masalah apa Mil, kamu bisa cerita sama aku, sipa tahu bisa meringankan beban, jujur aku tidak terlalu yakindengan alas an sakit yang kamu kemukakan “

“ Kalu aku bilang alas an yang sebenarnya mungkin orang satu kampung kana geger, makanya aklu hanya menyimpan masalah itu sendiri, itu menurutku lebih baik “, jawab Mila sambil menurunkan tempo suaranya.


“ Setiap manusia tidak luput dari kesalahan, siapa orang yang tidak pernah melakukan kekeliruan?, kesalahan adalah resiko dari gagalnya kita dalam berbuat yang terbaik. Namun seburuk-buruknya kesalahan ternyata masih ada sisi baiknya. Ambilah hikmah dari itu semua dan lihat apa yang akan terjadi nanti “, sebuah kalimat bijak mengalir begitu saja dari mulut Bima.

“ Sepertinya saya ingin mati saja, menuntaskan perih yang selama ini terasa menyiksa “,

Entah karena alasan apa, tangis gadis itu tiba-tiba saja pecah.
BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar