Mengaku Haji
Cerpen oleh Arief Kamil
Ajo Malih awalnya seorang muazin yang setiap hari menyerukan suara adzan di
Mushalla Jabal rahmah, bangunan kayu yang berada dipojok kampung. Suaranya yang
merdu saat melafadzkan panggilan Allah ternyata mampu menarik simpati puluhan
jamaah. Namun entah kenapa sudah seminggu ini suara Ajo tidak lagi terdengar di
toa Mushalla. Laki-laki itu mendadak berubah, tak mau lagi dipanggil dengan
sebutan Ajo, panggilan yang kerap kali dijujukan kepadanya.
Perubahan itu semakin terasa tatkala laki-laki separuh baya itu enggan
mengumandangkan azan, aktifitas yang biasa ia lakukan. Perubahan itu semula
dianggap wajar bagi para jamaah, mereka mengira Ajo sengaja memberikan
kesempatan kepada jamaah lain untuk melakukan kebiasaannya.
Keheranan semakin bertambah disaat Ajo mulai merubah penampilannya, tidak ada
panas apalagi hujan, saat shalat magrib ajo tampil bak seorang haji, dengan
pakaian serta topi putih dikepalanya. Iapun mengaku haji dan minta dipanggil pak
haji seperti sutan Pulin yang baru saja pulang dari tanah suci.
Siapaun yang hadir saat shalat berjamaah tidak bisa menyembunyikan keherananya.
Mustahil sekali Ajo berangkat ke Mekah, jangankan ke tanah suci, keluar gari
kampung saja bisa dibilang jarang sekali. Saban hari laki-laki berbadan kurus
itu hanya berada di Mushalla, paling jauh perjalannannya mungkin hanya sampai
rumah pak RT yang berada di ujung gang.
Mak Tacin adalah orang yang paling sering ditanya jamaah tentang perubahan Ajo
yang tiba-tiba.
“ Mak tanyalah sama si Ajo itu, kapan dia ke Mekah, baa kok tiba-tiba haji saja
dia “, ujar rangkayo basa dengan bahasa indonesianya yang terdengar janggal.
“ Sudah saya coba tanyakan sama dia rangkayo. Tapi Ajo hanya diam saja”
“Diam bagaimana ini, sejak bila saja kerongkongnnya tersumbat?. Jangan-jangan
sudah terbalik kaji pula dia”, sebut rangkayo sambil membakar rokoknya.
“ Saya juga heran rangkayo, tapi kalau ingin jelas duduk persoalannya, rangkayo
sajalah yang bicara sama dia “.
Perubahan Ajo yang terkesan tiba-tiba menjadi bahan perdebatan warga. Ada yang
beranggapan laki-laki itu sudah salah kaji, ada pula yang mengira Ajo sudah
mendapat panggilan untuk ketanah suci, hanya menunggu waktu saja.
***
Di kedai tek Tiar terjadi perdebatan alot antara si empunya warung dengan
ustadz Feri, guru ngaji yang baru lulus S1 di Padang.
“ Sebenarnya tidak usah disikapi serius ulah Ajo itu tek. Ikuti saja kemaunnya,
kita doakan agar keinginanny di ijabah allah”
“ Tapi ada pula yang mengatakan si Ajo “ menuntut” Ustadz”,
“ Astagafirullah, jangan su’uzan tek. Menuntut bagaimana maksud etek?”, Tanya
Uastadz Feri yang tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh lawan bicaranya.
“ Kata orang, kalau warga mau memanggil Ajo dengan sebutan haji, maka Ajo Malih
akan kaya raya, uangnya berlimpah. Banyak yang mengatakan Ajo berguru pada
batang beringin tua di sebelah kampung” terang tek Tiar sambil membereskan
dagangannya.
“ Jangan percaya dengan dugaan warga lah tek, bisa saja itu tidak benar yang
nantinya akan menjadi fitnah. Dan kalau seandainya saja benar, maka perbuatan
itu sudah termasuk syirik, mempersekutukan Allah. Itulah dosa besar yang Allah
tidak ridho mengampuninya”
“ Tapi mana ada orang yang tidak ke Mekkah tapi tiba-tiba sudah haji saja, itu
kan tidak mungkin ustadz “ tek Tiar mencoba berdebat dengan pengunjung
warungnya.
“ Kita boleh saja tidak percaya dengan pengakuan Ajo, karena memang tidak masuk
kenalar manusia. Tapi juga tidak boleh menuding Ajo melakukan hal-hal yang
melanggar akidah. Sebaiknya kita dengar saja pengakuan dari orangnnya langsung
agar tidak ada lagi salah faham dan dugaan buruk “
“ Iyalah, kita tunggu saja “, balas tek Tiar seakan faham akan penjelasan dari
Ustadz muda dihadapannya
***
Seluruh warga berkumpul di Mushala, bangunan yang hanay berukuran 4 x 5 meter
itu mendadak ramai, tidak seperti shalat berjemaah yang biasanya hanya terisi
setengah syaf saja.
Ajo Malih duduk dibagian depan bersama ketua RT dan Ustadz Feri. Mereka
berhadap-hadapan dengan puluhan warga yang ingin menantikan penjelasan dari Ajo.
“ Sekarang tolong jelaskan alasan Ajo mengapa mengaku sebagai haji, katakana
saja terus terang agar semua yang hadir tidak berfikiran macam-macam lagi “,
buka Pak RT setelah mendengar desakan dari warga.
Ajo terlihat pucat, matanya tidak berani menatap wajah puluhan warga yang
memenuhi Mushalla. “ Saya minta maaf karena sudah mengaku sebagai haji. Saya
melakukan itu karena terlalu besar keinginan saya untuk kesana. Tapi sekarang
saya sadar jika keinginan itu mustahil terjadi. Saya hanya marbot Mushalla,
dapat uang darimana, jangankan untuk ongkos ketanah suci, buat makan saja susah.
Sekali saya minta maaf , ulang Ajo menahan malu.
“ Alhamdullilah, ternyata dugaan kita selama ini tidak benar. Saya harap kita
tidak lagi menuding Ajo berbuat syirik, Karena sama saja dengan mengumbar
fitnah”, ujar Ustadz Feri yang disambut penyesalan seluruh yang hadir.
“ Betul, sekarang semua sudah jelas dan tidak ada lagi tandatanya diantara kita
“, sambung pak RT.
“ Ajo, kita tidak tahu akan garis nasib seseorang. Ajo memang muazin, tapi kalau
memang Allah ridho dan memanggil Ajo untuk menunaikan haji itu bisa saja
terjadi. Percayalah ada – ada saja jalan menuju kesana “, giliran rangkayo
bersuara.
Ajo Malih terdiam, ia hanya mampu menundukan wajah. Ada penyesalan dan rasa
bersalah yang ia rasakan.
“ Mari kita do’a-kan semoga niat tulus Ajo di ijabah Allah “, pinta Ustadz Feri
yang diamini seluruh warga.
***
2 tahun kemudian, ternyata Ajo benar-benar berangkat menunaikan ibadah haji. Ia
diberangkatkan salah seorang jamaah yang namanya enggan disebutkan. Do’a
laki-laki itu ternyata di jawab Allah. Subhanallah.
Padang, 17 Juli 2009, sebuah cerita sebelum tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar