I J O L U M U T
Nama geng Lumut tidak asing lagi bagi para pejaka tangguh di balantika kampus. Maklum selain benar – benar lumut alias lucu dan imut, kumonitas yang bermakas di kantin Mbok Ijah itu terkenal dengan kreatifitas dan persahabatan mereka yang seperti kepompong.
Namun ada satu hal yang membuat anak – anak geng lumut merasa masih belum sempurna dibanding makhluk cewek kebanyakan yaitu, sama – sama belum memiliki sang kekasih hati. Sebenarnya tidak ada yang salah pada mereka. Ditanya cantik, dapat dipastikan seluruh makhluk Adam yang melihat pasti serempak menjawab jika mereka memang cantik. Lucu dan imut pun sedah barang tentu. Tapi kok masih betah nge-jomblo yah…?. Apa nggak ada yang cocok ?, atau malah mungkin sok jual mahal ?.
Untuk lebih serunya kita kenalan dulu yuk sama anak – anak geng lumut, yang ngakunya sih high quality Jomblo gitu.
Nah…. Cewek yang kelihatan serius nyantap bubur ayam dipojokan sana, namanya Puput. Puput sebagai ketua geng sebenarnya nggak smart – smart amat. Sedikit keras kepala dan hoby patah hati kalo berhadapan dengan cowok. Namun dibalik kekurangannya, Puput termasuk cewek mandiri dan rada tomboy. Rambutnya aja dipotong pendek gitu, persis kaya anak laki – laki.
Disaat usianya menyentuh angka 22 tahun, gadis penyuka kucing itu tidak sekalipun merasakan indahnya masa pacaran. Namun nun jauh dihati, keinginan untuk mendapatkan kekasih pujaan sangatlah besar. Padahal kriteria yang ia inginkan juga nggak susah – susah amat, hanya berharap cowok pengertian, nggak cemburuan, humoris, penyayang dan seumuran. Standarkan ?, kira – kira masih ada nggak ya stok cowok yang Puput inginkan ?.
Dan kalo makhluk yang lagi asyik ngupil sambil mengerjakan tugas itu namanya Mimi, padahal nama aslinya Dewi Kartika Utari. Mungkin lebih nyambung kalo disahut Dewi, Karti, Titi atau Tika, iyakan… tapi kok Mimi ya..?, nggak nyambung banget kedengarannya.
Mimi anaknya rada unik juga, cerewet dan alergi kalau dideketin Para jejaka. Malah ada yang bilang kalo gadis bergigi rapi itu terindikasi ada kelainan alias lesbian. ( ih….amit – amit cabang pohon…deh).
Sebenarnya Mimi cewek yang beruntung, bokapnya kaya, punya usaha lakangan lagi seru – serunya mengembangkan usaha di bidang perkebunan. Meski begitu Mimi nggak pernah membanggakan fasilitas dari orang tuanya, bahkan tu anak terkesan sederhana dan hemat banget. Saking hematnya, kembalian ongkos seratus perak dari sopir angkot saja di bela – belain minta ( t…e..r..l..a..l..u..).
Anggota geng lumut berikutnya adalah Nesa Fauziah, cewek blesteran Sunda Minang ini bisa dibilang paling cantik di banding dua rekannya yang lain. Si imut bermata sipit itu termasuk cewek yang rada kalem, penurut dan super cuek. Saking cueknya, meski sudah sering ditegur karena memakai sandal jepit kekampus, Nesa tetap saja Kue - kueh dan masa bodoh. Ujung – ujungnya Bu Nela, Dosen Paling galak sekalipun harus angkat tangan karena ulahnya.
Berbeda dengan Puput, Nesa sendiri sudah pernah pacaran sebelumnya. Itu terjadi di saat Ia duduk di kelas nol besar waktu Taman Kanak – kanak. Pas putus dengan pasangan ciliknya, sampai sekarang gadis itu tetap betah ngejomblo loh.
***
Siang ini anak – anak geng lumut benar – benar dibikin pusing tujuh keliling. Pasalnya sudah tiga hari ini beredar rumor yang mengatakan jika mereka bertiga adalah pasangan sejenis. Seperti virus yang mematikan, secara berlahan gossip itu menyebarkan dan menjadi rahasia umum di kalangan Mahasiswa . Pandangan sinis menjadi pemandangan rutin yang kerap kali mereka terima. Sindiran dan dan perubahan sikap yang teramat drastis menjadi materi dakwaan yang tidak selayaknya mereka terima .
Rencananya pas pulang kuliah nanti anak – anak geng lumut bakal bikin pertemuan serius di rumah Mimi. Seperti biasa barang siapa yang ditunjuk sebagai tuan rumah kudu menjamu temunya dengan baik. Situasi ini jelas kurang mengenakan bagi Mimi yang tersohor dengan sikap hematnya..( mungkin tepatnya pelit kali ye.. ). Makanya disaat orang lain fokus mikirin masalah, gadis itu malah sibuk menghitung anggaran biaya untuk pertemuan nanti.
“ lo pesen Pizza aja Mi, praktis dan nggak bikin repot “, request Puput memberikan pilihan.
“ setuju…, tapi pake brownes keju plus pudding mangga biar lebih kreatif lagi mikirnya “, sokong Nesa yang membuat wajah Mimi semakin keki.
“o..ga…ah. lo berdua jadi ikut – ikutan mikir konsumsi. Pokoknya nggak ada pizza – pizza-an, pudding mangga apa lagi. Palingan Cuma gorengan “, balas Mimi tanpa dosa.
***
Meski menahan muka masem karena makanan yang disajikan Cuma batagor plus air mineral, namun acara pertemuan itu tetap berlangsung a lot .
Dari pertemuan disimpulkan bahwa yang menyebarkan berita bohong itu adalah geng-nya Dea yang memang musuh bebuyutan anak – anak ijo lumut .
Untuk mengatasinya, Puput mengusulkan untuk balas dendam saja, dengan cara menyebarkan gossip murahan seperti yang ditimpakan Dea pada mereka. Tapi Nesa segera membantah,
“ nggak usahlah, mending pilih cara lain “
“ gimana kalo kita paksa Dea bikin iklan permintaan maaf di majalah kampus, secara kita kan dirugiin banget “.
“ gila…, dapet duit dari mana tu anak, jajan aja sering ngisi buku bon. Mending kita kerjain aja biar kapok “, tawar Puput memberikan pilihan.
“ maksudnya..?, ya kalo saran gue sih mending kita diemin aja, ntar juga hilang sendiri. Lagian kita juga sih, sampai sekarang masih betah ngejomblo “
“ye… kok jadi nyalahin kita sih ?, kita – kita belum punya cowok karena belum nemu aja mungkin juga belum ada yang cocok. Ntar pasti kebagian deh.. “
“ kebagian, emangnya sembako ?, uda ah..gue capek ngomongin cowok, nggak seru “, balas Puput sambil mengalihkan pembicaraan.
Tiba – tiba pertemuan itu hening, ketiga makhluk cantik itu lebih memilih sibuk dengan jalan fikiran mereka masing – masing. Namun sebenarnya sudah ada rencana yang bakal mereka lakukan esok pagi .
***
Sebuah pemandangan aneh aneh terjadi di ruang kelas . Tawa renyah menjadi bagian dari puluhan makhluk didalamnya. Puput yang kebetulan berada dikelas hanya bisa menahan tawa menyaksikan tiga orang cewek yang menjadi objek dari tatapan puluhan mata .
Dea, Fira dan Yuni benar – benar dibikin kalang kabut menyadari benda aneh yang nangkring di dalam tas mereka . Saking takutnya Dea nekat ngetem di atas meja Dosen sambil tak henti minta bantuan warga kelas . Sementara Yuni lari terbirit – birit dengan bertelanjang kaki, entah bersembunyi dimana .
Situasi yang sedikit beda dialami Fira, si cewek lemot. Gadis seksi itu nekat memeluk Rio, cowok jarang mandi yang sebenarnya paling Ia benci. Rio yang merasa mendapat rejeki durian runtuh terlihat begitu menikmati pelukan mesra dari lawan jenisnya. Situasi itu benar- benar mengundang tawa dan kehebohan seisi kelas . Maklum jarang – jarang ada pementasan lucu seperti itu, tidak dipungut bayaran lagi.
Menyaksikan situasi aneh dihadapannya, Puput benar – benar merasa puas . Rencana anak – anak geng lumut buat ngerjaiin Dea berjalan sempurna .
“ rasaiin, emang enak dikerjaiin “, gumam Mimi tersenyum simpul.
“ eh…ntar tikusnya lo yang adopsi ya, kapan – kapan kan bisa dipakai lagi “, ujar Puput yang disambut tawa renyah Mimi dan Nesa seraya melangkah ke kantin Mbok Ijah.
***
Gossip gila tempo hari sepertinya sedikit berpengaruh terhadap kehidupan pribadi anak – anak geng lumut . Terbukti siang ini bertempat di loby perpustakaan, Mimi, Puput dn Nesa lagi seru – serunya menyusun siasat buat menjaring cowok cakep untuk dijadikan kekasih hati. Nesa menyarankan agar menyebarkan selebaran foto mereka saja di jalanan disertai nomor telefon yang bisa dihubungi.
Sayang ide asal itu segera di bantah Puput karena jelas – jelas tidak masuk akal dan beresiko merendahkan martabat mereka di depan khalayak ramai. Solusinya Puput menyarankan untuk menghubungi dukun santet saja.
“ nggak ah, mending gue jomblo seumur hidup “, sanggah Nesa yang memang dari sono nya alergi dengan dunia perdukunan.
“ Terus gimana ?, lo kira gampang cari cowok di jaman sekarang “, protes Puput sambil mengerutkan dahinya.
“ ya..kan masih banyak cara lain, lewat jasa mak comblang kek “, terang Mimi menjelaskan.
“ mak comblang ?, maksud lo nenek - nenek yang jago bikin yang kecil jadi besar itu ?, yang benar aja non. Lagian kan jasanya khusus buat cowok gitu “, ujar Nesa nggak nyambung.
“ ye… asal cemot aja, yang gue maksud jasa orang ketiga bukan jasanya mak Erot. Gimana sih ?”.
“ he..he sory , jangan emosi dong “
“ mending gini aja, teman gue ada yang kenal dengan pimpinan biro jodoh. Kalo kita make jasa yang gituan gimana ? “, tiba – tiba sebuah usul keluar dibibir Puput.
Namun sayangnya saran itu lagi – lagi ditentang Mimi habis – habisan, alasannya dengan memakai jasa biro jodoh pasti memerlukan dana dan belum tentu berhasil.
***
Belum kelar menemukan solusi tentang masalah kemarin, eh… persolan baru muncul lagi. Kali ini datangnya bukan dari siapa – siapa, tapi dari internal anak ijo lumut sendiri.
Berawal dari buah keisengan Mimi yang nantangin Puput buat cari cowok tanpa mengharapkan jasa siapa – siapa alias cari sendiri – sendiri. Nesa dan Puput yang mengartikan itu sebagai tantangan, menyambut baik tawaran itu. Malah sampai pakai taruhan segala. Nggak tanggung – tanggung , siapa yang berhasil mendapatkan cowok dan mampu bertahan dalam waktu tiga puluh hari saja bakal mendapat tiket liburan gratis ke Bali, dua hari dua malam. Tentunya dengan resiko bolos kuliah.
Tapi siapa sangka kompetisi itu sedikit menghadirkan aroma panas dan perang dingin diantara masing – masing kandidat. Loh kok bisa ?.
Masalahnya sepele sih, Cuma masing – masing mereka nggak mau ngasih bocoran tentang target yang bakal mereka deketin. Dengan angkuhnya
Puput memberi deadline satu minggu saja untuk bisa menggaet seorang cowok idaman. Mimi juga nggak mau kalah, gadis itu sedikit lebih unggul karena hanya menjanjikan waktu enam hari dalam menemukan lelaki pujaan. Sementara Nesa yang masih buta akan kekuatan lawan sedikit memerlukan tempo, sekitar dua mingguan.
Bukan itu saja, ketiga cewek cantik itu juga sepakat membuat peraturan permainan. Diantaranya masing – masing kandidat dilarang curhat satu sama lain, tidak boleh mendekati cowok yang sama, usianya tidak lebih dari dua puluh lima tahun. Terakhir, pas tanggal 27 bulan depan mereka harus memperkenalkan pasangan masing – masing. Barang siapa yang melanggar, siap – sipa saja tereliminasi dan gagal melancong ke Bali.
Tidak ada yang keberatan dengan poin – poin yang disepakati, malah aura sok optimis terpencar malu - malu dari wajah mereka. Puput yang sebenarnya masih bingung dalam menentukan pilihan memaksakan diri tampil sebagai jawara. Nesa dan Mimi yang masih bleng, terlihat pasrah.
***
Sebenarnya bukan kebiasaan Puput buat mainin Hape sebelum tidur. Tapi entah kenapa malam ini gadis itu begitu tekun mencoba setiap nomor yang ia acak sendiri. Kadang tersambung, tak jarang juga suara merdu dari sang operator berdendang ditelingannya. Lagi seru – serunya larut dengan nomor acakan, tiba – tiba terselip sebuah pesan singkat kenomornya.
" ini sapa ya ?, kok cumi ?"
Merasa mangsaanya terjerat Puput-pun membalas SMS itu.
" sorry ganggu, tadi salah pencet nomor ", kilah Puput berbohong.
Lima menit berlalu balasan SMS-pun datang.
"O...kirain mau kenalan, aku Jo..kamu siapa ?"
Menyadari perangkapnya berhasil, Puput melancarkan jurus andalan yaitu tidak membalas pesan singkat dari Jo. Tujuannya agar cowok itu penasaran, syukur – syukur menghubunginya terus ngajak ketemuan dan jadian.
Eh..ternyata felling gadis itu tepat, tidak menunggu waktu lama handphone nya pun berdering, dari layar tertulis nama Jo.
" halo..ganggu ya ..? " buka laki – laki itu sedikit basa – basi.
Puput yang sedikit panik hanya bisa menjawab " nggak " dan kembali membisu.
" kok diam..?, pasti ganggu nih ?, aku nelfonnya kapan – kapan aja yah..".
" eh..nggak kok, tadi sih emang lagi kerja, tapi sekarang nggak lagi ", jawab Puput terbata.
" yakin..? "
" iya...yakin "
" Mmm lagi ngapain..? ", tanya Jo memulai obrolan.
" lagi tidur, tapi mata kayanya nggak mau diajak kompromi, jadinya iseng gitu deh megang Hape ".
" loh kok sama ?, aku juga lagi rebahan. Capek kerja seharian "
" oo jadi udah kerja ya, dimana ", balas Puput yang sepertinya sudah menguasai keadaan
" biasa Wirasawasta gitu, kebetulan ada usaha kecil – kecilan ".
" o.. kalau boleh tau usaha apaan ? ", kali ini Puput yang terpancing.
" jual beli mobil bekas, kamu "
" aku sih masih anak bawang, masih kuliah semester tiga ".
" kuliah dimana ? "
" di Universitas Persahabatan, jurusan Akutansi "
"Wah… pasti jago ngitung dong, ntar kalo mau magang ke kantorku saja ", tawar Jo sedikit menggoda.
" gampang, bisa diatur "
" eh… ngomong – ngomong ada yang marah nggak kalau aku telfon malam – malam begini. Ntar pacar kamu marah lagi ", goda Jo sedikit tertahan.
" ya..itu masalahnya ", Puput menggantung ucapannya.
" o..gitu.. aku tutup saja ya, nggak enak soalnya ", merasa lawan bicaranya keberatan, laki – laki itu berinisiatif menutup obrolan.
" eh.. jangan ditutup dulu, maksud aku.. karena masalahnya nggak ada yang cowok jadi nggak ada yang marah "
" o..gitu, kirain apa "
" Bagaimana mau punya pacar coba, tampang aja pas – passan gini '
" tampang sih nggak segalanya Put, biar cakep tapi hatinya hancurkan sama aja bohong. Banyak kan yang kaya gituan ? ", ungkap Jo sok bijak.
Mendengar penjelasan dari Jo, puput mulai menaruh simpatik. Entah datang dari mana, tiba – tiba gadis itu merasa yakin bahwa lawan bicaranya itulah yang selama ini yang Ia cari.
" kok diam ?, bukannya nggak sopan nih, bagaimana kala besok kita ketemuan. Sepertinya aku nyambung ngomong sama kamu ", tawar Jo yang mulai melancarkan jurun pamungkas.
" duh..gimana ya, ntar kamu nyesel ketemu sama aku "
" nyesel gimana, ketemu aja belum kok "
' duh..gimana ya.. "
" plisss... mau ya.. " harap Jo mencoba mempengaruhi gadis incarannya
" ya udah, ketemu dimana ". anehnya Puput begitu saja menyanggupi ajakan cowok itu.
" aku tunggu jam 2 di kafe seventen. Aku pake baju kemeja putih, celana cokelat pake rompi hitam ", ujar Jo memberi penjelasan.
" oke deh. Oya... kalo aku pake kaos putih dan jens biru "
" kloppp... aku tunggu ya ".
Percakapan-pun selesai, Puput yang sebenarnya berharap menemukan kekasih hatinya berlahan mencoba merangkai mimipi membayangkan kejadian indah yang akan terjadi esok hari.
***
Gara – gara kdung janji ketemu Jo siang ini, Puput rela menolak akjakan Mimi buat menjenguk Si Pupus, kucing kesayangan anak – anak geng lumut yang baru ngelahirin tadi malam. Padahal tu anak sayang banget sama si Pupus dan sudah janji bakalan lunasi biaya persalinan si Pupus kalau sudah ngelahirin.
Tapi sepertinya Jo jauh lebih penting dibanding ngumpul dan mencicipi bubur ayam mbok Ijah. Malahan yang bikin Mimi dan Nesa bete, Puput pergi nggak bilang – bilang, tancap gas begitu saja.
Sedikit clengak clenguk persis katak baru keluar dari tempurung, Puput mencoba menyisir setiap sudut ruangan. Banyaknya pengunjung memaksanya sedikit ekstra dalam memperhatikan setiap orang yang datang.
Tidak lama matanya menangkap sesosok laki – laki yang terlihat sibuk dengan ponsel-nya. Hati Puput bergetar hebat, dugaanya semalam ternyata bertolak belakang dengan kenyataan siang ini. Laki – laki yang sempat mengisi mimpinya semalam ternyata jauh dari kriteria cowok idaman.
" harusnya nggak jelek – jelek amat, tapi kok yang datang ucok Baba gini ", gumam Puput kecewa. Bayangkan saja , tubuh laki – laki teman kencan on airnya semalam Cuma setinggi dengkul pria dewasa, trus matanya abnormal alias juling lagi.
Untuk lebih meyakinkan dugaanya, Ia menghubungi pria itu.
" kamu sudah dilokasi ? "
" Udah... dari jam dua – an malah " , jawab Jo dingin. " kamu dimana ? "
aku masih dijalan , macet sih ", bohong Puput. " bisa kasih tau posisi kamu ? ".
" aku duduk dipojokan sebelah kasi, di mejaku ada bunga mawar. Begini saja, ntar kalau sudah sampai telfon aku saja ".
Berbekal pengalaman dari Jo, Puput kembali memastikan posisi laki – laki itu. Ternyata memang benar, orang yang terlanjur ada didalam hatinya adalah cowok yang Ia lihat tadi.
Tanpa ba bi bu lagi gadis itu segera cabut meninggalkan ruangan. Rasa kecewa begitu jelas terlihat dari wajah cantiknya. Wajar sih, sosok Jo yang Ia bayangkan tinggi besar, cakep dan sesuai kriteria, eh malah manusia separuh badan gitu.
Disertai langkah lemah, Puput memutuskan berbalik arah melupakan cintanya yang salah berlabuh. Mengubur dalam – dalam mimpi indah yang kadung bersemayam dihatinya.
" put....kamu masih lama..? ", kembali SMS dari Jo masuk seolah memastikan kembali peri hal kedatangan Puput siang ini.
Tidak ada gairah untuk membalas, dengan berat hati, gadis itu mematikan ponselnya.
***
Sudah tiga hari ini Mimi nekat datang ke kampus mengunakan jasa tukang ojek. Padahal kalau berani jujur, gadis itu paling takut diboncengi siapapun. Dan jika disuruh memilih antara jalan kaki antara Padang – Medan atau naik motor dengan jarak sepuluh kilo, pasti gadis itu memilih opsi yang pertama. Naik motor baginya sama saja mengingat kembali kisah pahit sepuluh tahun silam. Ya…karena tunggangan besi itulah kakak yang paling Ia sayang pergi untuk selamanya.
Berangkat mengunakan motor adalah pilihan yang sangat Mimi benci. Sudahlah panas, kena angin belum lagi hujan dan resikonya pun besar. Tapi entah kenapa pikiran itu mendadak sirna disaat Beny datang dan menawarkan jasanya mengantar Mimi berangkat ke kampus. Tukang ojek yang saban hari parkir didepan komplek perumahan itu memang terlihat berbeda di banding tukang ojek kebanyakan. Pekerjaan mengantar penumpang dijadikannya sebagai kegiatan mengisi waktu luang saja, sekedar mencari tambahan biaya kuliah. Maklum cowok itu juga tercatat sebagai Mahasiswa tekhnik di sebuah Perguruan tinggi Swasta.
Ada lagi yang membedakan Beny dibanding rekan seprofesi yang lain, ya…ketampanan-nya itu yang membuat Beny berbeda dan terlihat lain. Senyumnya, tutur katanya membuat Mimi kepincut dan berlahan mengagumi laki – laki itu. Seperti pagi kemarin misalnya, dengan kalimat yang tersusun rapi, Beny begitu fasih menawarkan jasa baiknya mengantar Mimi berangkat ke kampus. Malahan cowok gondrong itu tidak mau menerima ongkos yang telah seharusnya menjadi haknya.
Walau usia perkenalan baru memasuki hari ke tiga, namun Mimi mulai merasakan getar – getar aneh yang tidak bisa Ia simpulkan. Momen – momen pertemuan setiap pagi menjadi penawar dari debar – debar asing yang mulai terasa.
Mimi tidak ingin bertepuk sebelah tangan, tidak ingin terbuai perasaannya sendiri. Makanya lusa gadis itu berusaha mencari jawaban pasti dari perasaan Beny yang sebenarnya. Bukannya ge – er tapi, Mimi yakin Beny juga memiliki getar – getar yang sama. Perhatian, kebaikan serta gerak tubuhnya memang sedikit berbeda dan terlihat ada maunya. Bayangkan saja, mana ada tukang ojek yang rela mati – matian buat mengantar gratis penumpangnya. Mana sikapnya terlalu baik lagi.
***
Seperti biasa pagi ini Mimi hanya berdiri di pangkalan ojek. Tawaran demi tawaran dari tukang ojek lain, Ia tolak dengan halus.
Keinginannya bertemu Beny pagi ini begitu menggebu. Tidak pernah perasaan itu Ia rasakan sebelumnya. Pengaruh Beny benar – benar terasa kuat. Kebaikannya mengalahkan siapapun. Beny adalah kriteria cowok idaman yang nyaris sempurna. Sikap rendah hati, murah senyum adalah nilai plus dari laki – laki itu.
" lo nggak kuliah Mi ", sedang asyik – asyiknya menunggu, dering SMS dari Puput-pun berdering, memaksanya untuk menepikan mimpinya untuk sementara waktu.
" kuliah dong, gue lagi di pangkalan ojek nih, bentaran pasti nyampe ", balas Mimi seolah yakin kalau sebentar lagi bakalan berangkat.
Lima belas menit berlalu, tanda – tanda kedatangan Beny belum juga menunjukkan klimaksnya, sementara waktu terus saja berputar. Kesabaran Mimi Benar – benar di uji dengan tawaran dari tukang ojek lain yang berseleweran silih berganti. " lo udah jalan ?, bentar lagi Bi Riri masuk ", kembali pesan singkat dari Puput datang lagi.
Seperti buah simalakama, kontan kebimbangan merasuki. Sedikit berat gadis itupun memutuskan berangkat, merelakan tubuhnya dibawa tukang ojek lain.
***
Baru melangkahkan kaki dua langkah dari pintu pagar, tiba – tiba Mimi dikejutkan oleh suara gaduh yang bersumber dari pangkalan ojek. Merasa terpancing dengan situasi, Ia pun menghampiri keramaian. Puluhan Polisi berpakaian preman terlihat menggiring tiga orang pemuda, tidak satupun yang Ia kenal. Tidak lama seorang laki – laki terlihat pincang sambil diiringi seorang Polisi menuju mobil patroli.
Mimi benar – benar terkejut menyaksikan pemandangan dari sosok yang Ia kenal. Wajahnya terlihat meringis menahan rasa sakit hasil tembakan timah panas petugas.
" Beny.. ", ujar Mimi tertahan.
Belum sempat mendekati laki – laki itu, mobil patroli Polisi berlahan meninggalkan lokasi kejadian.
" kenal dengan pelaku ? ", ujar seorang pria menyadari reaksi Mimi yang terlihat tegang ".
" iya.. salah seorang dari mereka adalah teman saya ", jawab Mimi ling – lung.
" Mereka semua pengedar yang sudah lama di – incar Polisi ".
" Apa.. pengedar ? "
" Iya , target mereka agar bisa meracoki pemakai pemula atau malah tidak pernah mengenal narkoba sekalipun. Kebanyakan korban yang terjerat adalah perempuan muda seperti Mbak ", jawab pria itu menerangkan.
Bagai disambar petir di siang bolong, Mimi benar – benar tidak menyangka dengan kejadian barusan. Tapi untunglah Mimi segera sadar jika ternyata kedekatannya selama ini nyaris saja dimanfaatkan Beny dalam menyeretnya kelembah hitam.
Mimi bersyukur laki – laki itu segera tertangkap, walau beresiko perasaanya tidak terbalas. Dan..mungkin itu lebih baik.
***
Pernah dengar cerita Siti Nurbaya ?, itu tuh cerita yang tersohor banget dari daerah Sumatera Barat. Mengisahkan tentang duka lara seorang perempuan cantik yang dijodohkan oleh keluarganya. Mending kali ye sama cowok cakep, tajir dan masih muda, belum pernah kawin alias perjaka ting – ting. Tapi kalau sama aki – aki jompo siapa yang mau..?.
Lain cerita beda naskah, nyaris sama tapi sebenarnya berbeda, kira – kira begitulah yang dialami salah seorang personil ijo lumut.
Ceritanya tempo hari Dio, yang notabenenya masih sepupunya Nesa memberi peluang buat gadis itu untuk mengenalkannya dengan seorang cowok.
Awalnya Nesa menolak namun karena mengingat dan menimbang tentang taruhan yang sudah disepakati, ditambah lagi dengan telah ter-eliminasinya kandidat yang lain, akhirnya gadis itu menerima tawaran Dio dengan lapang dada.
“ anaknya cakep loh Sa, bokapnya pengusaha. Gue bawa fotonya..nih ! “, tawar Dio berpromosi.
“ lumayan sih…, tapi mau nggak sama gue “
“ tenang aja gue jamin dia bakalan mau. Siapa juga yang nggak mau sama cewek se- Perfect lo ‘.
“ Anaknya gimana ? “, selidik Nesa sambil memandangi foto yang diberikan Dio.
“ Namanya Ciko, anak tunggal pewaris tahta keluarga kaya. Harta Bokapnya nggak bakalan habis hingga tujuh turunan, delapan tanjakan hingga sembilan jalan berlubang. Bokapnya juga punya lima perusahaan besar yang tersebar di seluruh nusantara“
“ bukan itu yang gue maksud, tapi kepribadiannya “.
“ ye…kan udah gue bilang. Kurang apa lagi coba, mobil pribadi punya, rumah pribadi ada, perusahaan pribadi juga nggak ketinggalan. Nah.. tinggal satu lagi yang belum kesampaian, tu anak belum punya kekasih pribadi “, terang Dio belagak pilon.
“ rese.., mending nggak usah, orang serius malah bercanda “
“ wah…marah nih. Jujur sih gue belum pernah ketemu. Yang ngasih foto plus info seputar peluang ini sebenarnya Deni, teman gue. Tapi gue janji bakal selidiki kok “.
“ o.. jadi nggak kenal, ngapain promosiin ke gue ?’
“ dengerin dulu, gue bisa pastiin kalau Ciko anaknya baik, Cuma nggak bisa aja berhubungan sama cewek. Maklum, lagi serius – seriusnya ngurusin usaha. Gue janji lusa lo udah bisa tau siapa Ciko deh. Pokoknya segala tetek bengeknya - lah, kalau perlu nomor celana dalamnya bakal gue catet juga “, janji Dio meyakinkan.
“ nah… itu baru sodara “, gue tunggu ya.
***
Seperti janjinya kemarin, hari ini Dio nekat berlagak seperti ditektif, sibuk menyamar agar bisa masuk ke dalam gedung berlantai tiga hunian Ciko. Di pintu gerbang terpajang dua orang bertubuh gempal yang selektif sekali menerima tamu.
Tapi sepertinya misi cowok itu untuk bisa masuk kedalam menemui jalan buntu karena dihadang Body guard di depan pintu. Demi menghindari kekacauan Dio - pun mengalah dan mengubur rencananya menemui Ciko siang ini.
Misi A gagal, saatnya melancarkan Misi B. untuk itu Dio nekat berdiri di pinggir gang perempatan jalan yang berjarak tiga buah rumah dari pos penjagaan. Tujuannya agar bisa bertemu Ciko, paling tidak bisa melihat wajahnya secara langsung.
Sedikit manyun cowok itu menghitung setiap kendaraan yang lewat. Lima, sepuluh, sampai lima belas menit, Ia masih bisa bertahan dan berusaha tegar. Di menit kelima puluh lima kesabaran-nya benar – benar menemui titik nadir. Buntutnya Dio – pun menyerah dan berbalik arah, mengalah dengan misinya yang berakhir sia – sia.
Tidak ada jalan lain selain menghubungi Deni sahabatnya yang memberi peluang buat combalangin Nesa tempo hari.
“ gimana Den, lo udah atur rencana pertemuan Ciko belum ?, ujar Dio dari balik gagang telepon.
“ udah, Ciko ada waktu Kamis depan, tu anak minta ketemuan-nya jam tujuh malam di kafe Favorit “.
Mendengar penjelasan itu Dio semangat memberi bocoran pada Nesa yang sudah kadung berharap. Seperti dugaannya gadis itupun girang bukan kepalang dan malah sampai histeris segala.
***
Dan waktu yang ditunggupun akhirnya datang juga. Bertempat di sebuah kafe mewah Nesa nekat datang satu jam lebih awal.
“ lo Nesa kan ? “, tutur seorang Pria yang mirip dengan foto yang Ia bawa.
“ Iya .. kok tahu “, balas Nesa sekedar basa – basi.
“ Gue Ciko, jadi lo yang mau kerja ? “
“ Kerja ?, maksudnya ?,”
“ elo kan yang direkomendasikan Deni kemarin ? “
“ iya.., tapi…”
“ kapan bisa berangkat ? “, todong Ciko tanpa memberi kesempatan Nesa untuk bicara.
“ berangkat ?, maksud lo apaan sih ?, “
“ lo nggak dikasih tau Deni ? “
“ kasih tau apaan ?, gue nggak ngerti “, gerutu Nesa semakin bingung.
“begini.., gue minta tolong buat cariin cewek yang pintar mijit karena gue bakalan bikin Villa baru di pulau “
“ sialan, jadi gue disuruh kesini hanya buat dipekerjakan jadi tukang pijit ?, kurang ajar banget “
“ lo nggak mau ?, gue kasih bonus besar plus gaji tinggi deh“, terang Ciko yang tidak terpengaruh dengan reaksi cewek di hadapannya.
“ enak aja.., memangnya gue cewek apaan “
“ lo Cuma mijitin tamu asing trus nemenin mereka jalan – jalan . itu aja kok “
“ lo kira gue bisa di beli apa “, ujar Nesa sambil meninggalkan laki - laki itu dengan berjuta perasaan kecewa.
***
Tidak ada panas tidak ada hujan, pokoknya hari begitu bersahabat, cuaca juga tidak ada masalah. Tapi kok ada mendung ya pagi ini dikantin mbok Ijah. Tawa riang yang dulunya menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan seperti hilang di telan bakwan. Keceriaan pun melebur bersama bau enak nasi goreng.
Anak – anak geng lumut seaperti larut dan terlihat sibuk dengan jalan pikiran mereka masing – masing. Semua telah banyak berubah, setidaknya dalam kurun waktu dua minggu terakhir.
“ Lo berdua sudah temuin cowok yang lo cari belum ?, buka Puput berusaha mencairkan suasana. Dua orang yang ditanya malah adem ayem saja sambil berlagak sok imut dengan hape masing – masing.
“ Budek ya..? “, Puput memancing Nesa buat bicara, tapi sepertinya gadis itu lebih tertarik dengan gime King – kong-nya.
“ Gue tahu lo berdua udah pada nemu. gue mending mundur saja “, ujar Puput terlihat lesu.
“ Lo mundur ? “, akhirnya Nesa bersuara.
‘ Gue kapok deketin cowok lagi “.
“ Kenapa ?, katanya sanggup “.
“ Teori memang nggak segampang praktek apa lagi menyangkut cowok. Ngomong sih gampang, realitanya sulit banget “, ungkap Puput menyadari kekeliruannya.
“ Lo sudah coba ? “, giliran Mimi bersuara.
“ Sudah, hasilnya nol besar. Lo berdua ? “
Mimi dan Nesa saling berpandangan, mereka seakan malu mengakui kegagalan seperti halnya Puput yang berani bicara jujur.
“ Awalnya sih gue nemu sih , tapi..”, Mimi mengantung ucapannya.
“ Lo gagal juga kan ?, tembak Puput tanpa ekspresi.
Mimi menganggukan kepala, “ ternyata cowok yang gue taksir pengedar narkoba, dia ditangkap pas didepan mata kepala gue sendiri, untung saja belum sempat jadian.
“M..m.. gue juga gagal kok “, Nesa yang awalnya gengsi untuk ngaku, akhirnya jujur juga.
“ nah..lo.., ceritanya gimana ?, gumam Puput mencari penjelasan.
“ gue pernah srek sama cowok, lucunya Cuma lewat foto. Ganteng sih, kaya lagi. Tapi sayang tu cowok nggak ada hatinya, masa gue yang ngebet banget buat jadian eh.. malah ditawarin jadi tukang pijit, be..te. padahal gue udah kadung berharap lagi “, curhat Nesa Panjang Lebar.
Puput dan Nesa tidak bisa menahan tawanya mereka merasa terhibur dengan kisah unik sahabatnya yang jauh lebih menyedihkan.
“ walah..jadi ceritanya kita gagal semua nih..? “
“ Ya…gi..tu..deh “, sambung Nesa malu – malu.
“ jadi liburan ke Bali nya batal dong, tapi nggak apa – apa sebagai gantinya gue bakal traktir lo berdua, soto nasi plus lemon tea “, tawar Puput yang segera dihidangkan mbok Ijah.
“ nah..sekarang kita tos dulu untuk kegagalan dan kesialan kemarin, semoga nanti kita bisa temuin cowok yang kita cari “, Ujar Puput yang diamini kedua rekannya.
“ chooors “, dan terdengar suara renyah diselingi tawa riang yang telah lama hilang. Kantin mbok Ijah-pun terasa hidup lagi.
***
Sebenarnya Mimi masih sangsi buat mengikuti jejak Jo, Abang – nya yang kuliah sambil tetap kerja. Kuliah baginya adalah memberikan waktu sepenuhnya untuk tetap fokus dalam menjalankan pendidikan.
Tapi kalau dipikir – pikir, boleh juga. Toh Abangnya juga bisa mengatur waktu, terbukti saban semester IP-nya tidak pernah berubah dari angka tiga. Apa lagi membuka usaha sendiri bisa belajar mandiri, mengasyikan dan pastinya tidak terlalu bergantung dengan orang tua.
Namun disinilah letak permasalahannya , Mimi sedikit bingung menentukan bisnis yang bakal Ia jalani. Apa lagi selama ini gadis itu belum pernah memiliki pengalaman. Kalau menyangkut modal, bisa
dipastikan sang bokap telah siap dengan duit sekopernya. Selagi dikelola dengan baik dan bertanggung jawab, tentunya tidak merupakan masalah.
Sebenarnya ada dua pilihan yang ditawarkan Papa untuknya, buka counter Hp atau Mini Buitiqe. Namun Mimi menolak dua opsi itu dengan alasan kedua usaha itu telah menjamur dan tidak populer lagi. Makanya tu anak jadi bingung sendiri menentukan usaha di krisis global ini.
***
“ tumben lo ngundang kita berdua “, Komentar Puput pas mau masuk pintu depan
“ iya.. gue manggil lo karena hal penting “
“ masalah cowok ya… ?, tebak Nesa sambil mendaratkan pantatnya di Sofa.
“ nggak, Cuma mau minta saran lo berdua aja kok “
“ Saran ?, saran apaan, tumben ?, kan bisa SMS atau telpon kek. Jadinya kan nggak capek – capek kaya gini, mana hari minggu lagi “,
“ memangnya kalau hari Minggu kenapa ada acara ? , sama siapa bu…k “. Paling Cuma tidur seharian “, sanggah Nesa Yang bikin Puput cemberut.
“ begini, rencananya gue bakal dikasih modal sama Papa buat bikin usaha kecil – kecilan gitu , tapi gue bingung mo bikin usaha apaan ya ? “
“ nah… gimana kalo bisnis panti pijat saja, kan seru..? “, potong Nesa sedikit menggoda .
“ enak aja, memangnya mau di uber- uber Pamong Praja “, gue sih ogah “
“ nah..gue da ide, gimana kalu kita buka perusahaan biro jodoh aja. Jarang – jarangkan ada yang buka bisnis gituan “, sebuah ide lahir dari mulut Puput.
“ serius..? “, gumam Mimi tidak percaya.
“serius dan gue jamin cepat balik modal “.
“ gimana Sa, lo setuju “, tanya Mimi meminta persetujuan sahabatnya.
“ gue sih setuju aja, lagian unik juga “.
Merekapun menuntaskan pertemuan itu dengan memesan bakso urat yang kebetulan lewat di depan rumah.
***
Bagian gudang yang biasanya penuh sumpek dengan barang – barang rongsokan, tiba – tiba disulap menjadi ruangan kantor Mini yang dilengkapi fasilitas yang lumayan lengkap. Mimi terlihat puas menyaksikan hasil karya para pekerja. Meski tidak terkesan mewah namun lumayan untuk tahap awal.
Pembagian tugas pun sudah diatur, Mimi sebagai tuan rumah merangkap penggalang dana dihargai dengan jabatan Direktur Utama, Puput dan Nesa yang Cuma Invest semangat dan do’a masing – masing dipercaya sebagai Manajer Operasional dan Sekretaris. Untuk masalah promosi mereka juga telah membuat iklan di surat kabar dan sebuah stasiun radio.
Entah lagi hoki atau karena memang sudah rejeki, baru sehari dibuka sudah lima orang yang mengirimkan email berupa data dan foto. Ternyata media memang pilihan yang tepat untuk berpromosi, buktinya baru sehari terbit sudah memberikan kontribusi yang berati.
“ lo atur pertemuan Joni dan santi ya, kayanya mereka cocok “, komentar Mimi setelah mempelajari data yang masuk.
“ siap Bos, serahin ke gue “, seperti agen jodoh yang malang melintang di balantika perjodohan Puput begitu terlihat yakin menjadi sponsor pertemuan.
***
“ thnx ya mbak, saya sudah bertemu dengan Sinta, do’ain aja semoga jadian. Itu semua karena bj. Lumut. Com. Kapan –kapan kami main ke markas deh “, sebuah email ucapan terima kasih dari klien perdana menjadi gumpalan semangat baru bagi anak – anak geng lumut.
“ good job , tapi kita jangan sampai over confident dulu, lo udah pada liat belum berapa jumlah klien yang sudah mendaftar. Awalnya gue juga nggak percaya tapi, setelah di cek and ricek lagi ternyata jumlahnya
memang lima puluh satu orang. Gila nggak tuh “, ujar Mimi dengan wajah cerah. “ belum lagi kita dapat order besar, tadi pas gue rehat dan lihat – lihat email yang masuk. Namanya Rendi, Ia minta dicariin jodoh yang umurnya lima tahun lebih muda, gimana Put lo bisa atur nggak ?.
“ bisa dong, ntar gue bakal cariin jodoh yang pas “
“ kita dibayar lima juta untuk proyek ini. Kalo berhasil berarti modal kita balik. Bukan itu saja Rendi juga minat invest sepuluh juta untuk bisnis kita, gue harap lo nggak sia – siain kesempatan ini.
“ tenang saja, besok gue pasti seleksi kandidat yang pas buat Rendi “, ujar Mimi yang tetap serius dengan pekerjaannya.
***
Janji Puput buat nyaloin jodoh untuk Rendi sepertinya menemukan jalan buntu. Seluruh email yang masuk rata – rata berusia diatas tiga puluh tahun. Belum lagi kriteria yang di inginkan si klien yang nyaris sempurna.
Sebenarnya bukan Puput saja yang pusing dengan proyek yang terancam gagal itu, Mimi malah sampai lupa makan, lupa mandi sampai lupa mandi.
“ serius nggak ada yang cocok “, ujar Mimi meyakinkan Puput yang seperti kehilangan gairah. “ bener, rata – rata usia kandidat cewek diatas tiga ouluhan “.
“ trusss…? “
“ ya doain aja semoga ada yang masuk, paling nggak sampai besok pagi “, gumam Mimi sedikit pesimis.
“ begini saja, kalau sampai besoknggak ada yang masuk, gue mau kok jadi kandidat pengganti “.
Benar – benar mengejutkan, Nesa yang sejak awal memposisikan dirinya sebagai pendengar, mendadak nekat menawarkan diri.
“ lo serius Sa ? “, ujar Mimi tidak percaya.
“ Bener.., gue serius ..”
“ jangan gila dong… “
“ begini saja , lo berdua atur pertemuan gue, kapanpun waktunya gue siap kok “.
“ ya sudah kalo lo yang minta gue nggak bisa nolak “.
Mimi benar – beanar terkejut dengan keputusan Nesa yang tiba – tiba, tapi karena pilihan gadis itu sudah bulat dan tidak bisa ditawar lagi, Ia pun memberi restunya.
***
Meski tidak begitu yakin dengan keputusannya, namun Nesa berusaha tenang menghadapi pria baru dihadapannya. Jantungnya hampir saja copot ketika laki – laki itu menanyakan sesuatu yang sangat prinsipil dan bersifat pribadi.
“ Sa.. kamu mau kan nikah sama aku “.
Tidak ad kalimat yang bisa ter-ucap, Nesa hanya mampu diam berharap pertanyaan itu segera hilang dengan sendirinya.
“ bagiku tidak ada istilah main – main dalam berhubungan. Aku tipe orang yang serius. Mungkin karena alasan itu pula setiap cewek yang aku dekati, satu persatu mengundurkan diri karena tidak sanggup menjawab pertanyaan itu “.
“ tapi, tapi kita kan bisa pacaran dulu Ren “
“ Pacaran ?, jujur aku sulit mendefenisikan apa itu arti pacaran “.
“ ya.. paling tidak kita bisa saling kenal dulu, mempelajari sifat dan karakter masing – masing “.
“ itu bukan defenisi pacaran, tapi sekedar penjajakan. Menurut Ku setelah menikah - pun seseorang bisa melakukan itu, tentunya harus sama – sama berani menerima kekurangan pasangannya “, ujar Deni yang tidak mampu lagi gadis itu tepis.
“ Aku belum siap kawin Den “.
Laki – laki itu lantas tersenyum, “ aku tidak mengajak kamu kawin tapi nikah. Jangan disamain dong “.
“ ya.. maksud aku itu “.
“ oke…, kalau kamu nggak mau atau nggak sanggup kita terpaksa pacaran dulu deh “, tutur Deni yang disambut tatapan tidak percaya dari gadis dihadapannya.
“ kamu serius ? “
“ serius, aku nggak mau lagi jadi pecundang karena selalu saja memaksakan keinginan. Mungkin kegagalan selama ini bersumber dari ego Ku juga.
Ternyata Deni termasuk cowok yang romantis juga, pengertian dan sepertinya melindungi. Nesa benar – benar mendapatkan durian runtuh disaat tidak musim durian. Kehadiran laki – laki itu membuatnya kembali bangkit dari sisa – sisa trauma masa lalu. Cowok yang Ia nilai selama ini sebagai sumber masalah dan bibit penyakit sesaat mulai hilang semenjak kehadiran pria yang ada dihadapannya. Mungkin ini kado terindah dari do’a nya selama ini. Seseorang yang memang dihadirkan Tuhan yang teramat sempurna. Deni yang pengertian dan begitu terlihat dewasa adalah sosok yang sekian lama Ia impikan.
Untuk hari – hari selanjutnya bisa dipastikan penilaian negatif, tatapan sinis dan gossip murahan selama ini berkembang akan segera terbantahkan.
“ kamu ngapain Sa, kok malah bengong ?, nggak mau pacaran dengan Aku ?, tiba – tiba Deni membuyarkan lamunan gadis itu.
“ eh.. sorry , kamu bilang apa tadi ? “
“ tuh.. kan, nggak nyambung. Kamu mau kan jadi pacarku “, ulang Deni kali yang kedua.
Tanpa perlu pikir panjang lagi Nesa begitu mantap menganggukan kepalanya.
***
“ Ye.. yang lagi kasmaran, gimana ngedetnya ?, oke nggak ? “, serobot Puput ketika Nesa turun dari ojek.
“ su…k…s…e..s “, sekarang gue nggak jomblo lagi, gue bebas dari kutukan “, teriak Nesa sambil memeluk sahabatnya.
“ Sumpah… lo “, Mimi yang lagi asyik – asyik melihat foto para kandidat yang masuk terpancing dalam situasi yang haru.
“ iya.., gue baru aja jadian “.
“ wah.. selamat ya , gue jadi iri. Kapan ya gue bisa dapetin cowok “ sesal Mimi sedikit miris.
“ udah.. jangan sedih ntar juga nemu kok “.
Sedang asyik – asyik nya ngomongin keberhasilan Nesa, tiba – tiba terdengar ketukan pintu dari arah depan. Spontan Mimi langsung ngacir mencari arah sumber suara.
“ selamat sore, benar ini kantornya BJ. LUMUT ?, ujar seorang pria.
“ benar, silahkan masuk. Ada yang bisa kami bantu ? “.
“ kenalkan saya Andi, tujuan saya kisini mau ikutan daftar buat cari jodoh. Siang tadi Deni cerita kalau mau cari jodoh yang berkualitas ya disinilah tempatnya “
“o..gitu ya, isi blangko dulu ya “, tawar Mimi sambil menyerahkan daftar isian.
“ kok dibela – bela – belain datang kesini ? , kan bisa ngirim lewat email “.
“ ya.. Saya Cuma ingin mastiin aja kalo kantor BJ.LUMUT itu beneran ada. Kan di jaman sekarang sering terjadi penipuan “.
Bener juga sih, tapi kami legal kok. Nggak kaya yang Mas bialng tadi “, bela Mimi berpromosi “.
“ ngomong – ngomong mbak yang itu namanya siapa ya ? “.
“ o..o yang itu, namanya Puput, karyawan sini juga. Memangnya kenapa ?, dia masih jomblo loh “, untuk yang kedua kalinya Mimi berpromosi.
“ beneran ?, ah mbak bercanda kali “.
“ beneran, kalo nggak percaya tanya aja sendiri “.
“ nggak ah, oya.. bisa minta kartu namanya ?, sekalian sama mbak yang itu “, tunjuk Andi kerah Puput.
“ boleh..nih “, dengan senang hati Mimipun melunasi permintaan klien barunya.
***
“ Gila.. sudahlah cakep, sopan, Dokter gigi lagi, tapi kok masih kerasan ngejomblo sih “, komentar Mimi yang terdengar lantang.
“ ada apan sih ?, kalo marahin anak jangan sampai kedengaran tetangga dong, malu buk… “, protes Nesa yang kelihatan sibuk dengan pekerjaannya.
“ tadi ada klien yang mau minta di cariin jodoh “.
“ ya.. biasa kan, nggak mungkin kali dibela – belain kesini cuma ngantri sembako “, canda Puput yang sedang serius mencocokkan pasanagan.
“ iya.. tapi gantengnya itu tuh yang bikin nggak tahan, bagi gue aneh aja ada Dokter cakep, baik tapi nggak punya pasangan “.
“ Dokter..?, yang bener “, serobot Puput sambil merampas foto yang ada ditangan shabatnya.
“ he…he, sabar dulu non “, balas Mimi seraya mengamankan foto itu ke dalam saku celananya.
“udah kesini, gue mau lihat “.
“ nggak bisa, yang dapat duluan kan gue “.
“ loh kok ‘ napsong ‘ gitu, gue kan Cuma lihat doang “, protes Puput yang nggak habis fikir.
“ Pokoknya nggak bisa “.
“ Ya sudah, lo yang handle tapi jangan minta bantuan gue ya “.
“ siapa takut, lagian kan masih banyak yang bisa lo kerjain, kok nyosor bagin gue “, balas Mimi membela diri.
“ gue sih nggak masalah tapi, apa dosanya sih kalau gue lihat foto tu cowok “.
“ terserah gue dong, asal lo tau aja disini gue yang berkuasa, jadi apapun keputusannya gue yang atur lo berdua musti nurut “, gerutu Mimi mempertahankan ego – nya.
“ udah.., lo berdua apa – apaan sih, ribut gara – gara cowok. Mending kalau dapat, kalau nggak kan malu – maluin. Kaya baru liat cowok aja “, Nesa yang terusik karena sikap kekanak – kanakan sahabatnya, tidak mampu lagi menahan emosi.
***
Pertikaian antara Puput versus Mmi ternyata berlanjut sampai hari berikutnya. Hanya karena cowok, dua sahabat kental itu rela menabuh genderang permusuhan yang nggak penting. Nesa yang sejak awal mencium aroma perselisihan mencoba bertindak sebagai penengah. Namun sayang, niat baiknya terkendala karena sudah dua hari ini Puput nekat nggak masuk kantor.
“ gue beneran nggak habis pikir sama lo berdua. Gara – gara cowok rela sikut – sikutan, dorong kanan kiri. Mending kalo Andi-nya mau “.
“ Ya gue minta maaf “, ujar Mimi menyesal. ‘ Minta maafnya bukan sama gue, tapi sama Puput no..! “
“ iya deh, ntar gue samperin tu anak “.
Semenjak Puput absen, banyak perubahan yang terjadi, pertikaian itu bukan saja berdampak pada hubungan persahabatan mereka, namun juga berimbas pada bisnis yang baru mereka rintis.
Masalah cowok kadang sensitif juga, apa lagi kalau si cowok merasa kepedean menganggap dirinya sebagai bahan rebutan, bisa – bisa menghancurkan hubungan persahabatan yang telah lama terjalin.
“ gue nggak mau tau, kalau sampai besok lo berdua nggak akur juga, gue bakalan mundur dari BJ. LUMUT “ , ancam Nesa dengan wajah serius.
“ loh kok gitu, nggak bisa dong. Lo sih iya, udah ada pada level aman karena udah dapetin cowok, nah gue…? “.
“ o.. jadi itu alasannya mengapa lo sampai ngorban - in persahabatan, oke biar lo baikan lagi gue rela mutusin Rendi “.
“ lo apa – apaan sih ?, bukan itu yang gue maksud “, bantah Mimi berusaha meluruskan masalah. “ alasannya karena gue nemuin cinta da mata Andi, Nes. Itu saja “.
“ baik, kalo itu menurut lo. Tapi nggak harus ngorbanin teman dong, lagian Puput Cuma pingin lihat foto tu anak doang, apa salahnya sih ? “.
“ udahlah.., jangan ungkit – ungkit lagi, gue capek “, hindar Mimi yang mulai terlihat kusut.
***
Ada awan cerah pagi ini, meski bukan dalam jam kantor, tapi yang namanya bisnis bisa terjadi dimana dan kapan saja. Seperti yang dialami Mimi misalnya. Kala lagi serius dengan bubur ayamnya, dering SMS sepertinya tidak menaruh kompromi untuk berdering. Sebuah pesan singkat dari Andi memaksanya untuk segera membuka kunci.
“ hi.., Mimi gi ngap ?, dah ktemu jodoh buat aku blum, o iya ada proyek bru nih, tman aku yg juga doktr gigi pngin bergbung di bj.lumut, ntar datanya aku kirim via email deh “.
Tanpa perlu pikir panjang, Mimipun membalas, “ gi kul, aku dah temuin yang pas buat kamu, pokoknya te – o – p – bgt.
Tanpa di duga debar – debar aneh yang mulanya biasa saja berlahan menjadi hal yang luar bisa. Ternyata masih ada cinta pada pandangan pertama.
Belum sempat menuntaskan sarapannya lagi – lagi pesan singkat masuk kedalam ponselnya.
“ MI, aku btalin aja d ngedaftarnya. kayanya aku udah temuin cwek yang pas d. sory ya dah ngerepotin “, tulis SMS Andi yang membuat Mimi terlihat bingung.
***
Hilang sudah kecerian Mimi selama ini. Getar – getar cinta yang sudah mulai tumbuh, mendadak hilang entah kemana. Meski hanya sebatas wacana, sebetulnya rencana untuk mengungkapkan perasaan itu telah ada. Namun semua harus layu sebelum berkembang. Hatinya lirih, ternyata apa yang dikatakan Nesa memang benar, bila Andi tidak merasakan perasaan apa – apa. Belum lagi perselisihan dengan Puput yang membuat suasana semakin runyam.
“ nggak dihabisin sotonya “, ujar mbok Ijah meyakinkan gadis yang terlihat lusuh dihadapannya.
“ lagi nggak napsu Mbok. O iya ntar kalo Nesa tanyain bilang saya nggak masuk ya mbok “
“ iya deh “.
Entah mendapat ide dari mana, tiba – tiba Mimi memutuskan absen kuliah pagi ini. Mungkin dengan cara itu Ia bisa sedikit saja melupakan masalah yang kini sedang mencekam.
Baru saja menyentuh teras depan rumah, nada SMS hape – nya berdering, berharap pesan itu segera dibaca.
“ Mi..kita ktemuan nanti sore yuk, mau ? . tulis pesan singkat yang ternyata dari nomornya Andi. Sungguh di luar dugaan, Andi yang juga menjadi sumber masalah, tiba – tiba kembali memberikan sebuah harapan.
“ nggak salah tuh ? “. Balas Mimi yang tidak terlalu yakin.
“ bneran, aku tnggu di kafe 17 y, plisssss “, kali ini Mimi merasa yakin dengan situasi yang terjadi.
“ y d “, sedikit jual mahal gadis itupun akhirnya menyanggupi.
***
“ dari tadi..”, sambut Andi sambil menempati tempat duduknya.
“ eh, nggak kok “.
“ Sory ya bikin janji dadakan gini, habis penting banget sih “.
“ Nggak apa - apa kok, kebetulan juga lagi kosong “.
“ tujuan aku ngajak kamu kesini Cuma ngasih tau aja kalo aku mengundurkan diri dari daftar pencari jodoh kemarin “, ujar Andi memulai obrolan.
“ o… ya nggak apa – apa sih, kami juga ngak memaksa klien kok, santai aja “.
“ Aku sudah ketemu calon yang pas sehari setelah gue bergabung di BJ. LUMUT “.
“ oya.. selamat ya “, balas Mimi sedikit lesu.
“ kamu nggak ingin tau siapa cewek yang aku maksud ? “, tawar Andi sepertinya Cuma basa – basi.
“ kaya – nya nggak perlu deh. jadi tujuan kamu ngajak aku kesini Cuma ngasih tau itu doang, kemarin kan udah “.
“ itu makanya, aku ingin kenalain ke kamu sekarang “.
“ terima kasih, nggak usah “, balas Mimi sambil mengatur ancang – ancang untuk pamit.
“ Mi, tunggu dulu dong, kamu tau nggak kalo cewek yang aku maksud adalah.. “, gantung Andi yang membuat hati gadis disebelahnya getar – getir.
“ cewek itu adalah kamu Mi “, sambung Andi beberapa saat kemudian.
“ apa..?, kamu bercanda kan ? “
“ nggak, aku serius. Sejak pertemuan kemarin aku merasa sudah menemukan seorang yang selama ini aku cari. Dia adalah kamu “.
“ aku nggak mimpi kan ? “, gumam Mimi seperti orang bego.
“ ini kenyataan Mi, aku benar – benar sayang sama kamu “, pinta Andi berharap.
“ a.., aku juga sayang kok sama kamu “, hanya itu yang bisa gadis itu ucapkan, tentunya ebagai jawaban atas pertanyaan yang baru saja Ia dengar.
Kedua insan itupun lantas terlibat perbincangan serius, saling mendengar curahan hati masing – masing.
***
Seperti prediksi Nesa semula jika sebentar lagi bakalan ada islah alias upaya perdamaian antara dua blok yang lagi bersiteru. Bertempat di kantin mbok Ijah, kedua cewek yang sudah tiga hari ini diam – diaman akhirnya menuntaskan perselisihan mereka. Malah dengan jiwa besar Puput mengucapkan selamat pada sahabatnya yang baru saja jadian.
“ lo mau nggak gue comblangin, kebetulan ada kandidat yang kriterianya lo banget “, tawar Mimi yang memang menyimpan sebuah nama.
“ nggak deh “
“ loh Kok gitu “
“ karena gue nggak butuh cowok lagi “, jawab Puput yang bikin Nesa Menghentikan suapan-nya.
“ lo mau ngejomblo seumur hidup dan biarin anak – anak menganggap lo ada kelainan gitu ? “
“ bagi gue apa yang di gosipin anak – anak nggak begitu berpengaruh “.
“ iya…tapi kuping gue ini yang panas dengerin gossip murahan itu “, komentar Nesa yang tidak setuju dengan keputusan sahabatnya.
“ iya… lagian apa kata orang, kita punya media yang bisa promosiin orang – orang tapi, kita sendiri te…te…p.. aja nggak laku – laku “, dukung Mimi yang bikin Puput tersenyum.
“ gue mending jadi perawan ting – ting seumur hidup deh, kan unik ada cewek cakep tapi nggak kawin – kawin, jarang – jarang kan ?“, kelakar Mimi yang bikin Nesa menahan nafas.
“ lo sudah gila ?, jangan stres sampai segitunya dong “.
“he..he, lo berdua mending dengerin gue dulu deh. Geu emang nggak mau di comblangin, nggak butuh cowok lagi. Alasannya karena gue udah bertemu dengan sang dambaan hati “, aku puput yang membuat Nesa bisa bernafas lagi.
“ maksudnya.., lo udah punya cowok gitu ? “.
“ Nesa sayang, kalo kuping dua masih kurang, ntar gue tambah sama kuping keo deh “, kan emang itu yang gue maksud barusan “.
“ lo beneran udah punya cowok Put “, kali ini Mimi yang merasa salah dengar.
“ nii lagi, ternyata lo kompakan ya.., kan emang gitu yang gue bilang “.
“ anak mana ? “
“ anak mana ?, pertanyaan yang bagus itu, anaknya gimana ?, gitu “
“iya.. iya.. susah banget “
“ nah itu..baru, kebetulan dia anak temen bokap gue, namanya Roby yang ngebet banget buat cari calon istri. Untung aja bokap gue kreatif dan menawarkan anaknya yang cantik ini “.
“ trus… “, ujar Mimi penasaran.
“ ya.. tu cowok juga mau. Ujung – ujungnya jadian deh “.
“ walah.. ceritanya kita bertiga udah punya cowok dong dan nggak jomblo lagi. Berati kutukan jomblo seumur hidup nggak laku lagi tuh, celetuk Mimi sambil menyeduh the panas.
“ ya..iyalah “
“ ternyata perjuangan kita mencari cinta sejati, nggak gampang ya, kudu lewati rintangan dulu “.
“ benar, harus nemuin orang yang salah dulu, baru bisa seperti sekarang “, simpul Nesa seolah mengingat kembali kisah silam.
“ Ntar kita biki acara bareng ya.., biar gue yang traktir. Ya sebagai bentuk syukuran- lah, tapi dengan catatan kita harus bawa pasangan masing – masing “.
“ walah…tumben nggak perhitungan lagi “, ledek Puput dan Nesa berbarengan.
Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan bagi anak – anak geng lumut, setelah melalui proses yang lumayan panjang dalam mendapatkan kekasih pujaan. Kebahagiaan itu kian terasa sempurna karena usaha yang mereka gawangi kian hari kian berkembang dan semakin di cari oleh mereka yang masih saja belum laku.
“ eh…..ntar kita nikah bareng yuk, biar seru “, goda Mimi yang disambut tawa riang mereka sesaat meninggalkan pintu gerbang.
Ya.. Habis
Islam mengajarkan pemahaman dalam mencintai sesama manusia, hewan dan makhluk lainnya. Cinta adalah wujud kasih sayang yang teramat nyata, yang sengaja Tuhan titipkan didasar hati setiap insan. Cinta yang hakiki adalah cinta suci terhadap sang pencipta, cinta yang tulus kepada sang pemberi, pemilik dan pengambil hidup.
“ Kaligrafi Cinta “ merupakan cerita yang mendevenisikan makna cinta secara sempit, namun mampu menjadi kiasan dalam mengungkap arti cinta dari sudut pandang remaja Islam.
Tulisan sederhana ini terilhami dari kisah sejati seorang muslimah yang mengalami dilema dalam menjalani cinta duniawi. Hanifah sebagai tokoh utama, seorang perempuan berkerudung berusia 20 tahun. Ia adalah Mahasiswi di salah satu perguruan tinggi agama Islam, Selain di sibukkan dengan aktifitas perkuliahan, Ifa juga menyempatkan diri aktif di berbagai kegiatan remaja Islam disebuah Mushalla. Sebagai remaja yang taat, perempuan berkulit bersih itu tidak pernah mengenal istilah pacaran. Baginya menjalin hubungan asmara dengan lawan jenis tidak lebih dari ladang dosa yang mengikis nilai – nilai keimanan, menjerumuskan manusia kelembah nista, bergulat dengan najis nafsu duniawi. Cinta hanyalah istilah dalam menyembunyikan perbuatan zina, cinta juga tak lebih dari patung berhala yang setiap saat bisa disembah dan secara berlahan menjadi sarana menyudutkan sang pemberi cinta sejati. Alasan itu semakin memperkuat prinsipnya untuk tidak menjalin hubungan dengan pria manapun. Namun siapa sangka, kenyataan berkata lain, berputarnya waktu memaksanya larut dalam gelombang perasaan asing , dimensi aneh yang tidak pernah singgah sebelumnya. Ifa jatuh cinta dan itu sebuah kenyataan. Sebuah takdir yang tidak bisa terbantahkan.
Tokoh berikutnya, Jo, Meski lahir dan memiliki saudara di Indonesia namun laki – laki itu sama sekali tidak mengenal budaya, adat dan latar belakang tanah leluhurnya. Disaat usianya memasuki angka lima tahun, Jo diboyong keluarga ke Australi, tempat yang mengasingkan masa kecil dan dunia remajanya. Jeda waktu 20 tahun berada jauh dari tanah kelahiran, tidak sepenuhya membuat Jo lupa akan Indonesia. Dengan alasan membuka usaha dan menunaikan cita – citanya, pria yang juga mengagumi kehidupan Nabi Muhammad itu akhirnya mendapat izin untuk pulang. Datang dari keluarga yang tidak begitu meyakini keberadaan agama, namun Jo begitu menghormati setiap kepercayaan yang di anut orang – orang disekitarnya. Dan siapa sangka akhir – akhir ini keinginannya begitu besar dalam mempelajari Islam, Ia mengagumi agama tauhid itu. Berlahan tapi pasti Ia-pun menuntaskan rasa penasaran itu dengan mempelajari Islam melalui buku-buku dan tafsir Alqur’an. Rasa rindu itu semakin menggebu tatkala Ia mendengar suara merdu milik seorang perempaun yang sedang melantunkan ayat – ayat Allah di Mushalla.
Putri Cristin Ningtias, perempuan cantik ini adalah kekasih Jo yang sama – sama kembali dari Australi. Hubungan mereka telah berlangsung dua tahun dan rencananya akan melangsungkan pernikahan tahun depan. Datang dari keluarga terpandang, memiliki pengaruh dan membawahi di bebarapa perusahaan di banyak kota menjadikan perempuan itu sedikit agkuh. Ikatan pertunangannya dengan Jo membuatnya begitu yakin tentang masa depan yang pasti berjalan indah, hidup dengan segala kemewaan karena Jo juga pengusaha muda. Namun siapa yang bisa memastikan ?, karena maut, jodoh dan rezeki bukanlah kapasitas manusia dalam menentukan.
Selain tiga nama tersebut, Kaligrafi Cinta juga di perankan seorang pria bernama Jeri. Ustadz muda yang juga tercatat sebagai Mahasiswa hukum Islam semester enam. Hampir separuh waktunya dihabiskan di Mushalla, sebagai ketua Remaja. Jefri dan Ifa sebenarnya dua sejoli yang menjalin persahabatan sejak lama. Walau usia mereka nyaris sama namun Ifa lebih memilih memposisikan Jeri sebagai kakak untuknya, karena memang gadis itu tidak memiliki saudara laki – laki. Namun entah dari mana bermula, secara diam – diam Jeri malah berbalik menyukai sahabatnya dan berupaya meyakinkan Ifa atas perasaan cinta yang tulus.
Peran terakhir diisi Mbak Yeni, Ustadzah yang tiap pekan memberikan siraman rohani di di beberapa Masjid dan Mushala. Kedekatan mbak Yeni dan Ifa bisa di bilang istimewa. Meski usia mereka terpaut jauh namun siapa sangka jarak itu membuat hubungan mereka semakin dekat. Sebagai lulusan Psikologi, perempuan berusia tiga puluh tahun itu cendrung menjadi tempat curahan hati Ifa dalam beragam masalahnya. ( * )
Sebuah pesawat air bus mendarat mulus di landasan bandara Internasional Minang Kabau. Tidak beberapa saat pintu pesawat-pun terbuka di susul langkah pasti seluruh penumpang yang ada didalamnya.
Sesosok tubuh tegap terlihat bingung memandangi seluruh sudut bandara. Langkahnya penuh keraguan menyusuri hempasan aspal yang baru saja diguyur hujan.
Ada kecemburuan terlihat dari bola matanya tatkala menyaksikan tawa renyah orang – orang disekitar. Perasaan ragu tiba – tiba menyelinap masuk, ada keinginan untuk berbalik arah meninggalkan situasi aneh yang tidak pernah Ia bayangkan sebelumnya
“ Selamat datang di kota Padang Jo“, ujar sebuah suara yang membuat laki – laki itu tersentak. Matanya sibuk mencari arah sumber suara.
“ Bagaimana perjalanannya ? “, kembali kalimat dengan nada suara yang sama di tujukan padanya.
“ Pak Udin ...... ! “
“ Ternyata masih ingat ! ,Hampir saja saya menjadi orang asing disini, menjadi tontonan orang – orang. Beruntung Pak Udin datang “, Ujar Jo sambil menyambut uluran tangan laki – laki dihadapannya.
“ Saya di beri tahu Pak Bima kemarin, ya.. mungkin untuk kedepannya Jo tidak perlu mencari guide lagi, saya siap mengenalkan kembali kota ini “, ujar Pak Udin sambil merangkul koper bawaan anak mantan majikannya menuju pintu keluar bandara.
“ Kota ini sudah banyak berubah, dua puluh tahun yang lalu bandara ini belum ada. Perkembangannya terlihat pesat. Benar - benar kota yang bersih, masyarakatnyapun ramah “, komentar Jo di dalam taksi dengan bahasa Indonesia yang terdengar aneh.
“ Ya begitulah, waktu telah mengubah segalanya. Bukan kota ini saja yang berubah, kamu yang dulunya bocah ingusan, paling hoby main diselokan sekarang telah menjadi pemuda gagah, calon pengusaha pula“.
“ Kadang kalau di ingat lagi, saya jadi rindu masa lalu. Pak Udin benar, dulu Saya paling sering main diselokan. Masa kecil yang indah, tapi sayangnya saat itu tidak berlangsung lama “
“ Masa kecil memang sulit dilupakan, kenangan itu akan terus melekat dan terekam di memori pelakunya “, ujar Pak Udin memberi tanggapan.
Berselang setengah jam kemudian taksi-pun memasuki areal perumahan. Mata Jos seperti berhenti berkedip, kenangan silam seakan hadir kembali disaat langkahnya menyentuh teras depan rumah.
“ Ada apa Jo ? “, rasa penasaran memaksa Pak Udin mengajukan sebuah pertanyaan.
“ Tidak ada apa – apa, hanya saja kenangan itu semakin nyata terasa. sepertinya baru kemarin kisah itu hadir. seolah baru kemarin rumah ini saya tinggalkan. O..iya, apa Pak Udin mendengar sesuatu ? “
“ Tidak, memangnya ada apa ?
Sesaat Jo mulai mencerna sebuah suara yang membuatnya berhenti bernafas.
“ begitu indah “, ujarnya kemudian.
“ Ada yang aneh ! Saya tidak mendengar apa - apa ? “, ulang Pak Udin sedikit bingung dengan reaksi orang yang ada dihadapannya.
“ Pak Udin mendengar suara perempuan itu ? “
“ Suara yang itu ?, memangnya kenapa ? “
“ Begitu indah “, ujar Jo yang nyaris tidak terdengar oleh lawan bicaranya.
“ siapa perempuan itu ?, saya ingin sekali bertemu “, susul Jo seperti orang bingung setelah mendengar lantunan suara mengaji dari sebuah Mushalla.
Cerita bagian Dua
Seperti sore hari biasanya, menjelang adzan Asyhar selalu di isi dengan kegiatan pengajian yang dilantunkan beberapa santri remaja di Mushalla . Ayat – ayat suci laksana penggerak hati yang berangsur beku. Iramanya menuntun jiwa – jiwa yang sesat untuk kembali ke jalan Tuhan.
Sore ini Ifa membaca surat Ali Imran, suaranya yang indah mampu membuat siapa saja larut dalam buaian syahdu ayat – ayat suci. Mungkin karena menjiwai bacaan hingga air matanya begitu saja jatuh tanpa alasan yang jelas.
“ Sepertinya ada orang asing di luar “, buka Lia yang juga pengurus remaja Mushalla setelah Ifa menutup bacaanya.
“ Siapa ? “, sedikit berat Ifa mengalihkan pandangannya ke luar ruangan.
“ Aku juga tidak tahu, sepertinya orang baru”
“ benar juga, tapi kok Dia melihat kita seperti itu ! “
“ Entahlah ”
“ Ya sudah, dilanjutkan lagi bacaannya “, tawar Ifa pada perempuan berkerudung disebelahnya.
Ada tanda tanya besar di benak kedua perempuan itu. Laki – laki aneh yang berdiri diluar pagar seperti memandang tajam kearah mereka. Rasa takutpun mendera, Ifa lalu mendekati Lia yang sedang serius dengan bacaannya.
“ Maaf, bolehkah Saya masuk ?, belum sempat rasa takut itu hilang laki – laki itu begitu saja berdiri di depan pintu.
Dengan keberanian yang masih tersisa Ifa-pun menghampiri dan mencoba menyambut kedatangan laki – laki yang sepertinya memiliki niat baik.
“ siapa saja boleh masuk, karena ini tempat yang tidak ada larangan untuk dimasuki, selagi Ia Muslim dan takut kepada Allah “
Laki – laki itu terdiam, tanpa mengeluarkan kata – kata Ia segera berbalik meninggalkan pintu Mushalla. Beragam tanda tanya seakan bermain di benak ifa. Rasa bersalah semakin menyudutkan perasaannya.
“ Ada apa ? “, Lia yang baru saja menuntaskan bacaannya tidak bisa menyimpan perasaan ingin tahu.
“ Entahlah, laki – laki itu begitu saja pergi setelah Aku bilang bila Ia boleh masuk selagi muslim dan takut kepada Allah. Anehnya, setelah itu Dia pergi begitu saja “.
“ Hanya gara – gara ucapan itu ? ,mungkin Ia tersinggung karena dia merasa orang baru disini. Ya.. sudah jangan terlalu diambil hati “. Meski sedikit menyimpan rasa penasaran, Lia berusaha menenangkan dan mengajak Ifa kembali ke tempat semula.
“ Apa kalimat yang tadi terlalu kasar ? “
“ Tidak, biasa saja, menurutku itu jawaban yang tepat “, jawab Lia memberi tanggapan.
Cerita bagian Tiga
Hari ini cuaca terlihat kurang bersahabat, awan hitam terpampang rapi membungkus seluruh isi bumi. Tetesan air hujan satu persatu jatuh membasahai apa saja, menyentuh seluruh penghuni alam.
Jo masih saja sibuk dengan komputernya. Sesekali jemarinya menyentuh papan keyboard lantas kembali tertegun.
Kejadian siang tadi masih segar bermain di ingatannya. Wajah perempuan itu tidak bisa hilang begitu saja dan terus memaksanya untuk berfikir. Kalimat singkat namun sarat makna membuatnya merenung dalam mencari maksud dan tujuan kata yang terucap.
Siapa sangka setelah pertemuan tadi ada semacam keinginan untuk bertemu kembali. Laksana maknet yang saling tarik menarik, pikiran Jo selalu tertuju kepadanya, ada apa gerangan ?. desakan hebat bertemu dan mengenal sosok perempuan itu sesungguhnya menjadi situasi yang sulit Ia pudarkan.
Dengan sedikit memaksakan diri, Jo memutuskan kembali ke Mushalla. Guyuran hujan tidak mampu mengalahkan langkah kakinya agar segera sampai, berharap kembali di berikan kesempatan bisa menemui orang yang Ia cari.
“ Oo.. yang itu, namanya Ifa, kebetulan pengurus remaja di sini. Kamu cowok misterius yang tadi kan ? “
Jo memberikan sebuah isyarat “ Kapan dia kesini lagi ? “
“ Pertanyaan yang aneh, tapi kalau ingin menemuinya kembali saja sebelum adzan “
“ Adzan ?, kira kira jam berapa ? “, tutur Jo yang terlihat bingung
“ Tuh..kan !, pertanyaan kamu dari tadi aneh. Adzan itu disesuaikan dengan waktu masuknya shalat”
“ Waktu shalat ?, maksud kamu seperti siang tadi ? “
“ Waktu shalat itu berbeda setiap jamnya, tergantung kita melakukan shalat apa dulu.. ya.. kalau shalat subuh kira – kira jam setengah lima, Dzuhur jam setengah satu, Ashar lebih kurang jam empat sore, Maghrib jam setengah tujuh dan waktu shalat Isya kira – kira jam setengah delapan “, terang Lia dengan tetap sabar memberikan penjelasan.
“ O, jadi Saya harus kesini lagi pada jam – jam itu ? “
“ Ya terserah, tapi Ifa-nya belum tentu ada karena Dia juga punya kegiatan lain seperti kulaih dan aktifitas organisai lainnya “
“ Kuliah dimana ? “Jo benar – benar terkesima mendengar penjelasan dari lawan bicaranya. Ternyata perempuan yang Ia cari bukanlah gadis biasa pada umumnya.
“ IAIN “
“ IAIN ?, itu kampus ? “
“ Bukan tapi pasar, ya iyalah, memangnya tidak pernah dengar ? “
“ Iya..baru sekarang. Mungkin karena Saya terlalu lama mennggalkan kota ini “ ungkap Jo sedikit berat
Lia mengerutkan dahinya “ maksud kamu ? “
“ Saya lama di Australi dan baru saja kemabali “
“ O,.. Tapi mengapa kamu begitu ingin bertemu Ifa ?, apa karena kalimat yang tadi siang ?, kamu marah ? “
“ Iya “
“ Kok bisa ?, jujur Ifa tidak bermaksud apa – apa “
“ bukan karena itu “
“ Lantas ? “
“ Saya tidak tahu alasannya, tapi hati Saya ingin sekali menemuinya, mengenal serta banyak belajar darinya “
“ Apa Aku bilang kamu memang aneh. Jangan dikira Ifa mau menemui kamu. Dia selektif sekali berhubungan dengan laki – laki. Apalagi orang yang tidak dikenal “, terang Lia yang membuat Jo semakin penasaran.
“ Saya tidak yakin Dia bisa menolak ajakan Saya “ , balas Jo sedikit membanggakan diri.
“ Kamu salah orang, Ifa bukan perempuan seperti itu, tidak satupun laki – laki yang mampu mendekat. Ifa adalah muslimah sejati yang tabu berhubungan dengan laki – laki. Jadi jika kamu kepedean sepertinya salah besar “.
Jos terdiam, berlahan keraguan merasuki keyakinannya selama ini.
“ Satu lagi, Ifa tidak ingin di dekati laki – laki manapun. Dia tidak mau mengenal laki – laki yang bukan muhrim, kecuali hal yang wajar untuk di ketahui “, pungkas Lia sambil melangkah pergi meninggalkan lawan bicaranya seorang diri.
Dengan langkah lemah Jo-pun mengatur langkah. Sempat hadir perasaan menyerah, namun seketika hilang. Keinginannya mengenal dan mencari tahu tentang Ifa tidak bisa lagi ditahan.
Cerita bagian Empat
Kesibukan begitu sarat terlihat dari dalam Mushalla. Hampir seluruh anggota remaja melakukan aktifitas yang dirasa perlu dilakukan. Malam nanti rencananya dilangsungkan perlombaan da’i cilik Antar TPSA. Jeri sebagai ketua pelaksana terlihat serius mengatur dekorasi untuk para peserta. Hal yang sama juga dilakukan perempuan cantik di sebelahnya, Ifa terlihat larut dengan tumpukan kertas yang berjejer rapi di sebuah meja, jemari lentik terlihat lincah mengunting tanda pengenal peserta yang akan digunakan nantinya.
Entah dari mana bermula kabar tentang pria asing yang mendatangi Mushala tempo hari begitu cepat tersebar dan menjadi konsumsi mereka yang hadir hari ini. Sebenarnya yang paling penasaran dari keajadian itu adalah Jeri, lelaki itu selalu saja mencari tahu tentang keberadaan berita itu.
“ Aku juga tidak tahu, tiba – tiba dia melihat dengan matanya yang tajam, tidak begitu lama Ia berdiri begitu saja di depan pintu “
“ Mungkin Dia Musafir yang ingin istirahat disini. Masih ingat ciri – cirinya ? “, kali kedua pertanyaan ditujukan pada orang yang sama.
“ Sepertinya bukan, tapi kemarin Lia bicara dengan laki – laki itu. Katanya Dia ingin bertemu Aku
“ Bertemu kamu ?, untuk apa ? “
“ Entahlah, mungkin ada yang perlu Ia sampaikan “
“ Saranku kamu harus hati – hati. Bisa juga laki – laki itu mempunyai sebuah rencana “
“ itu makanya Aku tidak mau menemuinya “, balas Ifa sambil tetap setia dengan pekerjaannya”
Berlahan Jeri merasakan sebuah perasaan aneh. Rasa itu menjelma menjadi wujud asing, perasaan takut bila Ifa berhasil didekati orang lain. Meski menyimpannya di dalam hati, sejujurnya perasaan sayang yang begitu tulus masih saja tersimpan rapat untuk sahabat kecilnya itu, walau sebenarnya Ia yakin bila Ifa yang Ia kenal adalah gadis yang taat, selalu menjaga jarak dengan laki – laki dan sulit percaya dengan orang yang baru Ia kenal.
‘ Kak Jeri, sepertinya orang itu laki – laki yang kemarin “, tunjuk Lia sesaat matanya menangkap sesosok tubuh yang turun dari sebuah mobil.
‘ Kamu yakin ? “
“ Iya “
“ Kita lihat saja dia mau apa ? “
Sepertinya rasa penasaran Jeri akan segera terjawab. Dengan langkah pasti pria itu mendekati mereka.
“ Maaf..kenalkan, saya Jo. Boleh saya masuk ? “, ujarnya menyadari ada raut tanda tanya pada diri laki – laki dihadapannya.
“ Saya Jeri, silahkan “
“ Tapi maaf, Saya bukan Muslim, masihkah boleh saya memasuki tempat ini ? “, tanpa diduga kalimat itu begitu saja melunjur di mulut Jo.
Jeri benar – benar tersentak dengan kalimat orang baru disebelahnya. “ Bagaimana kalau kita bicara di kursi itu saja “, ajaknya sambil menunjuk tempat duduk yang berada tidak jauh dari areal Mushalla.
“ Maaf, lantas mengapa kamu mendatangi di Mushala ? “, tanya Jeri sambil mempersilahkan laki – laki itu duduk.
“ Jujur, sejak kecil orang tua saya tidak pernah mengenalkan nilai – nilai agama. Mereka beranggapan semua agama tidak bisa dipercaya, dan itu adalah kekeliruan yang menyesatkan. Kesalahan terbesar kami adalah tidak memilih agama yang mana hingga sekarang. Saya dibesarkan diluar negeri, 25 tahun usia saya sekarang, namun tidak pernah sekalipun menyembah Tuhan, tidak pernah beribadah seperti kebanyakan orang “, tutur Jo sambil menarik nafasnya dalam – dalam.
“ Mengapa itu bisa terjadi , bukankan keyakinan itu perlu ? “
“ Mungkin karena kesibukan, kebimbangan serta kesombongan “,
“ Mengapa tidak mencari sendiri kebenaran itu ? “
“ Setiap waktu saya merncoba mencari kebenaran, sudah empat agama yang Saya pelajari, namun belum mampu menyentuh hati dan keyakinan”.
“ Cobalah kenali Islam dan pelajari ajarannya, insyaallah bisa memberi petunjuk “, tawar Jeri disaat melihat kebimbangan di wajah Jo.
“ Saya sedikit mengenal Islam dari beberapa buku dan tafsir Alquran. Jiwa ini seakan bergetar disaat menyebut nama Allah. Keinginan mempelajari, memperdalam dan menjadikan agama ini sebagai keyakinan sebenarnya sudah mulai saya rasakan”.
“ Alhamdulillah, lantas kedatangan kamu kemarin ke Mushalla untuk melaksanakan niat itu ? “
Jo menganggukan kepalanya.
“ Subhanallah , jadi dugaan selama ini keliru, kami menganggap kamu orang aneh yang berniat jahat. Saya mewakili teman – teman dengan kerelaan hati meminta maaf atas dugaan itu “
“ Tidak perlu minta maaf, mereka tidak salah “
“ O..iya, mengapa keinginan kamu begitu besar mengenal Ifa ? “
Jos tersenyum dan lantas melanjutkan kalimatnya...
Cerita bagian lima
....“ Semua terjadi secara tidak sengaja, Saya kebetulan mendengar suara Ifa dari pengeras suara Mushalla. Jiwa ini terasa bergetar, tidak tahu kenapa hati yang selama ini angkuh mendadak cair mendengar irama yang Ia bacakan “
“ Terus bagaimana pandangan kamu tentang Islam ? “ kembali todongan pertanyaan mengarah kepada Jo.
“ Islam adalah agama universal. Islam ibarat tongkat bagi si buta dalam memberikan arah untuk berjalan. Walaupun saya masih awam, namun keinginan untuk mengenal ajaran itu sangatlah besar “
“ Lantas apa hubungannya dengan Ifa ? “
“ Tidak ada niatan buruk, Saya ingin belajar tentang Islam dengannya, itu saja”
“ Syukurlah. Kasihan Ifa ada ketakutan yang Ia rasakan akhir – akhir ini”
“ Mungkin karena kehadiran saya di Mushalla kemarin, saya jadi merasa bersalah “
“ Sekarang semua sudah jelas, ini Cuma salah paham. Begini, kebetulan kami sedang ada kegiatan di mushala, mau ikut ? “, tawar Jeri sambil bangkit dari tempat duduknya.
“ Maaf, mungkin bukan untuk kali ini. Mushalla itu begitu suci, tempat itu tidak mungkin menerima keberadaan saya “
“ Kamu salah Jo, Mushalla tempat siapa saja, tempat yang bisa dikunjungi siapapun. Bila hati seseorang terbuka dan mengakui keberadaan Allah maka tempat itu halal untuk dimasuki. Aku bisa menilai hatimu ada untuk Islam, hanya tinggal menunggu saat yang tepat untuk mengikrarkannya “
Jo tersenyum, ketegangan yang menghinggapi wajahnya tadi hilang begitu saja berganti senyum kepasrahan.
“ Saya juga yakin suatu saat nanti hati ini benar – benar terbuka dan menjadikan Islam sebagai pelabuhan hidup yang terakhir”
“ Mudah – mudahan, o ya.. masih ingin bertemu Ifa ?, kebetulan sedang ada di dalam”
“ Kapan – kapan saja, biar dia tenang dulu. Tapi saya minta tolong, katakan padanya, saya ingin sekali bertemu, ingin mengenal pribadinya “
Jeri memutuskan kembali duduk“ Kamu belum mengenal siapa Ifa sesungguhnya Jo. Keinginan itu teramat sulit menurutku. Aku adalah sahabat kecilnya, yang tahu segala sesuatu tentang Ifa. Dia tidak ingin berhubungan dengan laki – laki manapun, apa lagi orang baru. Namun semua butuh preoses, siapa tahu saja hatinya terbuka “
“ Keinginan Saya Cuma satu, berteman dan belajar tentang Islam “
Sesaat suasana mendadak hening. Kedua laki – laki itu terlihat sibuk dengan jalan pikiran masing – masing. Meski hanya tersimpan di dalam hati, namun perasaan cemburu tidak bisa didustakan. Rasa takut akan akan kedekatan Jo dengan orang yang teramat sangat Ia sayang menjadi alasan kuat mengapa Jeri terdiam detik ini. Dilema begitu saja hadir tanpa pernah di undang sebelumnya.
Secara tidak langsung Jo hadir sebagai anacaman yang bisa saja menghancurkan mimpi dan harapan selama ini. Asa itu sebenarnya mulai ada karena Ifa sebelumnya pernah mengatakan, bila saatnya telah tiba Ia akan memilih orang yang tepat untuk dijadikan suami dan itu tidak tertutup untuknya. Apakah Jo masuk kedalam nominasi itu ?
Cerita bagian Enam
“ Pokoknya kami disini kurang setuju dengan keputusan Kamu “
“ Jo mengerti perasaan Mami, tapi hati kecil Jo benar – benar tesentuh dengan ajaran ini Mi “
“ Jo, kamu tahukan dengan tradisi kita “
“ Iya Mi, tapi hati kecil Jo tidak bisa dibohongi. Sekian lama Jo berkelana mencari kebenaran dan baru sekaranglah Jo temukan, Islam bukan agama yang kita nilai selama ini, ajarannya berbeda dengan kepercayaan kita dulu “
“ Mengapa begitu yakin ?, sedangkan dulu kamu sendiri yang enggan mempelajarinya “
“ Kadang kita harus melewati jalan yang salah agar bisa sampai kepada tempat yang sebenarnya kita tuju. Jo akui, dulu hati ini memang begitu tertutup, namun sekarang semuanya berubah, Mi. Dugaan kita selama ini ternyata keliru, penilaian kita tentang Islam ternyata bertolak belakang dengan apa yang Jo temukan sekarang “
Perempuan yang berada di balik gagang telepon itu terdengar seperti menarik nafas, Ia tidak mampu lagi menahan niat tulus anaknya dalam menentukan pilihan.
“ Keputusan kamu pasti ditentang habis – habisan oleh keluarga besar kita Jo, kamu akan dibuang dan tidak diakui lagi “
“ Jo tidak takut Mi, asalkan Mami dan Papi mau memberikan dukungan, semua bukan menjadi hal yang Jo takutkan. Mereka hanya tidak tahu, tidak mengerti dan tidak mau tahu dengan kebenaran. Semoga saja nanti hati kecil mereka terbuka dan diberikan kesempatan untuk bertaubat “
“ Sekarang begini saja, silahkan kamu mengenal ajaran yang menurut kamu benar. Mami sepertinya tidak bisa lagi melarang karena kamu sudah bisa memtutuskan, sudah bisa menentukan mana yang baik dan sebaliknya. Pesan Mami, jangan pernah menyesal dengan keputusan yang telah kamu pilih. Biarlah kami disini yang menaggung akibat dari keputusan kamu “
“ Terima kasih Mi, Jo janji akan buktikan keyakinan ini dan semoga saja nanti Mami, Papi dan seluruh keluarga disana juga mengikuti jejak Jo menjadi Mualaf.
Percakapan itupun selesai. Ada dukungan yang Jo peroleh dari orang tuanya. meski tanpa kerelaan hati, namun itu sudah lebih berarti dari pada menyembunyikan rencananya yang jelas – jelas perlu dukungan.
Keinginan Jo memang tidak bisa ditawar lagi, untuk merealisasikan niatnya Ia rela melepas segala fasilitas, kekayaan dan nama besar orang tuanya. Jo ingin memulai kehidupannya dari dari awal lagi. Meski itu teramat berat.
Tapi untunglah, ada sedikit tabungan yang pada awalnya akan digunakan sebagai modal usaha. Dengan simpanan itu Jo berharap bisa bertahan hidup dan tidak menjadi pengemis setelah Ia masuk Islam nanti.
Ada semacam pengharapan yang ingin sekali Ia wujudkan nanti, setelah jadi mualaf, Jo ingin membawa orang tuanya dalam kepercayaan yang sama, membentuk keluarga yang didalamnya hanya ada satu akidah, satu tujuan dan satu arah kiblat.
Baginya tidak ada hidup yang paling bahagia selain niat tulus itu bisa terwujud. Kekeliruan, kesalahan dan kemunafikan selama ini hanya bisa ditebus dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada yang maha pemilik hidup, dan itu sudah harga mati. Mungkinkah itu bisa terlaksana ?
Cerita bagian Tujuh
Ada kabar gembira pagi ini, berita itu disiarkan melalui pengeras suara di Mushalla, ba’da shalat dzuhur nanti akan dilanjutkan dengan prosesi pengucapkan dua kalimat sahadat yang dilafadzkan oleh seorang pria.
Seperti kebiasaan sebelumnya puluhan warga terlihat antusias menyaksikan peristiwa sakral itu, sekedar memberikan dukungan bagi mualaf yang juga saudara baru mereka.
Ada perasaan salut, bahagia dan tidak percaya yang dirasakan Ifa saat mendengar kabar baik itu. Salut karena sosok yang belakangan paling Ia takuti ternyata berhati lembut, perasaan bahagiapun membuncah seirama dengan bertambahnya saudara muslim untuknya. Namun rasa tidak percaya juga melengkapi kebahagian itu, karena dengan begitu singkat Jo berani memutuskan memeluk Islam tanpa keraguan sedikitpun. Subhanallah.
Ifa tidak ingin munafik dengan kujujurannya, meski selama ini menjauh dari Jo, namun Ia selalu mengikuti perkembangan laki – laki itu melalui pengakuan Lia sahabatnya. Kadang rasa kasihan terasa membelenggu jiwanya. Jo begitu tersiksa diombang ambing kebimbangan dan Ia membiarkan itu terjadi.
“ Asalamualaikum ! “, ada suara ketukan pintu dari arah depan, sedikit berat melangkah, Ifa-pun segera membukakan pintu.
“ Walaikum Sallam ! “, Lia?, Tumben pagi – pagi ? “
“ Iya, sudah tahukan kabar terbaru tentang Jo ? “, todong si tamu sambil duduk rapi di sebuah sofa.
“ Tahu...”
“ Cuma tahu ? , tidak ada kelanjutannya ? “, protes Lia sambil menggoda perempaun berkerudung putih di depannya.
“ Maksud kamu ? “
“ Ya paling tidak kamu ikut andil, datangkan ? “
“ lihat dulu, memangnya harus ? “
“ Tidak sih, Cuma tadi kak Jeri minta kamu yang ngaji “
“ O.., iyalah Aku datang “, lanjut Ifa seraya membuka toples makanan kecil
“ nah..begitu dong... “
***
Suasana Mushalla sedikit sesak, rasa penasaran warga melihat prosesi sakral yang sebentar lagi akan berlangsung terlihat begitu besar. Dan tidak perlu menyita waktu terlalu lama, ba’da Dzuhur rangkaian acarapun dimulai. Dibuka dengan pembacaan ayat suci alquran, siraman rohani dan terakhir ditutup dengan pengikraran janji Jo sebagai seorang Mualaf.
Ada rona kebahagian terpanjar di raut wajah Jo, dengan balutan baju koko berwarna putih dilengkapi peci hitam dan sebuah sajadah, penampilannya terlihat rapi, tenang dan penuh keyakinan.
Momen yang ditunggu – tungghupun akhirnya berlangsung, dengan bimbingan seorang Ustadz, Jo mengucapkan sumpah menjadi seorang Muslim. Air matanya begitu saja jatuh, ada keharuan yang terselip di lubuk hatinya.
Rasa syukur tidak henti terucap pada mereka yang hadir. Uluran tangan warga silih berganti menjabat tangan pria itu sebagai isyarat bentuk dukungan.
“ Selamat ya.. “, Ujar Ifa tanpa mampu melihat wajah laki – laki dihadapannya
“ Terima Kasih “
Mungkin kata – kata itu kalimat pertama yang keluar dari Ifa, namun bagi Jo itu adalah bentuk dukungan nyata yang membuatnya tegar menjalani hidup barunya sebagai seorang muslim. Ada harapan yang Ia rasakan dari bola mata perempuan cantik dihadapannya, apakah dugaan itu sama seperti yang Ifa dirasakan?, ( entahlah ).
Cerita bagian Delapan
“ Tumben ceria sekali , ada apa ? “, Lia menuntaskan rasa keingintahuannya sesaat melihat raut wajah Ifa yang terlihat cerah.
“ Biasa saja,, orang ceria kok malah curiga ? “
“ Bukannya begitu, Aku lihat tidak seperti biasanya “
“ Bagimana ya.. Aku senang saja, ternyata pikiran buruk kita selama ini tidak terbukti “
Lia mulai menebak jalan pikiran wanita cantik yang duduk disebelahnya. “ Maksud kamu Jo ? “
Ifa tersenyum dan berusaha bersikap seperti biasa.
“ Sebenarnya dari awal Aku sudah tahu kalau Jo anaknya baik. Cuma tatapan matanya itu yang membuatku takut, sangat tajam “
“ Sama, apa lagi sekarang sedang gencar – gencarnya isu teroris. Bisa saja Dia datang lantas mengumpulkan remaja disini untuk dijadikan pelaku bom bunuh diri “, Ifa mencoba memberi alasan.
“ Ternyata dugaan kita keliru, tapi yang tetap saja menjadi tanda tanya, mengapa Jo begitu ngotot mendekati kamu ya ? “
“ sudah, jangan dibahas “, keluh Ifa menyanggah tanggapan dari lawan bicaranya.
“ Ifa.., Ifa... kadang Aku bingung sendiri, mengapa kamu begitu sulit membuka hati. Saran Aku tidak ada salahnya berteman dekat dengan laki – laki selagi sopan dan menghormati kodrat kita sebagai perempuan. Apalagi jiwa Jo masih labil dan membutuhkan pendamping dalam menjalankan kehidupannya yang baru”.
“ Tapi tidak harus Aku kan ?, masih banyak Ustadz yang lebih faham agama. Aku tidak ingin timbul fitnah dan dugaan buruk orang – orang “
“ Fa ! pernahkah kamu berfikir tentang masa depan ?, tentang pernikahan misalnya. Kadang timbul persaan kasihan melihat kak Jeri yang sangat menyayangimu. Bagiku kak Jeri laki – laki yang baik, taat dan bertanggung jawab. Apa salahnya membuka hati ? “
“ Loh kok jadi bicarakan yang itu sih ? “. Masih banyakkan tema yang lain yang bisa jadi bahan diskusi “, elak Ifa mencoba lari dari alur pembicaraan.
Begitulah Ifa, hal yang tabu baginya membicarakan segala hal yang berhubungan dengan pria. Namun siapa sangka jauh didasar hatinya terselip sebuah keinginan seperti yang dikatakan Lia, sahabatnya. Ingin sekali Ia membuka hati, mengenal pria yang bisa menjaga, membimbing serta melindunginya.
Ifa-pun tidak buta dengan perasaannya, dua nama yang belakangan ini hadir di hari – harinya paling tidak mampu menjadi calon yang bisa menunaikan harapannya kelak. Sayangnya perasaan itu hanya bisa tersimpan di dalam hati tanpa seorangpun yang tahu.
Keputusan Jo memeluk Islam menjadi salah satu daya tarik yang membuat Ifa terkesima. Laki – laki itu ternyata berhati lembut, tulus dan bertanggung jawab dalam kehidupannya
“ Sedang memikirkan Apa ?, disediain minuman kek “, protes Lia yang menyadari ada keganjilan di mata sahabatnya.
“ Biasanya kan ambil sendiri. Tapi kata kamu tadi ada benarnya juga La. Mungkin Aku harus belajar membuka hati “, ujar Ifa yang membuat Lia tidak percaya.
“ Kamu serius ?, kok bisa ? “
“ Aku juga tidak tahu, tapi biar takdir yang menentukan “
“ Benar juga, sudah saatnya masa depan direncanakan dari sekarang “
“ Duh... jangan terlalu jauh diartikan ”, sela Ifa sambil mengalihkan wajahnya yang merah merona.
“ Jadi siapa yang kamu pilih ?, kak Jeri ya ?, aku Pasti dukung “
Ifa ingin sekali membantah dugaan itu namun entah kenapa mulutnya tiba – tiba saja kelu untuk berkata.
Cerita bagian Sembilan
Tanpa terasa tiga Minggu sudah Jo berada di tanah kelahirannya. Meski masih dalam hitungan hari, namun banyak perubahan yang telah Ia alami. Tiada lagi kebimbangan, keraguan dan kekosongan jiwa seperti masa lalu yang kelabu.
Semangat hidup yang sempat pudar dulunya kembali hadir, memberikan inspirasi dalam menjalani sisa- sisa usia.
Seperti janji Jos dulu pada orang tuanya, tujuannya pulang selain mencari kebenaran juga merencanakan membuka usaha baru. Berbeda dengan rencana sebelumnya yang ingin membuka bisnis hiburan dan showroom mobil. Sekarang rencana itu berubah, seiring perubahan hatinya.
Jo berencana membuka sebuah TK Islam khusus untuk orang – orang miskin, sekolah gratis bagi orang – orang papa. Tidak cukup sampai disitu, ada keinginan lain yang lebih mulia, rencananya Jo ingin mengubah Mushalla yang hanya berukuran 3x3 meter persegi menjadi sebuah Masjid yang nantinya akan di sulap menjadi pesantren mini.
“ Kamu sudah gila ?, apa Yang kamu dapat dari membangun sekolah itu ?. Pikir Jo, kamu hanya menghambur – hamburkan uang “, komentar Putri, pacar Jo yang telah dua tahun menjalin hubungan dengannya.
“ Sebenarnya yang kita cari dari hidup ini bukan semata uang Put, bukan hanya materi, jabatan dan kehormatan. Yang dibutuhkan dalam hidup adalah ketenangan, sebuah ketenangan batin “
“ O.. belajar dari mana ?,, sudah pintar berargumumen ya. Masih ingat janji kamu dulu sebelum kita berangkat kesini ?,mana.., mana buktinya ? “
“ Setiap orang bisa memutuskan mana yang terbaik untuknya, perubahan bisa terjadi kapan dan dimana saja, selagi untuk kebaikan “.
“ Kamu telah berubah Jo, Aku menyesal kenapa sampai ikut kamu kesini. Mengapa mau mengikuti orang gila seperti kamu. Lebih baik Aku pulang ke Australi “
Jo tersenyum “ Aku tidak pernah melarang kamu, lakukan saja apa yang terbaik menurut kamu “, tutup Jo dari balik gagang telepon.
“ Oke.., kita lihat saja nanti “, percakapanpun terhenti. Tidak ada perubahan yang berarti di wajah Jo, Ia terlihat sabar menghadapi situasi panas yang baru saja berlangsung.
***
“ Asalamuallaikum.., mau kemana Fa ? “, ujar Jo seraya menginjak pedal rem mobil saat matanya menangkap tubuh perempuan yang Ia kenal.
“ Waalaikum sallam, kak Jo mau kemana ?. Ifa mau berangkat kuliah, kebetulan jadwalnya siang “
“ Saya antar mau ? “
“ Terima kasih, tidak enak dilihat orang “
“ O..iya, kita kan bukan muhrim “, gumam Jo menyadari kekeliruannya. “ Sore nanti ke Mushalla ? , ada yang mau Aku bicarakan “
“ Insya Allah, memangnya ada apa ? “
“ nanti saja di Mushalla, kurang baik bicara di jalan “
Ifa tersenyum dan memohon pamit ke arah pada laki – laki rapi yang berada di dalam mobil.
“ Fa..,” kalimat Jo tertahan
“ Iya, ada apa ? “
“ Hati – hati ya “, lanjut Jo sedikit ragu
“ Iya terima Kasih, Aku berangkat dulu. Asalamuallaikum “
Tubuh Ifa-pun berlalu dari pandangan. Ada kepuasan tersendiri bisa memandang dan bicara pada gadis itu. Sesaat perasaan asing menyelinap masuk mengajaknya untuk menikmati dimensi emosi.
Jo tidak bisa membohongi hatinya, diam – diam Ia semakain mengagumi kelebihan lawan bicaranya. Ketulusan , kepolosan serta keramahannya menjadi senjata mematikan yang mampu menggoda siapa saja.
***
Seperti rencananya siang tadi, Jo menyempatkan diri menunaikan shalat ashar berjamaah di Mushalla. Selesai shalat matanya berusaha mencari sosok Ifa di barisan jamaah perempuan. Namun kali ini sosok itu tidak ada disana, tidak biasanya Ifa absen di barisan paling depan, kemana dia ?.
Cerita bagian Sepuluh
“ Asallamualaikum..”, terdengar ucapan salam dari arah pintu depan, Ifa yang kebetulan berada di ruang tamu segera bangkit dan membuka pintu.
“ Waalaikum Salalam, kak Jeri ?”
“ Maaf, aku terpaksa bertamu “
“ Tidak apa, tapi di rumah tidak ada orang, kita ngobrolnya di luar saja ya ! “
“ Tidak masalah “ , jawab Jeri sambil duduk di kursi teras.
“ Ada apa kak ?, tidak biasanya, ada tugas lagi ya di mushalla ? “
“ Tidak, kedatanganku kesini ingin menanyakan sesuatu “
“ Mau tanya apa ?, bukan tugas kuliah kan ? “, pancing Ifa mencairkan suasana.
“ Fa, kita sudah kenal sejak lama kan ?,dari SD malah “. Sebuah pertanyaan aneh meluncur dari mulut Jeri.
“ Iya, terus ? “
“ Jujur, belakangan ini ada perasaan sayang yang Aku rasakan sama kamu. Rasa ini lain, berbeda dengan perasaan yang sama sebelumnya. Bukan rasa sayang seorang kakak pada adiknya bukan pula perasaan sayang sesama sahabat. Rasa itu adalah perasaan cinta yang tulus pada orang yang begitu istimewa. Aku tahu kamu kecewa mendengarnya. Aku terpaksa, benar – benar terpaksa. Aku tidak bisa menyimpannya lagi. Tiga tahun sudah perasaan ini ku simpan rapat – rapat, selama itu pula rasa takut menghantui. Takut kamu didekati laki – laki lain.
“ Astaghfirullah, kak Jeri sadarkan dengan apa yang kak Jeri katakan “
“ Aku sadar, sadar mengatakannya. Mungkin pengakuan ini tidak pernah kamu harapkan Fa, tapi mengertilah hati ini “
“ Kak, Ifa juga sayang sama kakak, kita sebagai muslim wajib menyayangi, mencintai karena itu ajaran agama. Tapi cinta tidak harus seperti yang kak Jeri maksud. Cinta kakak hanyalah berhala yang terlanjur disembah, sebatas tumpahan emosi karena kakak tidak bisa mengalahkannya. Cobalah berfikir positif, perasaan itu hanya bisikan agar kita terlena dan masuk kedalam perangkapnya “.
Jeri hanya bisa tertunduk, ternyata Ifa lebih jauh dewasa dalam mengartikan makna cinta dibanding devenisinya selama ini. “ Aapa kamu menyukai Jo ?, hingga berusaha membunuh perasaanku ?”
“ Ya Allah, kak Jeri bicara apa ?, tolong di fikirkan dulu sebelum bicara, hubungan Ifa dengan kak Jo hanya sebatas teman, sama halnya seperti kak Jeri sekarang “.
“ Aku lihat ada perubahan akhir – akhir ini “
“ Perubahan apa ?, Ifa merasa biasa saja “
“ Setelah Jo jadi Mualaf, Aku perhatikan kamu lebih dekat dengannya. Aku tahu selama ini hubungan kita hanya sebatas sahabat sama halnya pada Jo, namun rasa sayang yang ada dalam persahabatan berbeda dengan rasa sayang dalam cinta. Ada yang membedakan, rasa ingin memiliki dan rasa cemburu”
“ Kak Jeri, Ifa memperlakukan siapapun sama saja, tidak lebih. Itu Cuma perasaan saja “
Setelah kalimat terakhir, suasana berubah mencekam. Ada sebuah kekalutan di hati jeri. Rasa itu semakin nyata di saat Jo lewat di depan mereka.
“ Asalamualaikum, waduh sedang serius nih ?”, Ujar Jo sambil mematikan mesin mobilnya.
“ Tidak, Cuma lagi diskusi kok “, Ifa berusaha bersikap wajar.
“ Ya sudah, saya mohon pamit, semoga diskusinya menyenangkan “,tutup Jo yang sadar akan posisinya sebagai orang ketika diantara mereka.
“ Maaf tadi Ifa tidak sempat ke Mushalla, kebetulan ada kuliah tambahan “
“ Tidak masalah. Bila ada waktu saja “
Setelah Jo pamit, tidak banyak komunikasi yang berarti. Pertemuan itu lebih banyak di isi dengan keheningan.
“ Aku pamit dulu, tapi Aku ingin katakan, perasaan ini akan selalu ku jaga, meski nantinya tidak terbalas “
Ifa hanya bisa mencerna kalimat itu, kebimbangan terasa begitu jelas yang memaksanya segera memutuskan langkah apa yang akan ditempuh. Ia tidak ingin masalah ini berlarut larut dan menghancurkan persahabatan yang sekian lama terjalin.( Bersambung )
Cerita bagian Sebelas
Kedatangan Bunda yang secara tiba – tiba tanpa komunaksi sebelumnya membuat Ifa menyimpan sebuah tanda tanya. Tidak biasanya bunda begitu, setiap kedatangannya ke Padang pasti di beri tahu sekedar memberi ruang dalam menyambutnya di bandara.
Sebagai Wirasawasta di Jakarta waktu bunda sebenarnya tidak banyak, makanya wanita itu hanya menjenguk Ifa sekali dua bulan ke Padang.
“ Bunda sengaja kasih kejutan, makanya datang tiba- tiba seperti ini. Ayah juga titip salam, katanya bulan depan akan pulang “
“ Ya .. setidaknya kalau di kasih tau, Ifa kan bisa mesan sate Padang kesukaan Bunda “, protes Ifa sambil memeluk tubuh Ibunya.
“ Itu bukan kejutan namanya “
“ Iya sih, tapi Ifa kesel sama Bunda “
“ Ya sudah Bunda minta maaf “
“ Iya deh, tapi tumben Bunda pulang ?, ada urusan penting ? “
“ Bukanya penting lagi, tapi maha penting kalu tidak bunda kerjakan sekarang pasti akan timbul kekecewaan dimasa datang “
“ Tumben ?, pasti Bunda buka kantor cabang baru?, dimana Bun ?“, tebak Ifa sambil menunggu penjelasan berikutnya.
“ Bukan “, jawab perempuan singkat
“ Terus ?, “
“ Ini jauh lebih penting dari urusan pekerjaan, apalagi buka kantor cabang baru “
“ memangnya urusan apa Bun, jadi penasaran “
Bunda lantas memeluk tubuh buah hatinya, tangannya yang lembut fasih mengusap kepala Ifa dengan belaian kasih sayang. Ifa sedikit bingung dengan sikap Bunda yang tiba – tiba.
“ Bunda tidak tahu harus mulai dari mana, kemarin rekan bisnis Papa datang ke rumah. Awalnya Bunda biasa saja, tapi setelah Dia cerita tentang kehidupannya, Bunda jadi miris, sedih “
“ Loh kok bisa ?, apa ada alasan untuk sedih ?, Diakan pengusaha, punya segalanya “
“ Bukan karena itu, tapi karena takdir “
“ Bunda kok ngomongnya putar- putar begitu?, sudah seperti metro mini”
“ Namanya Ridho, pengusaha properti dan Event organezer. Kalau masalah finansial dan hal yang menyangkut tentang itu, tidak perlu diragukan. Tapi sesuatu ada hal yang slama ini Ia cari, dan itu belum kesamapaian “
“ Apa ? “
“ Jodoh “
Ada getaran hebat setelah Bunda mengucapkan kata itu. Ada ketakutan dihati Ifa, bila saja Ridho Ia tawarkan untuknya.
“ Bunda tahu kamu belum siap untuk menikah, Ayahpun merasakan hal yang sama. Tapi kami mempunyai rencana baik untuk mu”.
“ Maksud Bunda ? “
“ Kamu maukan tunangan dengannya ?
Ifa begitu tersentak, kecurigaannya tadi ternyata benar.
“ Bunda serius ? “
“ Semua Bunda kembalikan pada kamu, jika kamu mau, Bunda dan Ayah juga setuju. Tapi kalau kamu keberatan kami juga mendukung. Namun sebagai bahan pertimbangan, Ridho anaknya baik alim, rendah hati dan penyayang “
“ Kalau Ifa terserah Bunda saja, bila itu keinginan Bunda dan Ayah Ifa ikhlas menerima”
“ Kamu jangan terlalu cepat mengambil keputusan, pikirlah dulu, kami juga tidak ingin ada keterpaksaan dalam rencana ini. Yang jelas Bunda mendukung segala keputusan kamu nantinya, apapun itu”
“ Terima kasih Bun, Ifa akan lakukan yang terbaik untuk Bunda “.
Masalah memang datang tanpa permisi, pergi tanpa pamit namun bisa membuat pertikaian, rasa sakit dan air mata. Ya.. begitulah hidup
Cerita bagian Dua belas
Ada ketenganan yang terasa antara Jo dan Jeri akhir – akhir ini. Sebenarnya hal itu sudah bisa di prediksi sejak awal. Semua bermula dari peretemuan mereka kemarin di rumah Ifa. Walau hanya perang dingin namun akibatnya begitu jelas terasa, tidak ada lagi tegur sapa diantara mereka, walau Jo tetap saja bersikap wajar dan apa adanya.
Usai shalat Isya, Jeri berinisiatif mengajak Jo bicara empat mata di taman Mushalla, tempat mereka bertemu pertama kalinya.
“ Aku ingin tanyakan tentang hubungan kamu dengan Ifa, Jo, ada apa diantara kalian ? “, tanpa perlu berbasa basi, Jeri menodong dengan sebuah pertanyaan.
“ Saya rasa pertanyaan itu tidak perlu dijawab “
“ Maksudnya ? “
“ Bagi saya pertanyaan itu lucu saja. Ifa mengganggap saya sebatas sahabat dan begitu sebaliknya. Kamu juga tahukan ?, tidak dijawabpun kamu juga mengerti “
“ Bukan itu maksudku, jujurlah ada apa sebenarnya. Kamu mrnyukainya ? “
“ Setiap kita berhak menyukai apa dan siapa saja. Ifa adalah karya Tuhan yang teramat indah, jujur saya menyukurinya, wujud sukur itu saya apresiasikan dengan perasaan suka, apa salahnya ? “
“ Mencintainya ? “, kali kedua Jeri mengajukan pertanyaan.
Jo terdiam dan lantas melanjutkan kalimatnya “ Saya bukan tipe orang yang munafik, perasaan cinta memang saya rasakan dan itu beralasan. Meski saya mencintainya namun perasaan itu tidak akan saya ucapakan, biarlah cinta itu tersimpan rapat tanpa pernah Ifa tau. Ia pasti kecewa jika sampai tahu, Saya akan menjaga perasaannya “, jawab Jo yang memang keluar dari dalam hatinya.
“ Mengapa kamu mencintainya ? “
“ Ada tiga alasan yang membuat perasaan itu ada, pertama Ifa perempuan yang bisa menjaga perbuatannya, kedua Ia begitu tulus, ketiga Ifa dalah muslimah sejati. Bagiku tiga alasan itu telah cukup menjadi alasan mengapa Aku mengagguminya “,
“ Sebaiknya kamu tahu Jo, Aku juga mencintainya sejak dulu, jauh sebelum kamu datang. Ifa memberikan kesempatan untuk ku dalam membuktikan rasa itu. Aku mencintainya dan itu tidak dibuat – buat begitu tulus “, Jeri berusaha memberikan argumen tentang perasaannya.
“ Saya menghormati perasaan kamu, kehadiran Saya mungkin menjadi duri diantara hubungan kalian. Namun Tuhan menganugerahkan setiap umatnya rasa cinta, rasa sayang yang sama. Haruskah kita menyalahkan Tuhan jika hati kita terpaut pada gadis yang sama ? “
“ Aku tahu itu, namun Ku rasa diantara kita harus ada yang berani mengalah “, ujar Jeri seolah meminta Jo untuk mundur.
Sejenak Jo kembali terdiam, ada perasaan berat yang Ia rasakan jika mengambil keputusan untuk menyerah atas perasaannya selama ini “ Menurutku itu bukan jalan terbaik, mungkin kita harus menyerahkan keputusannya pada Ifa, biarkan Ia memilih meski Saya yakin Ia tidak akan mau memilih. Mungkin kita berdua akan tetap berada pada posisi sekarang, sebagai sahabat untuknya “
“ Baik, tapi Aku minta bila Aku yang terpilih nanti, Ku ingin kamu tidak lagi mendekatinya “, pinta jeri yang merasa yakin tentang apa yang akanl terjadi nanti
“ Saya setuju. Kalau itu memang takdir, Saya akan menghormati segala keputusan dengan cara pergi dari kehidupan kalian. Setidaknya itu menjadi jalan terbaik “, ujar Jo sambil tersenyum kearah laki – laki yang terlihat tegang di hadapannya.
Cerita bagian ke Tiga belas
Genap sepekan setelah pertengkaran kecil di gagang telepon kemarin, komunikasi antara Jo dan Putri benar – benar terputus, tidak ada lagi basa – basi sekedar menanyakan kabar seperti awal – awal hubungan mereka dulu.
Perhatian Putri yang memang kurang belakangan ini karena kesibukannya mengurus perusahaan menjadi alasan klise mengapa hal itu bisa terjadi. Mungkin karena situasi itu juga hingga Jo terbiasa dan berani memilih jalan hidupnya sendiri. Bahkan terakhir, rencana pernikahan yang hanya tinggal dalam hitungan bulan terancam batal karena tidak ada lagi kecocokan diantara mereka.
“ Asalamualaikum.... “, Lamunan Jo mendadak sirna, telinganya menangkap sebuah suara.
“ Waalaikum sallam ! “
“ Sedang memikirkan apa ?, dari tadi Ifa lihat seperti orang bingung begitu ? “
“ Tidak ada kok, loh.. tumben, tidak kuliah ? “
“ Ini mau menyerahkan laporan perlombaan kemarin”.
“ Saya kira mau membicarakan tentang yang kemarin “
“ Du..h, Ifa minta maaf, belum sempat “
“ Ya sudah, besok – besokkan masih bisa “, sambut Jo yang membuat Ifa tersenyum.
“ Terima kasih, kak sepertinya ada tamu diluar “, Ujar Ifa menyadari kehadiran seorang perempaun di depan pintu.
“O.., jadi begini ya kelakuan kamu, Siapa dia ? “, dengan lantang Putri menunjuk perempuan yang terlihat ketakutan disebelah Jo.
“ Tolong hormati tempat ini, kalau memang ada masalah kita selesaikan diluar “, tiba – tiba saja emosi Jo terpancing, Ia lantas membawa tamu yang tak diundang itu keluar.
“ Apa- apaan sih ?, takut hubungan kamu ketahuan ?, siapa perempuan itu ? “
“ Kamu kalau bicara tolong yang sopan. Ini tempat suci yang tidak pantas kamu sentuh “
“ Maksudnya ?, Cuma bangunan kecil yang tidak terurus begini kamu banggakan. Jawab pertanyaanku Jo, siapa perempuan itu ? “ ulang Putri untuk ketiga kalinya.
“ Dia perempaun berhati mulia, tidak seperti kamu, jelas..! “
“ O.. jadi Dia yang pilhan kamu ?, baik mulai sekarang kita pu..tus “, Ia lantas pergi begitu saja.
Jo tidak bisa menahan lagi menahan emosinya, kepergian Putri Ia lepas begitu saja. Tumpah sudah rasa sayang yang selama ini Ia curahkan, semua hilang karena memang sebaiknya begitu.
“ Tenang Kak, semua pasti ada hikmahnya “
“ Terimakasih, Saya iklas melepas segalanya. Mungkin ini jalan terbaik “
“ Maaf, bukanya Ifa ikut campur. Ifa hanya ingin tahu siapa perempuan itu?, Dia tidak seharusnya berlaku kasar, karena hati perempaun diciptakan dengan kelemahlembutan “
Sejenak Jo terdiam, jarang sekali Ia rasakan kedamaian yang begitu jelas menyelinap masuk kedalam pori – pori hatinya. Kedamaian itu seperti air yang dihidangkan di tengah padang pasir. Benar – benar menjadi sesuatu yang dibutuhkan.
“ Dia Putri tunangan saya saat masih sama – sama di Australi dulu “, lanjut Jo setelah sadar akan hadirnya tatapan bingung diwajah lawan bicaranya.
“ Tunangan ?”
“ Ya.. tapi dulu sebelum saya mengenal Islam “
“ Maksud Kak Jo ? “
Cerita bagian ke- Empat belas
“ Setiap kita pasti pernah terjebak dalam masa lalu. Dulu, Putri hadir sebagai satu – satunya pilihan, tidak ada yang bisa memisahkan hingga kami memutuskan tunangan. Namun waktu terus berputar tanpa pernah tertahan keberadaannya. Tapi bagi saya bukan hanya waktu yang berubah, dalam hiduppun segala sesuatu pasti mengalami perubahan karena memang ditasbihkan begitu. Mulanya hubungan itu memang berjalan manis namun akhirnya waktu mampu merubah segalanya. Kedekatan dan perhatian Putri sebelumnya tercurah kepada Saya mendadak sirna seiring keputusan saya memilih menjadi Mualaf “
“ Memangnya selama ini ada larangan dari Putri ? “
“ Begitulah, Dia takut Saya berubah. Menurutnya Islam agama yang hanya memikirkan kematian, menomor dua-kan kehidupan di dunia “
“ Sebenarnya Putri tidak salah, karena sudah kewajiban kita sebagai Muslim menyampaikan kepada mereka tentang Islam secara kaffah . Islam bukan agama yang dikira sebahagian orang, Islam juga bukan agama pedang yang melambangkan kekerasan, bukan pula agama yang menghalalkan aksi teroris. Islam merupakan agama yang menyelaraskan kehidupan dunia dan kahirat. Merugilah mereka yang hanya memikirkan dunia, sama halnya jika kita hanya menyerahkan hidup sepenuhnya untuk akhirat dan mengenyampingkan kehidupan dunia yang di karuniakan Tuhan “
“ Saya juga bilang seperti itu, namun hatinya telah beku. Tidak mau menerima kebenaran yang tidak mungkin terbantahkan. Tapi semua ada hikmahnya, dengan perpisahan ini saya jadi punya banyak waktu untuk belajar dan menjalani hidup dengan keyakinan Saya“
“ Ifa tahu kak Jo pasti sanggup. Ifa salut dengan pendirian, keyakinan dan keputusan kak Jo “, Ifa berkata jujur, Ia benar – benar menaruh simpati dengan perjuangan laki – laki itu.
Dengan sebuah senyuman Jo menanggapi dukungan untuknya. Entah kenapa kalimat sederhana itu mampu memberikan bongkahan semangat yang membuatnya ikhlas menjalani hidup.
“ semoga saja suatu saat nanti Tuhan memberikan seorang yang mau menerima Saya apa adanya, mau menganggap kekurangan saya sebagai sebuah kelebihan. Perempuan saleh yang menerima hidup dengan kesederhanaan materi namun kaya akan iman “, ujar Jo sambil menatap Ifa dalam – dalam.
“ Mulia sekali, semoga do’a itu di dengar Allah, sudah ada orangnya ? “, pancing Ifa yang membuat Jo ragu untuk menjawab.
“ Sebenarnya belum, tapi hati kecil saya mengatakan Ia pasti datang, entah kapan, dimana dan siapapun dia. Fa, Saya boleh jujur kan ? “
“ Boleh ! “
“ Sebenarnya perempuan yang Aku cari keberadaanya begitu dekat. Andai keberanian itu ada mungkin mulut akan fasih berkata “
“ Ifa tau pasti orang itu Lia kan ? “, Ifa memancing Jo untuk jujur
“ Tidak, dia adalah perempuan lembut, baik dan bila berada di dekatnya hati ini terasa sejuk “
“ Wah.. ternyata masih ada ya perempuan sesempurna itu “
“ Perempuan yang saya maksud adalah kamu Fa ! “. Bisik Jo yang membuat suasana berubah.
“ Apa ..? “, Ifa benar – benar terkejut, bibirnya kelu, jantungnya seperti berhenti berdetak. Pengakuan itu sungguh membuatnya bingung dalam menentukan jawaban.
“ Saya tahu kamu pasti kecewa mendengarnya, Saya juga tahu hati kamu ada untuk Jeri. Mungkin ini tidak pantas di ucapkan, untuk itu Saya ikhlas jika cinta ini harus kembali tersimpan rapat di dalam hati. Biarkan Ia tumbuh disana dan menjadi kebahagiaan yang membuat Saya selalu tersenyum”
Sejujurnya ada dilema yang di rasakan Ifa, di satu sisi Jeri yang jelas – jelas menyatakan suka padanya dan menginginkan sebuah hubungan serius, disisi lain hatinya mulai terpaut pada laki – laki mualaf berhati mulia. Kebimbangan yang tersirat memaksanya memilih satu diantara dua, memilih siapa yang yang bisa menjaga, melindungi membimbingnya nanti
“ Saya iklas pilihan kamu jatuh pada Jeri. Namun Saya minta kita masih tetap seperti dulu “, harap Jo yang membuat Ifa menuntaskan lamunannya “
“ astagfirullah halazim “
“ Ada apa ? “
Ifa hanya membisu, fikirannya menerawang jauh hingga menjangkau khayalan semu yang masih mengantung di angan – angan.
Cerita bagian ke- Lima belas
Ifa benar – benar merasa bingung. Dua sosok yang selama ini Ia hormati dan sama – sama menjadi kakak untuknya, menyatakan perasaan yang sama. Walau sebenarnya rasa itu ada namun Ia tidak berani larut dan terjebak kedalamnya. Seperti buah si malakama, pasti ada yang merasa tersakiti dan mengancam hubungan persahabatan yang awalnya didasari rasa yang tulus.
“ Sebenarnya dalam masalah ini bukan otak dan cara kita menganalisa yang di kedepankan, tanyakan pada hati, mana pilihan yang benar – benar di dasari nurani “, begitu komentar mbak Yeni saat Ifa mengungkapkan kegundahan hatinya.
“ Ifa bingung mbak, mereka begitu baik, mereka luga telah Ifa anggap kakak selama ini “
“ Hati tidak pernah bohong, jangan mendustai diri sendiri. Kebaikan dan perhatian seseorang kadang menjadi wujud rasa sayang yang disampaikan secara tersembunyi. Saran mbak cobalah buka hati dalam menerima mereka, pilih yang benar – benar terbaik, jalin kedekatan secara Islam dan jangan pernah membuat saudara seiman terluka “
“ Ifa harus melakukan apa mbak ? “
“ Ujilah ketulusan mereka, siapa diantara mereka yang benar – benar tulus, yang sungguh – sungguh menjaga melindungi dan bisa menjadi Imam dalam keluarga “
“ Tapi Ifa tidak mau pacaran, kalau memang nantinya Ifa memilih satu diantara mereka, Ifa mau langsung menikah “
“ Mbak mendukung niat baik kamu, karena Islam tidak mengenal istilah pacaran, sebaliknya agama juga tidak melarang kita mambuka diri untuk saling mengenal satu sama lain. Selagi dijalani sesuai syariat, Insaya Allah ada kemudahan disana “,
“ Jujur, Ifa tidak ingin membuat salah satu diantara mereka terluka, mereka begitu baik “
“ Sebenarnya di sanalah Ifa dapat menilai ketulusan dianatara mereka. Cinta suci adalah cinta yang tanpa didasari nafsu duniawi. Orang yang memiliki cinta sejati adalah mereka yang mau merelakan orang yang Ia cinta untuk orang lain. Kuncinya satu, keiklasan “.
““ Mengapa cinta hadir di saat yang tidak tepat. ? Bila saja hubungan itu berjalan tulus tanpa ada maksud tertentu mungkin tidak akan berakhir seperti ini, Ifa benar – benar bingung “
“ Ifa.. Ifa.., bukan cinta yang datangnya tidak tepat tapi hati kamulah yang tidak tepat dalam memutuskan pilihan. Jangan pernah menyalahkan perasaan orang lain, mereka berhak mencintai siapa saja, seperti halnya kita bebas dalam mencintai siapapun. Bila kita belum pernah melakukan sebuah pekerjaan yang dirasa sulit, memang awalnya terasa berat dan begitu tidak mungkin. Tapi jika sudah di jalani, semua terkesan wajar dan begitu mudah. Mungkin lebih baik kamu jalani saja ujian ini, hadapi dan tetap menjaga hubungan baik. Memang memilih satu diantara dua teramat sulit, tapi yakinlah semua akan berjalan seperti yang kamu harapkan “
Ifa tidak bisa lagi menyembunyikan keharuannya. Diam – diam timbul sebuah keyakinan di hatinya untuk segera memutuskan siapa yang kelak mendampinginya di pelaminan. Bisa Jeri atau mungkin saja Jo.
Cerita bagian ke- Enam belas
Entah dari mana datangnya, setelah shalat tahajud ada ketenangan yang dirasakan Ifa malam ini, kebimbangan yang merasuk rela berganti posisi dengan kerelaan dan rasa yang begitu ikhlas.
Dua pilihan yang hadir adalah ujian yang harus dihadapi. Mungkin saja pilihan itu jatuh kepada satu orang diantara mereka. Namun bisa juga tidak seorangpun yang menerimanya nanti.
Malam ini Ifa memutuskan menulis isi hatinya, tumpahan perasaan itu Ia ukir pada selembar kertas putih. Masih ada sedikit keraguan yang tersemat, apakah setelah membaca tulisannya nanti hati kedua laki – laki itu masih tetap setia dengan perasaannya, atau segera berubah karena sebuah pengakuan.
“ asalamualaikum...
Maafkan Ifa karena hanya bisa memberikan jawaban melalui tulisan. Jujur, Ifa juga merasakan hal yang kak Jo dan Kak Jeri rasakan. Ifa tidak bisa membohongi perasaan, memungkiri kebenaran. Kak Jeri menjadi satu – satunya laki – laki yang selama ini ada dalam kehidupan Ifa, persahabatan kita menjadi alasan mengapa Ifa begitu dekat dengan kak Jeri selama ini. Kak Jeri terlalu baik, mengerti keadaan dan kesedihan Ifa.
Kak Jo juga baik, tulus dan begitu menghargai. Kesungguhan dan mau menerima kebenaran Islam, itu menjadi alasan mengapa Ifa mengagumi kak Jo. Ifa benar – benar bingung menentukan pilihan. Tapi bagaimanapun juga Ifa harus mengambil sikap demi kebaikan kita bersama.
Jujur, Ifa pesimis apa perasaan kak Jo maupun Kak Jeri masih sama bila Ifa mengatakan sebuah rahasia yang sengaja disimpan selama ini.
Sudah tiga tahun ini Dokter memfonis Ifa menderita kangker otak stadium tiga. Meski maut urusan Allah tapi fonis Dokter yang memprediksi umur Ifa yang hanya tinggal hitungan bulan menjadi ketakutan yang selalu selalu membuat kesedihan itu kembali muncul.
Ifa belum sanggup menghadapNYA, kesalahan dan beragam dosa begitu melimpah,
Mungkin timbul keraguan di hati kak Jo dan kak Jeri tentang keadaan Ifa sesungguhnya. Begitulah, tidak ada manusia yang diciptakan sempurna, pasti ada celah dan beragam kekurangan karena begitulah fitrahnya.
Ifa sarankan tariklah kembali perasaan cinta itu. Andai memang takdir berkata lain dan nafas ini diambil kembali, Ifa pasti sedih meninggalkan orang – orang yang begitu Ifa cinta. Sebelum semuanya terjadi tidak ada salahnya berfikir kembali sebelum terlambat. Ifa bukanlah perempuan yang pantas untuk dimiliki. Dan jika perasaan itu masih tetap ada setelah membaca tulisan ini, dan kakak benar – benar serius, Ifa minta hubungan itu diresmikan dengan pernikahan, tidak pacaran , perkenalan atau apalah namanya”
Tetesan air mata tidak mampu lagi tertahan, air bening itu begitu saja mengalir, kesedihan jelas terlihat dari raut wajah cantik gadis itu, Ifa benar – benar larut dalam situasi pilu. Ketegaranpun mendadak runtuh, keikhlasan terusik oleh hal yang paling Ia benci selama ini.
“ Terima kasih karena telah membuat Ifa tersenyum , semoga di sisa usia Ifa bisa membalasnya. Amin..
Wasalam
Ifa
Tulisan itupun ditutup dengan linangan air mata.
Cerita bagian ke- Tujuh belas
Jeri benar – benar tidak menyangka dengan isi tulisan yang sedang Ia baca. Ada kekuatiran di benaknya kalau – kalau fonis dari Dokter tersebut menjadi kenyataan, yang berarti umur Ifa tidak lama lagi.
Ia kecewa, Ifa tidak menceritakan masalahnya. Cobaan itu Ia hadapi sendiri tanpa pernah berbagi dengan siapapun. Ada penyesalan yang Ia rasakan, andai dari dulu Ifa jujur mungkin perasaan cinta itu akan Ia alihkan pada perempuan lain, membunuh perasaan yang terlanjur ada.
Jelas tidak mungkin menjalin hubungan dengan orang yang telah tahu kapan datang waktunya. mungkin akan menjadi sebuah penyesalan bila menikahi perempuan penyakitan yang kelak menjadi pendidik, pengayom dan pelindung buah hati. Jeri tidak ingin anak – anaknya nanti dibesarkan tanpa belaian lembut seorang ibu. Dengan mimik rasa kecewa, Jeri memutuskan membalas surat itu, disana terselip kejujuran, penyesalan sekaligus menjadi keputusan atas pengakuan Ifa kemarin.
“ Waalaikum Salam,
Aku sudah menerima surat kamu. Sungguh aku benar – benar kecewa dan tidak percaya. Mengapa selama ini kamu menyimpan kebohongan ?. kamu tidak menghargai Aku sebagai sahabat dan orang yang mencintai kamu.
Tapi semua telah terjadi, Aku ucapkan terima kasih atas kejujuran itu meski sudah terlamabat. Aku minta maaf karena perkiraan kamu benar, Aku terpaksa menarik perasaan cinta itu..
Jujur, keinginanku begitu sederhana, hanya ingin memiliki istri yang bisa membesarkan anak – anak Ku nanti dengan belaian kasih sayang seorang Ibu. ini jelas tidak mungkin buat kamu yang di fonis Dokter dengan sisa usia yang tidak lama lagi. Aku rela melepasmu, mungkin kita tidak ditakdirkan bertemu.
Mulai sekarang kuingin membuang jauh – jauh perasaan cinta yang dulu. Karena telah tiba saatnya Aku berhenti mencintai seseorang bukan karena sebuah keputusasaan, melainkan karena aku sadar bahwa orang yang ku cintai akan lebih bahagia bila Aku menganggapnya sebatas sahabat.
Aku tadi menagis Fa, menangis bukan karena merindukanmu atau mendambamu kembali padaku, tapi karena akhirnya Aku sadar bila Aku akan baik – baik saja tanpamu. Semoga saja Tuhan memberikan pengganti yang lebih baik.
Amin..
Asalamualaikum..
Sebuah keputusan terangkum dalam rangkaian tulisan singkat. Rasa cinta itu sekietika sirna, beralih tempat menjadi rasa iba. Sebuah rencana akhirnya tertanam di benak Jeri. Mulai sekarang Ia ingin mencari pengganti Ifa di hatinya. Untuk langkah awal nama Lia yang juga sahabat Ifa menjadi target utama. Meski tidak sama, namun Lia setidaknya bisa mendampingi sisa usianya sampai akhir waktu nanti, semoga bukan hanya mimpi.
Cerita bagian ke- Delapan belas
Tidak seperti shalat Isya biasanya, malam ini jamaah yang hadir jumlahnya lebih banyak dari hari – hari sebelumnya. Dari dua shaf jamaah laki – laki, tidak ada sosok Jeri disana. Sudah dua hari ini Ia tidak hadir, membuat tanda tanya bagi remaja Mushalla yang lain. Ia begitu saja hilang, tak ada kabar tiada berita. Setelah shalat selesai, Lia menghampiri Jo yang terlihat siap – sipa untuk pulang.
“ Kak Jo sudah tahu belum ? “
“ Sudah tau apanya ? “, sanggah Jo melihat reaksi Lia yang tidak seperti biasanya.
“ Ifa kemarin masuk rumah sakit “
“ Subahanalllah,, sakit apa ? ‘
“ Lia kurang tahu, tapi kemarin Ifa SMS kasih tau kalau harus dirawat “
“ Mau ikut ? “
“ Ikut kemana ? “
“ Ya kerumah sakit “
“ Du..h, sudah malam, kalau besok mungkin bisa “
“ Ya sudah Saya kesana sekarang “
“ Hati – hati ya Kak, Lia titip salam, Insyaallah besok kesana “
Dengan masih memakai baju koko, Jo memutuskan segera ke rumah sakit. Ada ketakutan terasa sebab sebelumnya keadaan Ifa biasa – biasa saja.
Lima belas menit berlalu, mobil Jo-pun memasuki pelataran parkir rumah sakit.
***
“ Asallamualaikum “, ucap Jo sesaat kakinya menyentuh pintu ruangan.
“ Waalaikum sallam, terdengar banyak suara yang menjawab.
“ Kenalkan Saya Jo, teman sepengajian Ifa “
Tiga orang yang ada didalam yang sepertinya orang tua dan sepupu Ifa membalas dengan senyum dan berjalan keluar, memberi kesempatan Jo untuk berbicara.
“ Yang sabar ya Fa, Saya baru diberi tahu tadi, itupun Lia yang bilang “
“ Terama kasih kak Jo kesini. Ifa memang sengaja tidak kasih tahu, takut bikin repot. Kak Jo tahukan kenapa Ifa dirawat “
‘ Sudah, tapi saya yakin kamu akan kembali seperti biasa. Kita harus yakin, tidak mudah menyerah dengan situasi sesulit apapun “
“ Ifa telah merasakan saat- saat itu semakin dekat “
“ Tidak baik putus asa begitu. Selagi diberikan kesempatan gunakanlah dengan sebaik – baiknya. Kamu tahu doa orang tua tidak akan pernah putus. mereka selalu memohon kesembuhan untuk anaknya, belum lagi mereka yang datang kesini, jadi, jangan kecewakan mereka. Harapan itu begitu tulus dan Allah pasti mendengar dan memberikan kesembuhan itu “
Ifa tidak mampu bersuara, air mata yang menetes di pipinya menandakan sebuah kesedihan yang teramat sangat.
“ Saya janji, jika kamu kembali pulih, Saya iklas menjadikan kamu istri, orang yang setiap saat ada disamping Saya, menjadi Ibu bagi anak –anak kita nanti. Saya percaya maut, jodoh dan rezeki adalah hak Tuhan dalam memutuskannya. Dan Saya juga yakin kita bisa membesarkan anak – anak kita nanti, melihat mereka tumbuh besar, memberikan kita cucu hingga akhirnya kita sama – sama pergi meninggalkan dunia ini “
“ Kak Jo yakin ?, mengapa Kak Jo masih saja mencintai Ifa sedangkan umur Ifa tidak lama lagi ? “
“ Insyaallah, keyakinan itu terasa besar, tidak pernah saya merasakan hal ini sebelumnya. Saya mencintai kamu dengan sederhana, seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu pada api yang akhirnya menjadikannya abu. Seperti isyarat yang tidak sempat dikirimkan awan pada hujan, hingga mengahadirkan rintik air kebumi.“
“ Terima kasih Kak “
Sebuah senyum tulus hadir begitu saja, menandakan semangat baru, hidup baru dan rencana indah yang natinya menjadi kenyataan. Ifa benar – benar menemukan semangat dalam menjalani takhdirnya.
Cerita bagian Sembilan belas
Hari ini adalah momen yang paling membahagiakan bagi pasangan sejoli, Jo dan Ifa. Pelaminan menjadi saksi kesetiaan cinta mereka. Dengan balutan pakaian adat Minang, lengkap dengan sebilah keris Jo tidak pernah berhenti memamerkan kebahagiaan pada setiap tamu yang hadir. Ia benar – benar mendapatkan seorang istri yang solehah, istri yang ridho dengan suaminya. Ifa begitu Menerima dengan tulus, penuh kerelaan bahwa seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga dan Ia merasa bertanggung jawab untuk menaatinya.
Kebahagiaan yang sama juga terlihat dari wajah gadis cantik yang ada di sebelah Jo. Ifa laksana bidadari yang nekat turun dari kayangan, sosoknya begitu anggun dengan sunting bercorak warna emas. Senyum manisnya tidak pernah lepas menyambut uluran tangan setiap mereka yang memberikan ucapan selamat.
Namun sepertinya kebahagiaan itu bukan saja milik mereka, Bunda dan Ayah Ifa terlihat begitu terharu menyaksikan anak semata wayang mereka berbahagaia dengan laki – laki pilhan, walau awalnya sempat timbul keraguan apakah Ifa mampu menemukan pelabuahan hatinya.
Bagi Jo sendiri, ini adalah mimpi yang teramat sempurna. Kenyataan yang pada mulanya sebatas khayalan semu yang mustahil terjadi, namun takdir berkata lain, impian itu mendapat restu dari yang maha menyatukan. Kenyataan itu hadir sebagai mukjizat nyata yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Hanya saja ada sedikit perasaan sedih yang dirasakan Jo saat ini, orang tua yang begitu Ia harapkan kedatangannya memutuskan hanya memberi doa restunya saja, pertentangan yang terjadi setelah keputusannya memeluk Islam semakin meruncing hingga terjadi pertikaian antar sesama keluarga besarnya di Australi. Namun meski hanya sebatas do’a tapi itu telah lebih dari cukup yang bisa memberikan semangat dalam menempuh hidup baru dengan perempuan pilhannya.
Di luar sepengetahuan sang Istri sebenarnya Jo telah mempersiapkan sebuah kado pernikahan. Benda itu berbentuk kotak berbingkai yang ditutup lapisan kaca. Di dalamnya terukir kaligrafi ayat suci Alqur’an, surat yang pertama kali menggetarkan hatinya ketika pertamakali menginjakan kaki di kota Padang. Surat itu pula yang dibacakan Ifa hingga Ia berani memutuskan menjadi seorang Mualaf.
Sebenarnya bukan itu saja kado yang akan Ia berikan, tiga Minggu yang lalu secara diam – diam Jo membeli sebuah bangunan kecil yang rencananya akan di jadikan sebagai Taman Kanak – Kanak untuk anak tidak mampu di tempat tinggalnya. Jo yakin istrinya menerima kerena Ifa ingin sekali menjadi guru, impiannya selama ini.
Kado berikutnya, yang satu ini sengaja Ia persembahakn untuk jamaah Mushalla. Jo berencananya merenovasi bangunan sederhana yang setiap waktu dikunjunginya, itulah bangunan yang paling mulia di bumi ini, bukan istana bukan pula hotel megah. Namun sebentar lagi akan berdiri bangunan megah dua lantai yang dipersembahkan Jo untuk jamaah Mushalla.
“ Bi, sekarang Ifa sudah menjadi Istri dari seorang suami, apa yang harus Ifa lakunkan agar bisa membuat Abi bahagia ? “ masih dalam suasana haru, tiba – tiba perempuan anggun disebelah Jo menanyakan sesuatu yang memang selama ini Ia tunggu – tunggu.
Jo ternyum dan membisikan sesuatu “ Abi ingin seorang istri seperti ratunya bidadari “
“ Maksud Abi ? “
Cerita bagian ke- Duapuluh
“ Istri yang akan menjadi ratu bagi suaminya adalah mereka yang merasa puas terhadap apa yang di berikan suaminya serta mendahulukan hak suami atas hak diri dan keluarganya. Ia-pun harus setia kepada suami apapun keadannya baik kaya, miskin, sakit, sehat, susah, senang, ada atau tidak adanya suaminya di rumah “,ujar Jo yang membuat Istrinya merasa bingung.
Ifa benar – benar tidak menyangka, seluruh kalimat yang terucap dari mulut laki – laki yang dihormati itu, kata – kata darinya tidak bisa sedikitpun terbantahkan.
“ Abi belajar dari mana ? ,pintar sekali “
“ Sebentar lagi Abi akan menjadi pemimpin keluarga, makanya harus banyak belajar. Sebenarnya masih banyak sifat – sifat istri solehah yang Abi ketahui “
“ Apa saja ? “
“ Tidak salah kita membahasnya sekarang ? “
“ Ifa rasa tidak masalah, selagi kita masih tetap tersenyum kepada mereka yang hadir “
“ baiklah, seorang istri sebenarnya pelabuhan ketenangan serta kedamaian bagi suaminya, sehingga suami bisa melupakan rasa penat dan letih setelah seharian bergelut dengan gelombang kehidupan yang keras. Ia-pun harus bisa menjaga lisan dari murka Allah dan tidak menyakiti hati suaminya”
Ifa ternyemum, Ia benar – benar salut pada laki – laki yang kini telah banyak berubah yang sekarang menjadi pendamping hidupnya. Jarang sekali ada mualaf yang benar – benar taat dan melakukan apa yang pernah Ia lafadzkan disaat menikahi agama Allah “
“ keridhoan Suami adalah kunci kebahagiaan seorang istri. Istri yang baik adalah mereka yang mampu menjadi penyemangat suami dan menghilangkan kekhawatiran terhadap diri dan keluarganya “
“ Ifa janji akan belajar menjadi Istri yang baik untuk Abi, yang bisa menjadi ratu kecantikan dan keindahan dirumah, mengharap ridho Allah dan menciptakan kebahagiaan bagi suami. Ifa tahu itu begitu berat, namun dengan dukungan Abi dan saling pengertian diantara kita, itu bisa terwujud”
“ Abi yakin !“,
“ Ifa juga janji akan melayani suami dengan ikhlas, tidak keluar rumah tanpa izin Abi dan tidak menerima tamu yang tidak Abi disenangi.
“ Insyaalllah semua bisa terwujud “, sambut Jo dengan masih setia tersenyum dengan barisan tamu undangan.
Detik ini kecerian begitu jelas terpancar, Ifa seakan lupa akan cobaan yang Tuhan titipkan padanya, Ia juga lupa dengan fonis Dokter yang memperkirakan sisa umurnya yang tidak seberapa. Kebahagiaan bisa bersanding dengan orang yang bisa membimbingnya seperti Jo membuatnya lupa akan segala dilema dan barisan cobaan.
Jo juga merasakan hal yang sama, meski dibuang dari kelurga namun semua bukanlah alasan tepat untuk bersedih, karena kebahagian tidak saja hadir atas bantuan orang lain, harta, tahta dan segalanya. Kebahagian yang abadi adalah kebahagiaan atas diberikannya kesempatan dalam mengenal Islam dan menjadi salah seorang hamba Allah. Kebahagian hidup di dunia akan terasa indah bila dilalui dengan nilai - nilai agama dan dukungan dari seorang istri yang taat pada suaminya. Begitulah.., ketika hidup memberi seratus alasan untuk menangis, seorang istri yang saleh datang membawa seribu alasan untuk teresenyum, Itulah kaligrafi cinta sesungguhnya. Subahanaallah.
Serial Mini Seri ( SMS )
Oleh Arief Kamil
Bagi sebagian orang mengantungkan hidup di dunia radio bisa saja bukan sebuah pilihan. Hanya mereka yang memiliki jiwa intertaint sejatilah yang berani mengambil jalur yang satu ini.
Bicara tentang radio, kurang afdol rasanya bila tidak menyinggung sebuah nama, Gelora FM, yup.. nama yang satu ini sepertinya tidak asing lagi bagi komunitas musik dangdut baik tua maupun muda.
Tidak ada yang terlalu istimewa sebenarnya, malah terkesan biasa saja. Maklum jalur musik yang dipilih sering dianggap sebagai musik pingiran, kampungan, seronok dan tidak sesuai dengan barometer musik anak muda sekarang. Namun siapa sangka meski beraliran musik dangdut, raihan pendengar yang diperoleh radio Gelora tidak berbeda jauh dengan radio yang bertemakan musik pop alternatif, melebihi malah.
Di pojok-pojok perumahan, kios-kios koran, toko pakaian, sampai kepedagang bakso sekalipun dipastikan hari – hari mereka ditemani alunan musik dangdut. Lagu-lagu yang sedang In seperti belah duren, madu, menunggu hingga deretan lagu – lagu hits yang dikategorikan musik hot menjadi pilihan ter-anyar yang di request pendengar.
Kalau boleh jujur sebanarnya dangdut bukanlah musik kelas bawah, keliru sekali penilaian seperti itu. Dangdut adalah musik lintas generasi. Setiap acara tanpa dibumbui musik yang satu ini pasti terasa hambar. seperti sayur tanpa garam, laksana teh tanpa gula batu,
Akhir –akhir ini musik dangdut semakin mendapat tempat di hati masyarakat, bisa jadi karena pengaruh hasil servei, yang mengatakan tujuh dari sepuluh orang Indonesia menyukai musik dangdut. Hal ini tentu menjadi salah satu alasan mengapa dangdut begitu digemari siapa dan datang dari mana saja.
Tanggal 17 bulan ini tepat enam tahun radio Gelora mengudara, jumlah usia itu sekaligus mentasbihkan radio ini sebagai satu – satunya radio dengan seratus persen musik dangdut di kota Padang.
Nama – nama seperti Nina Pracilia, Rudy Anggara, Dodi Sebastian Hingga penyiar senior sekaliber Popi Ananda tidak asing lagi dikuping pendengar. Mereka adala Trade Mark radio Gelora. Malah Nina dengan spesial program “ tebar “ alias tebak – tebakan berhadiah-nya, berhasil dinobatkan sebagai penyiar Favorit versi kuis interaktif tahun ini.
Namun walaupun begitu yang namanya manusia pasti ada kekurangannya, meski sukses dari segi karir dan punya banyak Fans tidak begitu dengan urusan yang lain. Lihat saja, disaat orang – orang sibuk sama pasangannya, dengan berat hati Nina terpaksa menjomblo, kemana – mana sendiri dan miskin perhatian dari lawan jenis. Bukannya tanpa usaha sebenarnya, demi mendapatkan pasangan, Nina rela mendatangi para normal, Psikolog cinta hingga rela membayar upeti agar bisa di combalingin dan bertemu kekasih hati. Namun entah kenapa hasilnya selalu nihil hingga berujung dengan penantian yang tiada akhir. Situasi itu melahirkan rasa trauma yang berkepanjangan. Begitu menyiksa.
Andai saja Nina jeli, sebenarnya ada cowok yang menyukainya dan itu tidak jauh- jauh, masih dalam lingkungan radio sendiri. Laki-laki itu selalu memberikan perhatian, tapi sayang gadis itu tetap saja cuek dan masa bodo. Namun untunglah pria itu tidak gampang menyerah, dengan kerelaan dan ketulusan hati Ia tetap saja sabar menunggu jawaban cintanya.
Timbul sebuah pertanyaan apa Nina sudah mati rasa ?, atau tidak lagi menyukai lawan jenisnya ?
Untuk menemukan jawabannya, baca kisah Nana dalam Serial Mini Seri “ “ yang terbit setiap Minggunya di Harian Singgalang. So.. jangan sampai terlewatkan Ya..!
Episede Satu
“ Fans Gila “
Bagian 1
Nina uring – uringan pagi ini. Pintu ruang studio yang tidak salah apa - apa menjadi korban pelampiasan amarahnya. Hal aneh itu memancing reaksi Dodi yang sedari tadi serius menyusun daftar lagu unggulan.
“ Lo apa – paan sih Na, dari tadi gue perhatiin. Bisul lo numbuh lagi ya? Kasih obat kek. Atau.... Gue tahu Lo mau mamerin sepatu baru Lo kan?, biasa aja kali ! “
“ Rese’.., memangnya kita sama ?, gue nggak pernah bisulan tau ? “
“ O... kalo nggak bisul pasti ambayen tuh, ke Dokter gih ! “
“ Enak aja, kalo lo yang punya penyakit jangan dibilang dong, malu..! “
“ Trus kenapa dari tadi seleweran nggak tentu arah gitu, udah kaya kucing kebelet kawin tau.. ! “
“ Gue lagi bete “
“ Bete kenapa ? “
“ Gara - gara si Tono brengsek itu, sudahlah sok kenal, sampai berani – beraninya ngaku jadi pacar gue lagi. Mana di dengar orang sekampung “, keluh Nina sambil menyerobot minuman Dodi yang memang menarik perhatiannya sejak awal.
Tono adalah pendengar setia radio Gelora. Setiap kali line interaktif di buka suara cemprengnya pasti terdengar kemana – mana. Bukan itu saja, belakangan ini laki - laki yang yang diprediksi berumur diatas tiga puluh tahun itu sedang seru – serunya mempromosiin diri sebagai pacarnya Nina.
“ Ngapain nggak semprot aja sekalian atau teleponnya di Cut kek, jadinya kan nggak berlarut – larut kaya gini “
“ Gue nggak tega “
“Mending gitu dari pada lo bete nggak karuan, mana pintu ruang siaran sampai lo banting segala. Ketahuan BM jadwal siaran lo bisa jadi korban “
“ Biarin, kan bisa diganti pakai honor Gue “
“ Ye.. honor nggak seberapa di potong lagi, Lo mau makan apa ? “
“ Duh.. jangan bahas yang itu dong, mending kasih masukan, saran atau apa kek ! “
“ Ya kalau saran gue mending Lo labrak aja sekalian, masalah kelar, dijamin dia nggak bakalan berani masuk lagi “
“ Lo gila ? , apa kata orang, masa penyiar Gelora kaya gitu, lagian nggak enak kasar sama pendengar ? “
“ Kasar juga kan ada tempatnya, lagian kalau nggak bisa tegas bikin masalah tambah rumit, tau !“
“ Ya ada benarnya juga sih, tapi lihat nanti aja deh “, Ujar Nina sambil memasang Head Phone-nya.
***
..... “ dari veteran 19, Gelora FM, jalur dangdutnya kota Padang, seperti janji Nina barusan, tepat pukul 13:00 kita berada di TPS Gelora, Titip Salam Sobat Gelora, di sini sobat Gelora bisa titip salam atau malah menyapa saudara, teman, pacar atu rekan kerja. Lumayankan dari pada SMS nggak bisa didengar orang sekampung, he...he....., jangan tunggu lama – lama karena waktu kita hanya satu jam kedepan saja.
Sepertinya rayuan gadis itu manjur, baru saja mulutnya berhenti bersuara, lampu telepon diruangannya berkedip menunggu respon darinya.
“ TPS gelora! “
“ Titip salam dong ! “
“ Mas Tono ya ? “, tebak Nina, seperti malas melanjutkan obrolan
“ Wah Saya jadi merasa tersanjung nih, kok bisa tau ya ?, Saya bilang apa kita sudah ditakdirkan beretemu di udara dan sebentar lagi pasti bertemu didarat “
“ O..ya ?, titip salam buat siapa nih ? “
“ Hanya satu yang pantas Saya salami, ter-istimewa buat Nina seorang. O .. iya bagaimana tawaran Saya kemarin ?, boleh main kerumah dong. Paling nggak bisa kenal dengan calon Mertua “
“ He.. he, Itu saja ?, ya sudah terima kasih “, tutup Nina tanpa memberikan kesempatan bicara pada Fans Gilanya.
*
“ Sebel..., nggak pagi, nggak siang, pasti dia lagi dia lagi “
“ Mas Tono ? “ , tebak Popi yang baru saja mendaratkan kakinya di studio.
“ Siapa Lagi ? “
“ Kok malah bete, harusnya Lo senang ada yang perhatian “
“ Ye.. senang bagaimana, bikin Gue takut lagi “
“ Memangnya sudah pernah ketemu ? “
“ Boro – boro deh “
“ Nah, kebetulan gue ada kabar bagus nih ! “
“ Kabar bagus apa-an ? “
“ Ya tentang Mas Tono Lo itu “
“ Yang bener ? buruan dong “
“ Kebetulan tadi kan gue beli es cendol di sebelah warung mie ayamnya Kang Udin, niat gue sih mau negur, nggak tahunya Dia lagi nelfon pake hape, mana radio diputar kencang-kencang lagi. Gue kira ngobrol sama siapa eh.... ternyata lagi on air, ngomong sama Lo “.
“ Yang bener ? “
“ Iya, awalnya juga nggak nyangka juga sih, tapi setelah gue lihat dan dengar dengan mata kepala Gue sendiri. Ternyata Mas Tono itu kang Udin “
“ Gila, kok bisa gitu ?, kang Udin kan baik banget orangnya, malah sering kasih Mie ayam geratis lagi sama Gue. Ternyata ada niat lain “
“ Ya.. siapa tau aja dia emang ada hati “
Terjawab sudah tekateki fans gila yang meneror Nina selama ini. Meski tidak menyangka, namun Nina ingin sekali membuktikan pengakuan Popi barusan.
Apa Nina berhasil membuktikan perkataan Popi tentang Kang udin, yang menjadi tokoh utama di balik teror yang selama ini ? bukannya apa papa sih, tapi Popi sudah terkenal sekali sama sifatnya yang asal ngomong gitu, siapa tahu saja pengakuannya Cuma bo-ongan. Untuk mengetahui baca saja kelanjutannya Minggu depan ya, so.. tukar aja uang tiga ribuan kamu dengan satu ekslamplar koran Singgalang sedisi Minggu. Mau ?
Episede Satu
“ Fans Gila “
Bagian 2
Cerita Minggu lalu
Teror yang melanda Nina tempo hari terjawab sudah. Menurut keterangan Popi, tokoh utama penyebar teror tersebut adalah kang Udin, penjual Mie ayam yang warungnya tidak jauh berada dari studio. Nina ingin sekali membuktikan informasi itu, makanya sore ini Ia sengaja memesan Mie ayam disana.
“ Lo serius ingin buktiin ? ‘, Ujar Popi menanggapi niat sahabatnya
“ Mengapa tidak ?, dari pada gue di teror mulu, mending diselesaiin secara adat “
“ Waduh bawa orang sekampung dong ?”
“ Bukan sekampung lagi, se kota Padang malah, tapi nggak ah bikin repot. Belum lagi malunya itu, nggak ketulungan “
“ Saran Gue mending selidiki dulu jangan langsung tembak 12 pas, kasihan ! “
“ Ye..nggak perlu diajarin kali “
“ Buktinya mulut Lo sering nggak kompak gitu. kaya kejadian bulan lalu , rencananya mau bicara baik – baik eh.. ternyata mulut Lo nyerocos begitu, jadinya gue yang tengsin berat “
“ Itu kan dulu, sekarang beda “
“ Oya..Lo kok betah sih ngejomblo, apa rahasianya ?, kalau memang cocok mending jadian saja sama kang Udin “, ledek Popi yang membuat tampang Nina semakin bete
“ Enak aja, mending gue jomblo dunia kahirat deh “
“ Jangan ngomong gitu, pamali tau, Gue ada kenalan cowok nih, mau coba ? “
“ Mau coba ?, memangnya duren pake dicobain segala. Kalau boleh jujur sih Gue pingin banget cari cowok, tapi ..”, Nina mengantung kalimatnya.
“ Kenapa ? “
“ Gue takut gagal lagi “
“ Takut gagal lagi ?, “, ulang Popi kurang yakin
“ Walau Gue baru gagal sekali tapi dampaknya jelas terasa. Gue trauma menjalin hubungan serius dengan laki-laki, siapapun dia “
“ Ya.. itu bukan alasan, gue aja yang tiga belas kali diputusin masih aja keu-kueh mencari pengganti, masa Lo yang baru coba pacaran sekali udah putus asa “
“ Itu kan elo, Gue Mending sendiri dulu “
“ Lo nggak tersiksa ?, jangan bohong deh !. Gue tahu kok perasaan Lo, jangan dikira dengan menutup diri semua persoalan jadi beres“
“ Gue nggak menutup diri kok, tapi lebih selektif saja memilih pasangan “
“ Boleh sih, tapi jangan keterusan ntar bisa mati rasa “, Goda Popi sambil menuju ruang siaran.
***
Ada yang aneh dari sikap kang Udin sore ini, omongannya yang selalu ceplas- ceplos mendadak berubah begitu saja dan malah terkesan sok jaim gitu.
“ Tumben, mbak Nina sendirian ? “, sambut laki – laki itu menyadari kedatangan Nina diwarungnya.
“ Iya, kebetulan pingin cicipi mie ayamnya kang Udin “
“ Masih ingat ya ? “
“ Iya dong, kangen “, goda Nina membuat kang Udin tersenyum
“ Kirain sudah ada tempat baru “
“Mana ada sih kang, lagain dari sekian banyak Mie ayam yang saya coba, bikinan kang Udin tetap paling Top kok. O..iya nggak denger radio ? “
Seketika wajah kang Udin kembali terlihat tegang, Ia berusaha menutupinya dengan sok sibuk membersihkan meja untuk tamu.
“ Biasanya ngetem Gelora kan ? “
“ Iya sih, tapi kadang – kadang juga kok “
“ Kok denger radio lain ? “
“ Kebetulan saja tadi dihidupin dapat radio itu, belum sempat ganti chanell “,
“ Ngapain nggak gabung saja dengan Sobat Gelora yang lain, kan ada komunitasnya ? “
“ Ya..belum berani saja, tapi nanti saya coba deh “
Tiba – tiba timbul sebuah ide di benak Nina, Ia lantas mengambil ponsel dan menghubungi nomor yang sebelumnya Ia catat dari kumputer ruang siaran kemarin. Rasa penasaran benar – benar membuat otaknya kreatif berfikir. Itulah Nina, Ia bakalan melakukan cara apa saja agar rasa penasarannya terjawab.Tidak menunggu waktu lama terlihat perubahan diwajah laki – laki yang ada dihadapannya, tanpa menaruh curiga kang Udin-pun merogoh saku celananya, Ia tampak sibuk mengingat nomor asing yang tertera di layar hapenya, berikutnya panggilan itupun akhirnya Ia jawab.
Reaksi itu sudah cukup bagi Nina dalam memfonis laki – laki itu, ternyata penemuan Popi kemarin bukan berita lutut, ternyata memang benar, kang Udin-lah yang selama ini mengaku bernama Mas Tono. Tanpa menunggu pesanan yang sedang dibungkus, Ia pergi begitu saja sambil menaruh uang sepuluh ribuan di meja kasir.
“ Loh mbak Nina ini pesanannya “
“ Nggak jadi, kasih aja sama mas Tono “, jawab Nina sambil melangkah pergi.
Ada rona tanda tanya diwajah kang Udin, sayangnya Ia tidak tau jika baru saja terjebak dalam permainnyanya sendiri.
Episode Dua
“ Cinta Terpendam 1“
Bagian 1
“ Ada acara apaan sih ?, rame banget kelihatannya “, gerutu Nina sambil mendaratkan pantatnya di sebuah sofa.
“ Ada Capen baru “, komentar Rudi yang tengah asik internetan dari ponselnya.
“ Kayanya penyiar udah banyak deh, kok ditambah lagi sih ?, ujung – ujungnya-kan jadwal siaran kita makin sedikit. O..ya yang dipojokan kayanya lumayan “
“ Dari mana Lo tau, di coba aja belum “
“ Tampangnya maksud gue “, ralat Nina sampil serius memandangi objek bagus dihadapannya.
“ Hu.... uh, dasar ! “
“ Cewek yang make jilbab itu cantik juga, biasanya Lo udah tebar pesona, kali ini kok enggak ? “,Nina mengarahkan pertanyaan pada Dodi yang tengah manyun disebelahnya.
“ Telat “
“ Telat kenapa ? “
“ Tu anak udah punya cowok “
“ Dari mana Lo tau ? “
“ Tadi gue iseng SKSD gitu, tapi pada pertanyaan terakhir tu cewek menjawab udah ada cowok”
“ Duh ..kasihan “
“ biasa aja kali “, balas Dodi cemberut
Diam – diam Nina mulai CUCUPA alian curi- curi pandang dengan cowok yang katanya Capen baru itu. Wajahnya yang baby face membuat Nina terlena dan merangkai khayalan semu di dunia bawah sadarnya. Namun sepertinya aksi Nina barusan mendapat reaksi dari cowok itu, buktinya ada sebuah senyuman yang tertuju padanya disaat tatapan mereka bertemu.
Sebenarnya Nina bukan tipe cewek yang mudah jatuh cinta. Baginya mengenal hingga memutuskan seorang untuk dijadikan kekasih membutuhkan waktu lama hingga berbulan bulan. Namun entah karena apa, fellingnya mengatakan tidak ada salahnya mengenal cowok baru dihadapannya.
“ Sudah.., kalo suka sikat aja”, bisik Rudi seolah tau dengan jalan pikiran Nina sesungguhnya
“ Lo kira beli baju seken, kalo suka tinggal dibungkus, lagian tu cowok bukan kriteria gue “, Nina mencoba berbohong
“ udah... jangan bohong, gue dibohongin?, yang lain sih bisa ! “
“ Memangnya Lo tau apa ? “
“ Tatapan mata lo nggak bisa bohong, lagian kalau ada niat PDKT langsung aja, kan lebih cepat lebih baik “
“ Lanjutkan kali....”, sambung Nina sambil tersenyum
“ Nah itu tau, tapi jangan lupa pro kawan yah “, sambut Rudi yang membuat mereka tertawa bareng.
***
“ Sudah lama siaran disini ? “, buka cowok yang menarik perhatian Nina barusan.
Namanya Tio, masih kuliah semester akhir disalah satu PTS bergengsi. Pernah siaran dibeberapa radio dan mantan finalis model majalah remaja ibu kota.
“ Sekitar empat tahunan-lah, Lo mantan penyiar radio Ungu kan ? “, jawab Nina singkat
“ Tau darimana ? “
“ Dari CV yang lo kirim, kan gue yang memproses surat lamarannya “
“ Iya sih, Cuma bertahan enam bulan aja “
“ Nggak dilanjutin ? “
“ Kebetulan saat itu lagi sibuk bikin skripsi, ya mau nggak mau harus ngorbanin salah satu dong”
“ Gue heran kok bisa pindah haluan gitu ya ?, secara kan radio lo dulu radio anak muda, bartometer musik barat banget. Susah loh adaptasi lagi, mana jalur musiknya juga beda kan !”
“ Bagi gue pribadi, adaptasi itu gampang, tinggal belajar dan menyesuaikan diri doang “
“ Enak ya ngobrol sama lo “, simpul Nina yang sepertinya mulai merasa cocok.
“ Sama, kayanya lo nyambung sama gue. Kalau nggak ada urusan di kampus pasti gue temenin lo ngobrol sampai sore “
“ Ya sudah, kapan – kapan-kan masih bisa ketemu. Gimana keputusannya, kapan mulai siaran ? “
“ Belum tau, kayanya kudu di training dulu deh ! “
“ O..ya..., kan sudah pernah siaran ?”
“ Ya nggak tau juga apa alasannya , kalau menurut Gue mending terjun langsung aja “
“ Sabar dong, ya harus gitu sih, musti lewatin proses “
***
Tidak biasanaya Nina begitu saja dekat dengan seseorang. Namun tidak begitu halnya dengan Tio, kebiasaannya tiba – tiba luluh dan malah berbalik seratus delapan puluh derajat.
“ Lo memang kadung suka sama Tio ?”, ujar Popi yang menangkap rona kebahagiaan diwajah sahabatnya.
“ Terlalu, nggak sih. Tapi Gue ngerasain sesuatu di diri Tio. Gue sih kurang yakin apa ini perasaan suka biasa atau malah perasaan cinta “
“ Gue nggak fell sama tu anak “
“ Nggak fell gimana ?, kayanya anaknya baik, pernah siaran juga kan di radio unggu ? “
“ Bukan masalah itu “
“ Lantas ! “
“ Masih ingat Deni Kan ? “, ujar Popi yang membuat Nina mengerutkan dahi.
“ Maksud Lo, Tio juga laki – laki penghibur ? “
Popi menganggukan kepala
“ Serius ? “
“ Bukan itu saja...
Episode Dua
“ Cinta Terpendam 2“
Bagian 2
Di edisi Minggu lalu diceritakan, Nina lagi ada Fell dengan salah seorang Capen yang melamar di radio Gelora. Entah datang darimana tiba-tiba Ia merasakan adanya getaran aneh yang bersarang tepat didasar hatinya. Namun sayang tiba-tiba Popi datang dan memudarkan perasaan itu dengan memberikan bocoran tentang cowok yang sedang Ia incar. Berikut sambungan cerita Minggu lalu :
“ ...... Dia juga pemakai sekaligus pengedar shabu loh “
“ Sumpah Gue nggak percaya “ protes Mimi sambil membuang jauh pemikiran jelek tentang orang yang baru saja Ia kenal
“ Wajar sih reaksi Lo kaya gitu “
“ Lo tau dari mana ? “
“ Dila, teman gue, kebetulan Dia penyiar Radio Ungu “
“ Gue nggak yakin Pop, masa tampang alim, imut dan nggak banyak tingkah kaya Tio pengedar dan laki – laki penghibur sih ? “
“ Sebenarnya berita ini sudah booming lagi.... , kita aja yang kurang tau. Kabarnya lagi tu anak juga mengidap virus HIV loh “
“ Apa..?, sampai segitunya ? “
“ Ya...bisa sajakan?, saran Gue sebelum perasaan Lo semakin jauh, mending lo bunuh rasa itu dari sekarang, semua belum terlambat Nin “
“ Gue sih bisa melupakannya Pop, tapi mengapa coba setiap kali gue dekat sama cowok selalu berakhir seperti ini. Apa gue nggak pantas mencintai dan dicintai ?”
Nina benar –benar larut dalam perasaannya. Niatnya mencari pasangan selalu saja kandas sebelum mimpi itu terwujud.
“ Duh..jangan sensi gitu dong, Gue yakin kegagalan akan menuntun Lo dalam menemukan kekasih sejati “
“ Tuhan nggak sayang Gue Pop, apa sih salah Gue ? “
“ Lo nggak salah kok, mendapatkan cinta sejati tidak semudah menukar celana. Kadang kita harus jatuh bangun, kerap kali gagal, di khianati dan disakiti. Cinta pertama belum tentu cinta sejati. Tapi setidaknya kita bisa banyak belajar dari sana tentang arti cinta sebenarnya “, terang Popi yang sepertinya juga larut dalam suasana.
“ Gue kurang apaan coba ? “
“ Lo pingin jawaban jujur atau bohong ? “, tawar Popi yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu
“ Ya jawaban jujur dong “
“ Kesalahan Lo hanya satu, kurang sabar dalam menghadapi diri Lo sendiri “, jawab Popi sok bijak.
Mendengar kalimat itu Nina tidak mampu lagi membantah, Ia merasa kalimat itu tidak sepenuhnya keliru, ada benarnya juga.
“ Lo tau nggak, sebenarnya ada loh cowok yang daim – diam menyukai Lo “
“ Menyukai Gue ?, Lo bercanda kan ?. udahalah Gue nggak mau lagi mikirin cowok, mending fokus kepekerjaan dulu “
“ Yakin nggak ingin tau orangnya ? “
“ Kayanya nggak deh. Lagian Gue juga yakin kalo Lo Cuma nyenangin hati gue kan ? “
“ Ya sudah kalo nggak ingin tahu, gue juga nggak bisa bilang apa – apa “
Ada rasa penasaran sebenarnya, tapi karena Nina kurang begitu yakin dengan keterangan Popi, Ia-pun menanggapi dengan sebuah lelucon.
“ Benar Lo nggak ingin tau ?, nyesel loh ! “, ulang Popi berharap keputusan lawan bicaranya berubah.
“ Siapa ? “
“ Tuh kan.. jangan sok jaim deh. Gue tahu Lo pasti penasaran “
“ Iya deh, siapa sih orangnya ? “
“ Beni “
“ Beni !, serius ? “
Nina begitu terkejut, sebuah nama yang di sebut Popi tidak pernah Ia bayangkan sebelumnya. Apa lagi selama ini Ia terkesan cuek dengan laki – laki yang baru tiga bulan ini bergabung di radio Gelora. Nina-pun tidak habis fikir mengapa harus Beni yang menawarkan cintanya, andai cowok lain mungkin bisa Ia pertimbangkan.
“ Maksud Lo Beni staf marketing itu kan ? “, ulang Nina meyakinkan.
“ Iya, lagian yang mana lagi sih “
“ Serius ? “
“ Kok tanya ke Gue ?, tanya pada orangnya langsung dong “
“ Ye... tapi kan Lo yang bilang tadi ! “
“ Gue Cuma bisa memprediksi. Tapi apa lo nggak ngerasa perhatian dan kebaikan Beni selama ini ?. kemana aja Non ?“
“ Nggak, perasaan tu anak biasa saja kan ?, apa lagi belakangan Dia lagi dekat – dekatnya sama Yosi “
“ Itu makanya semut yang jauh diseberang lautan bisa lo lihat, sedangkan gajah di depan mata lo sendiri nggak kelihatan”
“ Mana gue tau, gue kira kebaikan dan perhatiannya Cuma sebatas teman “
“ Nah sekarang kan Lo udah tau nih !, gimana ?, anaknya lumayan Loh, pintar bikin puisi lagi“
“ Ya kalau gue sih...
Episode Dua
“ Cinta Terpendam “
Bagian 3
Cerita Minggu lalu
Beny, staf Marketing radio Gelora ternyata diam – diam menyukai Nina, kabar itu bermula dari pengakuan Popi tempo hari. Nina yang tidak penah menyangka, terliat bingung dengan perasaannya, ada kebimbangan yang terasa, karena Nina sebenarnya tidak menyukai laki –laki itu. Pingin tau kelanjutannya, ya sudah mandinya ntar aja, baca kelanjutannya dulu ya. Hehe..
.... “ Ya kalau Gue sih belum bisa mutusin sekarang, lagian juga belum tau anaknya gimana “
“ Secara fisik mungkin biasa saja. Saran gue jangan menilai buku dari sampulnya, menilai orang kenalilah hatinya “
“ Walah.. udah kaya pujangga kesurupan tau ?, uda ah gue mau tugas dulu “ Tutup Nina sambil menuju ruang siaran.
Sungguh benar – benar diluar dugaan Nina pada awalnya, Beni yang selama ini biasa saja ternyata diam – diam menaruh hati padanya.
***
....... “ Kembali lagi di ajang tebar alias tebak –tebakan berhadiah, nah bagi sobat gelora yang ingin gabung silahkan aja di 171007, seperti biasa bagi anda yang tebakannya paling lucu, kami menyediakan hadiah menarik dari sponsor dan berhak ikut lagi di setiap akhir pekannya. Sambil telefon masuk kita denger yang mau lewat berikut ini “, dan barisan iklanpun mengantikan suara indah sang penyiar.
Nina tidak bisa mendustai hatinya, ada semacam ketakutan andai saja yang dikatakan Popi itu benar. Yang artinya perasaan cinta yang telah Ia tutup akan terusik lagi. Gadis itu benar – benar trauma dengan masa lalunya, kisah cinta yang selalu saja berakhir dengan drama sad ending, layu sebelum berkembang.
Beni yang selama ini dianggap sebagai rekan kerja yang menyenangkan tidak taunya mengartikan lebih hubungan itu, padahal Ia tidak pernah merasakan perasaan apa – apa.
“ Nina..Lo nggak siaran ? , kok bengong di meja gue ? “, ujar sebuah suara yang membuyarkan lamunan gadis yang duduk disana.
“ Beni..”
“ Loh kok terkejut gitu ? “
“ Nggak, tapi tidak biasanya jam segini Lo kekantor ? “
“ Kebetulan nggak ada kerjaan dirumah, makanya iseng ke radio, Lo sendiri ngapain bengong disini ?, Popi belum datang ? “
“ Ya gue kan siaran, Popi Lo tanya, tu anak paling hobi telat “
“ Nih Gue bawain gorengan “, tawar Ben sambil menyerahkan bawaannya.
“ Duh Lo baik banget, jadi nggak enak nih. Tau aja perut gue lagi lapar “, sambut Nina sambil menyambar tahu isi dari dalam plastik .
“ Lo lucu ya Nin ? “, ujar Beni kemudian
“ Lucu ?, lucu gimana maksud Lo ?”
“ Lo orangnya nggak jaim, cuek dan lucu. Tidak semua cewek yang gue kenal kaya Lo “
“ Biasa aja kali, lagian hari gini masih jaim ?, nggak banget deh. Kalau cuek sih iya, tapi kalau lucu ? ,apa menurut Lo gue lucu ?, kayanya nggak ah ! “, gumam Nina yang malah mengembalikan pertanyaan itu pada lawan bicaranya.
“ Iya.., kadang gue tertawa sendiri liat Lo lagi bete “
“ Orang bete diketawain. Nggak lucu “
“ Bagi gue itu lucu “
Nina membalas pernyataan itu dengan sebuah senyuman, sambil permisi, Ia-pun melangkah ke box siar. Ternyata Beni anaknya enak juga diajak ngobrol, nyambung dan baik. Slowly but surely , Nina mulai respek dengan cowok itu. Meski tetap menganggap Ben sebatas teman namun ada kenyamanan yang Ia rasakan bila berada bersamanya. Apa itu sebatas perasaan semata atau malah getar- getar cinta sudah mulai terasa ?, yang jelas Nina begitu menikmatinya.
Episode Dua
“ Cinta Terpendam “
Bagian 4
“ ..... Masih bersama Nina disini yang tetap setia menemani anda semua dalam sisa waktu dua jam kedepan. Kayanya sudah ada yang masuk, kita angkat aja, Halo..tebar Gelora ? “
“ Halo.. tebar gelora ! “
“ Iya..pasword-nya ? “
“ Tebakan berhadiah, oke punya ! “
“ Nah..gitu dong, dari siapa dimana ? “
“ Dari Jihan mbak di sutomo “
“ Ok Jihan , tebakannya apa ? “
“ Gini mbak, kenapa manusia begitu dilarang berjudi ? “
“ Duh... religi banget , mm..apa ya ?, ya karena kasihan aja lihat Pak Polisi, kalu seluruh orang berjudi mau dipenjarain dimana “
“ Asal... “, protes suara dari seberang “
“ Ye.. kalo salah dibetulin dong !“
“ Mau Tau ? “
“ Duh.. gimana yah, jawabannya di simpan aja deh untuk sepuluh tahun yang akan datang biar seluruh pendengar penasaran “, ajak Nina sambil tertawa
“ Kasih tau nggak Ya ! “
“ Kasih tau aja ... kasihan, lagian sepuluh tahun lagi kuisnya pasti udah beda “
“ Iya deh, jawabannya karena judi permainan setan, kalau manusia juga ngotot berjudi ntar setan main apa ?, monopoli, ular tangga atau petak umpet ? “, ujar Jihan diiringi tawa renyah sang penyiar.
“ Ada lagi nih, bagaiman cara menghindari mimpi buruk di malam maupun sing hari ? “, kali kedua Jihan memberikan pertanyaan.
“ Ya.. harus baca do’a dong “
“ Salah lagi, caranya gampang kok, ya nggak usah tidur aja “
“ hehe.. iya juga, ada lagi ? “
“ Ada, apa bedanya laki-laki dengan harimau ? “
“ Ye... semua udah basi kali, jawabannya kalau haraimau bulunya yang belang, tapi kalu laki laki hidungnya yang belang “, jawab Nina sedikit banghga.
“ Ada lagi ?”
“ kenapa setelah Dr. Azhari meninggal banyak arwah yang protes “, untuk yang kesekian kalinya Jihan mengajukan pertanyaan.
“ nggak tau !, males ngomongin yang gituan “
“ jawabannya karena diakhirat sekarang ada teroris “, jawab Jihan sambil tertawa
“ Masih banyak stok tebakannya ? “
“ mm.. kayanya segitu dulu “
“ Nah segarang giliran Nina dong, pertanyaannya begini, dia bukan gajah tapi badan, telinga, mulut dan matanya mirip sekali dengan gajah, tau nggak yang Nina maksud apa ? “
“ Mmm mamut kali, kan nenek moyangnya gajah “
“ nggak ! “
“ Trus apaan dong ? “
“ Benar nih ingin tahu ? “
“ Wah balas bikin penasaran nih ceritanya ? “, ujar Jihan penasaran
“ Jawabannya gampang , ya... gambarnya gajah-lah “, jawab Nina meras puas
“ Duh jayus banget “, komentar Jihan sambil menutup obrolan.
***
“Nin, Beni nitip ini nih buat lo”, baru saja keluar dari box siar Nina dikejutkan oleh sesuatu yang dibawa Popi.
“ apaan nih ? “
“ Mana gue tahu, tadi Ben minta tolong sama gue ngasih ini ke Elo “
“ Lo nggak tanya ini apa ? “
“ Ye... apa untungnya ? lagian Dia ngasih pas gue baru nyampe, sempat duduk aja belum. Ya mau nggak mau gue terima deh “
“ Ben-nya kemana ? “
“ Udah pulang “
“ Kok jadi aneh gitu sih ?, padahal gue tadi ngobrol sama tu anak. Gue juga nggak lihat benda ini “
“ Jadi dari tadi Ben disini ? “
“ Udah dua jam-man-lah “
“ waduh, udah ada yang nemenin siaran nih ceritanya “, goda Puput yang disambut keki lawan bicaranya, “ mm..ngomong – ngomong isinya apa yah ?, buka dong “
“ Nggak ah, Gue nggak enak “
“ Nggak enak kenapa ?, jelas – jelaskan ini buat Lo “
“ Ya.. kita kan nggak tau apa maksudnya. Masa main terima aja sih ? “
“ Ya nggak ada salahnya juga, malah Ben pasti kecewa kalo nggak lo terima. Udah buka aja gue penasaran isinmya apa”
“ Loh kok Lo yang penasaran sih ?. tapi kalau ada apa – apanya Lo juga tanggung jawab ya ! “
“ Iya.. Iya “
Nina-pun membuka kado itu. Mereka benar – benar terkejut, Popi malah terlihat tidak percaya menyaksikansebuah benda cantik yang terdapat didalamnya, Nina-pun demikian.
Episode Dua
“ Cinta Terpendam “
Bagian 5
Cerita Minggu lalu
Ben memberikan Nina sesuatu yang dibungkus rapi dalam sebuah kotak kecil, Nina begitu bingung menanggapi niat baik laki – laki itu. Fikiran jelekpun serta merta merasuki, mungkinkah ada niat lain dari Ben yang ditujukan untuk Nina ?. Nih... sambungan cerita kemarin
“ Cantik banget, Gue jadi ngiri ! “, komentar Popi sambil memandang sebuah cincin yang berada ditangan sahabatnya.
“ Apa maksud Beni ngasih Gue Cincin beginian ? , jangan – jangan gue ditodong buat kawin lagi, gimana nih ? “
“ Jangan parno dulu, siapa tau Beni senang lihat cewek make cincin, lagian tangan lo kan polos – polos aja Nin ! “
“ Gue yakin pasti ada maksud lain, pasti ada udang lagi begadang nih. Gue jadi takut Pop, kayanya Beni anaknya nekat “
“ Pikiran Lo jorok sih, jangan ge-er dulu. Bukan Lo aja kali yang pernah dikasih Beni, Gue juga pernah, Mia juga. Jadi jangan mikir yang macam – macam. Kan Lo tau beni anaknya gimana, terlalu baik. Jangan mikir kejauhan dong, malah sampe juriga mau diajak kawin segala “
“ Memangnya Lo pernah di kasih apaan, kok ngak pernah cerita sih ?
“ Lo-nya aja nggak nanya. Lo lihat sepatu kaca gue kan ?, yang itu Ben yang beliin loh. Awalnya gue juga sama kaya lo, bawaannya curiga mulu. Namun untung kecurigaan gue keliru, tu anak ikhlas banget beda ama cowok kebanyakan “
Nina sedikit lega mendengar penjelasan Popi, memang benar Ben anaknya baik, nggak pelit dan rasa kesetiakawanannya lumayan tinggi. Tapi tetap saja rasa was- was dihati Nina tidak bisa dibohongi. Ada rasa curiga bila kebaikan itu tidak tulus yang didasari pamrih yang membuatnya balas budi.
“ Sekarang begini saja, kalu Lo masih penasaran, mending tanya langsung sama orangnya “
“ Apa Beny nggak kesinggung ? “
“ Kayanya nggak deh, mungkin malah senang bila Lo tanya langsung “
“ Tapi sepertinya Gue nggak berani “
“ Kok gitu ?, jangan – jangan Lo sudah lama menyimpan rasa kali sama tu anak ? “, tembak Popi yang membuat Nina semakin keki
“ Nggak lah, Lo kira gampang apa menata hati buat menerima cinta yang Gue sendiri nggak ngerasa“
“ terus apa alasannya ? “
“ Gue nggak enak hati Pop “
“ Tuh... kan ngeres lagi, kalau Lo nggak mau sini buat Gue aja “, pancing Popi yang membuat Nina enggan memberikan benda ditangannya.
“ Maunya... “
“ Ya kalau Lo mau ya diterima dong, atau Lo uber Beny gih biar semuanya jelas “
“ Iya deh, besok Gue tanyain ! “
***
Kelar siaran Nina memutuskan langsung pulang, tidak seperti hari –hari sebelumnya yang biasa diisi dengan ngobrol ngalur ngidul, ketawa ketiwi dan beragam kegiatan yang tidak penting lainnya. Ada kelelahan yang Ia rasakan, kelelahan hati, jiwa dan raga dalam mengarungi berputarnya hari.
Masalah demi masalah seolah hadir tanpa permisi, masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu apalagi mengucapkan salam. Persoalan yang lagi In sekarang adalah kehadiran Beni yang datang tiba-tiba. Kehadirannya tepat disaat Nina mulai berani memutuskan menutup pintu hati untuk siapa saja setelah kegagalan cinta pertamanya.
Entah kenapa dampak kegagalan cinta pertama baginya itu begitu memberkas. Mungkin karena cinta yang begitu tulus namun dikhianati dan dicampakkan. Memang terasa sakit bila berada pada posisi itu, karena cinta akan terasa indah jika diisi dengan rasa pengertian, perhatian dan kasih sayang
Ada yang lain Nina dapati ketika kakinya menyentuh puntu pagar rumahnya. Sebuah motor yang begitu Ia kenal terlihat parkir di depan pintu. Motor itu menjadi saksi dari perjalanan cintanya dengan seorang pria, kendaraan yang kerap kali membawanya hanyut dalam dimensi cinta yang sekarang mendadak mati.
“ Ada apa lagi sih Dia kesini ? “ bisiknya yang mulai teringat kisah pilu setahun yang lalu.
Episode Tiga
“ Luka Lama“
Bagian 1
Minggu lalu diceritakan tentang kedatangan seorang cowok kerumah Nina, Ia sebenarnya tidak menginginkan lagi sosok itu hadir kembali. Siapa laki – laki itu, mengapa Ia begitu saja hadir dengan cara yang begitu tiba – tiba ? . kelanjutannya dibaca aja deh tulisan dibawah ini.
Ada keinginan berbalik arah, menjauhi tamu yang tidak pernah Ia harapkan kehadirannya. Namun rencana itu seketika mental seiring turunnya hujan yang datangnya tiba- tiba.
“ Asalamuallaikum “
“ Walaikum Salam “
“ Fandi ? “, Ujar Nina tertahan
“ Apa kabar Nin ? “
Perempuan dihadapannya terlihat shock berat dan hanya bisa menganggukan kepala.
“ Sory Gue main kesini nggak bilang –bilang “
“ Ada apa ?, Masalah kita udah kelarkan ? “
“ Loh jangan ketus gitu dong. Memangnya nggak boleh silaturahmi ? “
Nina mencoba memaksakan diri tersenyum, walau tanpa keiklasan sedikitpun.
Beni adalah pacar pertama Nina. Hubungan mereka telah lama berakhir setelah laki- laki itu ketahuan selingkuh setahun yang lalu. Setelah kejadian itu, Nina nyaris tidak percaya lagi dengan sosok yang namanya laki – laki, meski Ia tetap saja belajar membuka diri walau gagal lagi, gagal lagi.
Kesalahan Fandi benar- benar mencabik – cabik perasaannya. Ikatan cinta tulus yang Ia persembahkan begitu mudahnya dikhianati. Wajar saja Nina kecewa dan pergi meninggalkan cinta sucinya yang berujung dengan rasa kecewa.
“ Gue kangen Lo Nin ! “
“ Kangen Lo sakiti lagi “, jawab Nina ketus “ udah deh Fan, tolong jangan sakiti lagi, hampir saja gue berhasil melupakan masa lalu, apa Lo belum puas ? “
“ Gue tau sakitnya hati Lo atas kesalahan gue dulu Nin, tapi tolong tunjukan bagaimana caranya agar kesalahan itu bisa gue tebus, bisa termaafkan “
“ Coba Lo posisiin diri, bagaimana rasa sakit yang gue rasakan, bagaimana rasanya dibohongi, ditinggalkan begitu saja. Mungkin hanya dengan cara Lo pergi jauh dari kehidupan Gue akan sedikit membantu ? “, pinta Nina sambil menahan emosi
“ Gue nggak bisa pergi dari Lo Nin “
“ O... jadi baru sekarang Lo nyadar “, senyum Nina sinis “ Lo nggak tau bagaimana pahitnya disakiti. Sudahlah, gue nggak enak sama Mimi, jangan gara – gara Lo nekat kesini hubungan manis kalian jadi berantakan “
“ Gue udah putus “
Nina Menarik nafas “ Gue sudah prediksi bakal berakhir seperti itu kok “
“ Mungkin ini kesalahan terbesar dalam hidup Gue, andai saja tidak pernah bertemu dengannya, mungkin hubungan kita akan tetap seperti dulu “, sesal Fandi yang terdengar sedikit berat.
“ Orang bodoh yang hanya menyalahkan masa lalu, harusnya Lo intropeksi diri bukan menyalahkan apa dan siapa “
“ Kadang kesalahan memberikan jalan pada seseorang dalam menemukan tujuan yang sebenarnya. Gue yakin kesalahan itu menuntun gue dalam mencari orang yang benar – benar pantas gue cintai “
Nina terdiam, sebenarnya Ia juga tidak ingin memojokkan laki – laki yang terlihat kuyu dihadapannya. Iapun tidak mampu membohongi perasaannya, walau begitu benci namun rasa sayang masih tersisa untuk Fandi, meskipun begitu sedikit.
Ada benarnya juga pendapat yang mengatakan cinta pertama teramat sulit dilupakan. Kenangan itu begitu saja melekat dan terekam di memori pelakunya. Secara kasat mata mungkin Nina terlihat tegar dan bisa melupakan kisah pahit itu, namun realitanya rasa sayang dan keinginan membuka lembaran baru dengan mantan kekasihnya masih tetap ada.
Wah... jadi rumit nih masalahnya, siapa sih yang bakal diterima Nina ?, Beni atau Mantan kekasihnya ?, kelanjutannya Minggu depan Ya. Jangan lupa nabung dari sekarang buat beli harian Singgalang edisi Minggu depan. He...he
Episode Tiga
“ Luka Lama“
Bagian 2
Cerita Minggu lalu : Nina benar-benar bingung, mantan yang sudah menyakitinya setahun yang lalu tiba-tiba hadir lagi di kehidupannya. Padahal Nina ingin sekali menutup pintu hatinya untuk laki – laki, bagaimana kelanjutannya ?, baca saja sambungannya berikut ini.
“ Lo bagaimana sih ? nggak pendiriaan banget ?. udah jelas – jelas Fandi nyakitin, mainin perasaan Lo. Tapi masih saja memberi kesempatan. Kok mudah sekali sih kasih maaf? “. Komentar Popi setelah mendengar keluhan dari sahabatnya.
“ Maksud gue bukan begitu, lagian Gue kan nggak bilang pingin balik sama Beni kan ?.“
“ Iya, gue tahu. Tapi entah kenapa gue kok rasain aura aneh gitu ya ?. Bisa aja jatuh pada pada lobang yang sama. Apa salahnya sih membuka hati buat Beni ? “
“ Duh... Beni lagi, Beni lagi. Nggak bosan apa ngomongin tu anak ?. gue nggak Fell sama Dia, ngerti dong ! “
“ Terus cincin yang kemarin lo apa-in ? “, tanya Popi yang tidak terpengaruh dengan suasana
“ Gue buang “
“ Benar Lo buang ? “
“ Buat apa gue bohong, Lo mau ?, ambil aja tuh di closed “
Popi benar – benar tidak menyangka medapati keterangan dari mulut perempuan disebelahnya.
“ Lo taukan gue nggak akan membuka hati buat siapaun, gue ingin sendiri dulu, melupakan pengalaman pahit yang mungkin saja bila dilalui sekarang akan tetap berlanjut “
“ Maksud Lo ? “
“ Gue takut jatuh cinta lagi Pop “
“ jadi itu alasannya ? “
Raut muka Nina terlihat sayu. Ia benr-benar tidak ingin lagi mengingat dan larut ke dalam masa lalu yang kerap kali tidak berpihak kepadanya,
“ Nin, Lo taukan Gue sudah nganggap Lo saudara sendiri ?, keputusan menutup rapat – rapat pintu hati bukan saja keputusan keliru tapi merugikan diri sendiri. Ingat umur 24 tahun bukan muda lagi, Lo harus tata masa depan, dengan mencoba menjalin hubungan dengan laki –laki yang serius. Jujur, Gue merekomendasikan Beni untuk hal itu, tapi terserah, Lo bakal mutusin siapa “
“ Gue takut Pop, Gue takut “
“ Lo dengar saran Gue, coba berikan kesempatan Beni untuk membuktikan kata- kata dan keseriusannya selama ini “
“ Fandi Gimana ? “
“ Lo masih mau mikiran orang yang telah menyakiti Lo ? “
“ Bukannya begitu, tapi kemarin Gue temuin keseriusan pada dirinya, Gue kasihan Pop “
“ Lo ingin terjebak lagi, disakiti lagi ? “, sanggah Popi yang kurang setuju dengan keputusan Nina
Sejenak Nina terdiam, ada benarnya juga omongan Popi. Namun sisa rasa cinta masih terasa di hatinya. Ada sebuah keinginan memberikan lagi laki –laki itu sebuah kesempatan. Paling tidak untuk yang terakhir kali.
“ Jujur Nin, Gue nggak mendukung niat Lo. Apa masih kurang penghianatan dari Fandi hingga Lo mau menerimannya kembali? “,
“ Lo ngak paham perasaan Gue Pop “, ujar Nina mendesah
“ Ya...gue nggak ngerti jalan pikiran Lo. Mengapa tidak membuka lembaran baru saja ?, memberikan kesempatan pada orang lain yang lebih menerima dan beneren sayang sama Lo ? “
“ Maksud Lo Beni ?, apa sih hebatnya tu anak ?, kerjaannya saja seperti itu, nggak menjamin, bedakan sama Fandi ? “
“ Astaga Nin, Lo kok tiba –tiba matre gini sih?, nggak Lo banget deh ?”
“ Asal Lo tau, Gue nggak matre seperti yang Lo kira, Gue juga nggak sama seperti cewek murahan yang ada di dalam otak Lo “
“ Gue tahu Fandi punya usaha, menjanjikan untuk masa depan. Apa menurut Lo itu cukup menjadi jaminan hidup Lo bakal bahagia ?. masih pacaran aja udah berani nyakitin, gimana setelah di ikat denagn pernikahan. Gue Cuma bisa ngasih saran, keputusannya tetap di tangan Lo kok ? “
Nina tertegun mendengar mendengar kalimat bijak dari Popi, kalimat itu menyerang tepat dikisi hatinya. Kebimbangan mulai merasuk, menuntunnya agar segera memutuskan pilihan yang tepat. Namun siapa yang pantas Ia pilih ?.
Episode Tiga
“ Luka Lama“
Bagian 3
Cerita Minggu lalu di Radio with Love, Nina benar – benar bingung dengan perasaannya. Disatu sisi Ia ingin sekali menutup pintu hati untuk siapa saja, disisi lain Fandi yang merupakan mantan pacarnya kembali hadir mengharap hubungan mereka yang terputus dilanjutkan kembali, belum lagi Beni juga datang yang diam-diam menyukainya.
Malam ini sebenarnya bukan jadwalnya popi yang siaran, tapi karena kemarin sudah terlanjur janji change sama Nina, jadinya cewek bermata sipit itu terpaksa begadang semalam suntuk.
Seperti malam – malam biasanya studio selalu saja sepi diatas pukul sepuluh, untung saja jadwal siaran malam selalu dibawakan secara duet jadinya tidak terasa boring.
“ Loh, belum pulang ? “, ujar Popi menyadari sosok jangkung yang sedang sibuk dengan komputernya
“ Baru aja datang “
“ Tumben ? “:
“ Nggak Cuma bete aja di rumah sendirian “
“ Nina nggak siaran loh, Gue yang gantiin “
“ Tau kok, sore tadi lihat daftar change “
“ Ada deadline buat besok ya ? “
“ nggak juga, sebenarnya Gue sengaja, pingin curhat sama Lo “
“ What..., nggak salah ? “, ujar Popi kurang begitu yakin
“ Tentang Nina Pop “
Popi tersenyum, lalu memperbaiki tempat duduknya “ Apa yang bisa gue bantu ?”
“ Mungkin Lo sudah bisa melihat dari sikap gue belakangan ini pada Nina. Jujur Gue menyukai Nina, menyayanginya “
“ Gue sudah tau dari dulu kok, tapi ngapain nggak bilang langsung sama orangnya, kok sama Gue ?’
“ Gue belum yakin “
“ Trus.. ? “, tanya Popi menunggu kelanjutan kalimat lawan bicaranya
“ Gue ingin tahu bagaimana perasaan Nina ke Gue, Lo kan sahabatnya “
“ Bagaimana yah, sebenarnya Gue nggak tahu pasti sih. Nina nggak pernah cerita. Ia selalu saja mengelak kalau gue tanya seperti yang Lo bilang tadi “
“ Nina udah punya cowok ya ? “
“ Dulu sih ada, tapi udah putus “
“ Gue lega Pop, berarti peluang Gue masih ada”, gumam Beni seakan mendapatkan semangat baru pada dirinya.
“ Tapi sayang Nina belum bisa membuka pintu hatinya untuk siapapun, termasuk Lo Ben“
“ Kenapa ? “
“ Nina trauma dengan kisah cintanya. Dia pernah dilukai, di khianati “
“ Siapa laki – laki bodoh yang membuat Nina kecewa ? “, tanya Beni menyesalkan tindakan cowok yang telah melukai hati gadis yang juga Ia sayang.
“ Fandi, tu anak selingkuh dengan cewek lain “
“ Jadi hanya karena alasan itu sikap Nina dingin sama Gue ?”
“ Mungkin saja, tapi asal Lo tau Nina begitu mencintai Fandi, maklumlah pacar pertama. Tapi kayanya cinta pertama tidak membuatnya bahagia, malah sebaliknya “
“ Seperti apa sih laki –laki bodoh yang buat Nina kecewa, Gue penasaran ? “
“ Dia pengusaha, berada dan punya segalanya. Mungkin karena alasan itu pula Ia merasa berhak melakukan apa saja “
“ Tapi kan nggak harus menyakiti “, protes Beni yang sepertinya salah alamat
“ Kok marah ke gue sih ?”
“ Duh bukan gitu maksudnya, Gue Cuma terbawa emosi aja kok. Oya, apa karena masalah itu mengapa belakangan ini gue temuin kekecewaan di wajah Nina ? “ , lanjut Ben yang sedikit pesimis dengan rencananya.
“ Mungkin saja, setiap orang memiliki kekuatan yang berbeda dalam menghadapi masalah. Bisa saja masalah besar disepelekan, namun persoalan kecil dibesar-besarkan. Semua tergantung orangnya, apa tetap tegar dalam menghadapi situasi atau menyerah dan terkapar. Yang jelas Nina mengambil opsi yang kedua, Dia terpukul dengan masalahnya “
Ben menarik nafas, semangat yang sempat hadir seketika hilang seiring kalimat yang keluar dari mulut Popi.
“ Ternyata kisah Gue hampir sama dengan apa yang dialami Nina Pop “
“ Maksudnya?, Lo juga pernah dikianati ? “
Ben tersenyum sinis..
Episode Tiga
“ Luka Lama“
Bagian 4
Ringkasan Minggu lalu : Beni memutuskan curhat dengan Popi ,beban yang terasa selama ini memaksanya berkata jujur dengan gadis yang juga sahabat karib Nina. Mungkin hanya dengan cara itulah beban yang terasa akan sedikit berkurang. Namun sayangnya aura pesimistis mulai Ia rasakan. Bagaimana kelanjutannya. Ini nih !.
“ Susah memang bila kita terlalu mencintai seseorang, apalagi balasan yang diterima malah sebaliknya, di khianati “
Popi merasa bingung dengan penjelasan dari laki –laki dihadapannya. Perubahan sikap Beni yang terjadi begitu cepat. Tidak ada lagi semangat, senyum serta mimik wajah yang awalnya cerah. Pandangannya-pun kosong, terlihat sayu, mengantung beragam rasa kecewa disitu.
“ Gue juga pernah dikhianati kaya Nina Pop, sakit sekali “
“ Mungkin nggak hanya Lo yang merasakannya, semua orang pasti pernah disakiti, Gue juga kok “, Popi berusaha berkomentar.
“ Ya mungkin saja, tapi nggak semua orang juga yang bisa dipaksa menerima penghinaan kekasihnya, menelan pil pahit dari penghianatan “
“ Maksud Lo ? “
“ Pacar Gue dulu ternyata nggak sungguh – sungguh mencintai Gue. Dia hanya memanfaatkan kebaikan Gue “, ujar Beni tertahan
“ Matre dong !! “
“ Istilah itu masih mending, mungkin Dia lebih parah dari itu. Biasanya cewek matre datang dari kehidupan sederhana karena kurang mampu memenuhi kebutuhan. Tapi mantan pacar Gue lain, Ia datang dari kalangan High class, diwarisi fasilitas dari orang tua, pewaris harta keluarga. Namun entah kenapa masih saja memanfaatkan Gue yang biasa – biasanya begini “
“ Mungkin saja ada obsesi lain dibalik itu semua yang tidak Dia dapati dari cowok lain “, ujar Popi memberikan tanggapan.
“ Obsesi apa lagi ?, kalo memang ada mengapa Dia pilih Gue, cowok lain yang lebih tajir, ganteng dan selevel kan masih banyak “
“ Apa Lo sungguh-sungguh mencintai Dia ?, “, sebuah pertanyaan lahir dari mulut Popi
“ Itu dulu, sekarang Gue malah berbalik membencinya, gue anggap najis tu anak. Semoga saja hukum karma berlaku”
“ Jangan segitunya kali !, ingat jangan membenci sesuatu itu secara terlalu, suatu saat nanti bisa saja kita berbalik mencintainya “, saran Popi yang kurang setuju dengan keputusan cowok itu
“ Gue tau, tapi yang namanya manusia pasti memiliki keterbatasan, mungkin hanya itu yang bisa gue lakukan sekarang “
“ Jujur, Gue juga bingung, apa motifasi mantan Lo sebenarnya?, aneh, dari segi materi nggak ada yang kurang, atau jangan-jangan ada kelainan ?’
“ Gue nggak tahu, tapi dugaan kita sama. Sempat sih berfikir begitu, selain matre tu anak terkesan gamapangan juga. Teman cowoknya banyak, tiap malam pasti mengunjunginya kerumah. Mending kalo disambut dengan pakaian sopan, tapi ini nggak, sering Gue dapati Dia make busana you can see gitu “
“ Waduh, nekat banget, apa orang tuanya nggak ngelarang anak gadisnya kaya gitu ?”
“ Gue juga nggak faham”
“ Keputusan Lo memang tepat buat ninggalin cewek yang seperti itu, nggak baik di jadiin istri “, dukung Popi.
“ Makanya Gue ingin cari cewek yang baik – baik, setia dan pengertian “
“ Kaya Nina ? “, goda perempuan Popi
“ Tidak berlebihankan ? “
“ Iya sih, Gue mendukung niat baik Lo, tapi jangan sampai ngecewain Nina ya “
“ Gue janji. Pengalaman putus cinta mengajarkan banyak hal, semoga saja kisah pahit itu tidak terulang lagi “,
“ Putus cinta memang saat yang paling berat, sekalipun kita sendiri yang membuat keputusan untuk mengakhiri hubungan . Tapi nggak usah khawatir, kita kan bisa ambil dampak positif dari keputusan itu. Mulailah membuat rencana untuk kembali bersosialisasi, siapa tau Lo bakal menemukan kekasih yang lebih baik. Lagian masih banyak kan cewek yang bisa diandalkan, dibanggakan dan mengerti posisi Lo, Nina misalnya ? “
Beni terlihat bergairah lagi, keputusannya curhat dengan Popi mampu menghadirkan dukungan dari rasa menyerah. Popi hadir sebagai obat mujarab dalam membagi masalahnya.
Sepertinya tidak ada lagi yang mampu menahan niat Beni dalam mengungkapkan perasaannya. Hatinya begitu yakin tentang apa yang akan terjadi nanti. Walaupun berakhir kecewa, namun setidaknya Ia telah berani jujur dan tidak membohongi hati nurani.
“ Gue iklas Pop, apapun yang terjadi nanti gue janji menerima dengan lapang dada”
“ Sekalipun Nina menolak gimana ? “
Beni tersenyum “ Ya.. paling nggak Gue sudah berani jujur “
“ Nah... itu baru, tapi Lo tetap yakin ya ! “
“ Ya tapi doa-in bisa diterima Nina ya.. !“
“ Pasti...”
Episode Empat
“ Pergi Untuk Kembali“
Bagian 1
Pagi ini mungkin waktu yang paling menyenangkan buat Nina dan Popi. Bukan karena honor mereka nambah, bukan juga karena Nina yang sedikit berhasil membuka kembali hatinya untuk laki-laki. Keceriaan mereka tercipta karena kebetulan saja listrik sedang mati pagi ini.
Bukan rahasia lagi bagi para penyiar, jika listrik padam mereka bisa lebih sedikit santai dan tentunya makan gaji buta. Popi yang hobi sekali memencet jerawat menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin,. Nina juga tidak mau kalah, gadis yang baru bulan lalu menggunankan jilbab ini begitu menikmati gime kongkong dari hapenya.
“ Nin, Lo udah tahu kabar terbaru belum ? “, ujar Popi yang kelihatan sibuk berkaca diruang siaran.
“ Kabar apa ? “, kelas kita naik ya ? “, balas Nina tanpa menoleh sedikitpun
“ Boro-boro deh, Lo udah tau kalo Beni udah mengundurkan diri “
“ Apa ? “, ada reaksi aneh yang terlihat diwajah Nina
“ Kok terkejut gitu”
“ Ya.. Gue kan baru tau sekarang. Serius Beni mundur ? “
“ Gue taunya kemarin , dari personalia “
“ Duh...”
Seketika keceriaan yang dari tadi mengusung Nina untuk tersenyum begitu saja hilang. Ada raut kecewa diwajahnya, sikanya-pun sedikit lain, seperti orang yang sedang kehilangan sesuatu. Raut mukanya seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Ada apa ?, kusut banget ? “, pancing Popi yang sebenarnya sudah tau dengan apa yang ada dalam pikiran gadis dihadapannya.
“ Kok Beni nggak kasih tau Gue ya ? “
“ Loh... apa untungnya sih ? “
“ Paling nggak sebatas kasih kabar atau sekedar pamitan kek “
“ O..ya, kabarnya Beni dapat kerjaan baru di Malaysia loh “
“ Duh... jauh banget, mengapa nggak cari kerjaan disini aja sih ! “ keluh Nina di iringi suara tarikan nafas yang terdengar berat
“ Tumben ?, biasanya masa bodo gitu ? “
“ Ya.. biasa aja kan ?, lagian Beni juga bagian dari kita. Paling nggak kasih tau kan lebih baik “
“ Gue masih belum faham Nin, dulu aja Lo sok cuek, perasaan cintanyapun Lo abaikan. Sekarang Dia pergi tanpa pamit Lo cemberut, setidaknya impas dong. Kita kan nggak tau alasan lain mengapa Beni begitu saja mengundurkan diri. Gue yakin ada hubungannnya dengan Lo “
“ Ada hubungannya dengan Gue ?, apa karena perasaan cintanya itu ?, kalau memang benar mengapa Ben tidak sabar menunggu jawaban dari Gue ?. selama ini kan belum pernah ada jawaban kalo Gue menolak cintanya. Jujur Gue bingung menentukan satu diantara mereka“
“ Bagaimana sih perasaan Lo sebenarnya pada Ben “, todong Popi yang sebenarnya membaca arah pembicaraan Nina sebenarnya
“ Kalo boleh jujur, sebenarnya Gue sudah mulai mempertimbangkan perasaannya. Banayak hal yang Gue temukan pada diri Ben yang jarang ada pada cowok lain”
“ Apa Gue nggak salah dengar ? “, ulang Popi meyakinkan pendengarannya
“ Ada yang salah dengan kalimat Gue ? “
“ Nggak sih Cuma Gue kurang yakin saja dengan kata-kata Lo barusan. Trus Fandi Lo apain ?, tu anak kan ngotot banget, jangan bilang Lo bakal pasang dua deh “,
Ada pemandangan aneh yang terlihat di wajah Nina, Ia begitu dingin menanggapi pertanyaan itu. tidak seperti biasanya yang setiap kali nama laki –laki itu disebut, dengan penuh semangat Nina menceritakan perubahan yang terjadi pada bekas pacarnya itu.
“ Loh kok diam ? “, Popi mencoba meyakinkan Nina yang sepertinya hanyut dengan apa yang ada dalam fikirannya sekarang.
“ Gue nggak ingin terjebak lagi dan terjatuh pada lobang yang sama Pop. Cukuplah rasa sakit Gue rasakan sekali pada orang yang sama. Kadang kalau di pikir-pikir ada benarnya juga kata Lo, tidak ada salahnya membuka hati, menata masa depan cinta Gue dari puing-puing rasa kecewa “
“ Jadi Lo tolak tawaran Fandi buat balikan ? “
Nina menganggukan kepalanya dan berusaha tersenyum.
“ Jadi Lo terima cinta Beni ?”, tanya Popi penasaran
Nina menggelengkan kepala, situasi itu semakin membuat Popi sulit dalam mengartikan maksut gerak tubuh itu.
“ Lantas...?”....
Episode Empat
“ Pergi Untuk Kembali“
Bagian 2
“ Gue nggak bisa menerima Beni begitu saja, butuh waktu menyatukan dua pribadi yang berbeda. Namun setidaknya hati ini ada untuknya “
Sesaat Nina terlihat serius memandang sebuah meja yang tidak berada juh dari box siar. Sebuah meja menjadi objek tatapannya, tempat itu biasa di isi seorang cowok yang sekarang peergi entah kemana. Entah siapa yang akan menempati tempat itu setelah Beni pergi.
“ Lo nggak kenapa – kenapa kan ? “, Popi berusaha membuyarkan lamunan Nina yang seperti larut dalam sebuah kenanagan.
“ Nggak kenapa kok, duh nomor Beni kok nggak aktif gini ya ? “
“ Hape-nya lagi di cas kali “, jawab Popi yang awalnya bingung melihat tingkah Nina yang terlihat sibuk dengan hape-nya.
“ Nomor CDMA-nya Lo tau ? ‘
“ Nggak punya, tanya Dodi mungkin ada “
“ Duh... Gue kok ngerasa nggak enak gini ya ?. kapan sih rencana Beni berangkat ?”, Nina terlihat seperti orang linglung
“ Ya.... mana Gue tahu, ketemu aja nggak “
“ Habis siaran Lo mau temenin Gue nggak kerumah Beni “ pinta Nina disambut anggukan kepala dari sahabat cantik didepannya.
***
Kelar siaran Popi menunaikan janjinya, menemani Nina bertamu kerumah Beni. Perubahan sikap Nina yang tiba – tiba membuat Popi bersemanagat mendukung keputusan gadis itu. Entah kenapa Popi begitu ngotot menyatukan dua insan yang sebenarnya tidak begitu menguntungkan dirinya sendiri. Tapi itulah arti sahabat, rela berbagi, membantu apa saja termasuk dalam urusan asmara.
“ Beni-nya lagi ngurus pasport mbak !, palingan baliknya sore “, ujar gadis manis yang sepertinya adik dari orang yang mereka cari.
“ Jadi benar Beni mo berangkat ke Malaysia ‘, tanya Nina sedikit was-was menunggu jawaban
“ Iya, padahal kami sekeluarga udah berusaha ngelarang. Apa lagi hubungan negara kita sama Malaysia sedang memanas akhir-akhhir ini. Kami takut kak Ben kenapa-knapa disana “
Terjawab sudah tanda tanya Nina, ternyata yang dikatakan Popi benar. Ada rasa kecewa yang terasa, apa lagi sebenarnya Ia telah berani mengambil keputusan untuk menyambut perasaan cinta yang laki-laki itu tawarkan.
“ O...iya, sampai lupa, silahkan masuk ! “
“ M.. terima kasih, kira-kira kapan Beni berangkat”, kali ini Popi yang mengajukan pertanyaan
“ Rencananya sih Kamis depan “
“ Ya sudah , hari Rabu kami kesini lagi, bilang ama Beni Nina dan Popi kesini ya ! “
“ O.. penyiar radaio Gelora yah ?, iya deh ntar disampein “
“ Kalu gitu kami permisi dulu “, pamit Popi sambil mengatur langkah
***
“ bagaimana nih, Beni benar-benar mo berangkat tuh “, komentar Popi seelah mendaratkan pantatnya di metro mini
“ Gue sedih Pop, mungkin cinta gue harus gagal lagi”
“ Lo belum gagal, masih ada kesempatan kok, paling nggak samapi Kamis depan. Lo harus gunakan waktu sebaik mungkin atau mimpi buruk itu kembali hadir “, saran Popi yang mendapat tanggapan serius dari penumpang disebelahnya.
“ Gue harus lakukan apa ?”
“ Lo muski yakinkan Beni tentang perasaan Lo sebenarnya. Gue rasa nggak ada cara lain sebelum semuanya benar – benar terlambat. Begini saja gimana kalo rabu malam kelar siaran kita kesana lagi”, Popi berusaha memberikan sebuah solusi yang dijawab dengan sebuah anggukan kepala dari Nina
Episode Empat
“ Pergi Untuk Kembali“
Bagian 3
Sudah dua kali Nina mendapat teguran dari mas Bram, Brocast Manager radio Gelora. Masalah sepele sebenarnya, namun bagaimanpun kecilnya sebuah kesalahan yang namanya Penyiar harus tetap profesional dalam melayani dan menghibur pendengar.
Meski dalam keadadan sedih, di dera berbagai masalah atau apapun namanya, seorang Penyiar harus bisa melupakan masalahnya dan menjiwai pekerjaan yang sedang di jalani. Kesabaran, ketulusan dan perhatian benar-benar di uji dalam pekerjaan yang satu ini. Ada yang menilai penyiar itu banyak diisi oleh mereka yang rada-rada munafik, ngomong sok bijak, sok memberi saran ingin mengajak orang buat berbuat baik, namun implementasi untuk dirinya kadang bertolak belakang. Namun itulah hidup, tidak sesempurna cahaya matahari yang mampu menyinari isi bumi, tidak sebaik bulan yang memberi cahaya disaat kegelapan.
Seorang penyiar kadang mengorbankan kesenangannya demi orang lain. Menyembunyikan ras sakit agar orang lain larut dalam derai tawa. Berat tentunya..
Kasus Nina menjadi salah satu contohnya, hanya dengan alasan menjaga pendengar agar tidak lari, Ia rela menerima hukuman dari atasan yang sepertinya tidak sepadan. Namun untunglah Nina mau menerima kesalahan meski harus rela jam siarannya di potong lagi.
Disudut lain, Beni terlihat puas dengan skenario permainan yang Ia sendiri menjadi tokoh utama. Kabar keberangkatannya ke Malaysia yang sengaja disiarkan sebenarnya hanyalah isapan jempol semata, sebatas strategi dalam mempermainkan perasaan Nina, gadis incarannya.
Untung saja Dela, adik semata wayangnya berhasil memainkan perasaan Nina kemarin, hingga gadis itu lerlihat kuyu. Perasaan Nina benar – benar dipermainkan, di obok-obok, di oper kesana kemari. Namun siapa sangka hanya dengan cara itulah Nina mampu menyadari perasaan cinta sesungguhnya. Rasa itu tidak bisa dibohongi lagi. Keangkuhan dan kebohongan diri ternyata menemukan titik nadir disaat hati telah memilih.
“ Malaysia ? “, gumam Ben sambil tersenyum sinis. Jangankan berada disitu, bermimpi mampir kesana saja tidak pernah. Baginya menginjakan kaki di negeri Jiran itu sama saja terkena najis dan kesalahan terbesar. Entah kenapa rasa dendam Ia rasakan sedemikian hebat. Mungkin karena menyaksikan tindakan semena-mena negara itu terhadap TKI Indonesia disana. Selain itu Ben juga beranggapan Malaysia merupakan negara plagiator yang kerap kali mencuri keberadapan, karya seni dan budaya bangsanya.
“...... Sayang..., angkat dong telfonnya, Aku kangen nih...kamu ngapain sih, jangn lama-lama ya ! !!...’, tiba – tiba suara ponsel Beni terdengar memanggil, berharap segera menjawab panggilan dari seseorang diseberang sana.
“ Beni... lagi dimana ? “, belum sempat membalas salam, Nina begitu saja menghadirkan sebuah pertanyaan.
“ Nina?,?,,, Gue lagi dirumah “
“ Besok Lo berangkat ke Malaysia kan ?, kok bisa sih ? “
“ Loh.. memangnya kenapa ? , tumben , biasanya cuek ajakan ? “, sepertinya ben ingin menjebak lawan bicaranya agar mau bicara jujur.
“ Gue nggak ingin Lo pergi, katanya sayang sama Gue ? “
“ Nggak salah denger nih ? ‘
“ Gue sayang sama Lo Ben, perasaan itu jujr dari hati Gue. Tapi sepertinya semuanya kembali berakhir kecewa, Lo pergi tinggalin Gue sendiri disini “
“ Nin maafiin Gue ya “, Ujar Ben merasa bersalah
“ Ngapain Lo pergi, apa disini tidak ada yang Lo cari lagi ?”, suasana mendadak hening, mereka seperti larut dengan jalan pikiran masing-masing. Buat Ben pengakuan Nina sudah cukup membuatnya percaya. Hanya tinggal menunggu waktu saja kapan hubungan itu akan diresmikan.
Tapi... ada sebuah penyesalan yang datang tiba-tiba...
Episode Empat
“ Pergi Untuk Kembali“
Bagian Terakhir
Ben begitu merasa bersalah telah membohongi gadis yang telah berkata jujur padanya.
“ Gue antar ke bandaran ya.., mungkin saat itu menjadi saat-saat terkahir bagi Gue “, terdengar suara tangis dari gagang telepon.
“ Nin !, Lo nangis ya ?, jangan nangis dong. Besok kita ketemuan ya. Gue bakal jujur tentang segalanya,. Tapi Gue harap Lo nggak marah dengan pengakuan Gue nantinya “, bujuk ben terdengar berat.
Beni menarik nafas dalam-dalam, baru kali ini terjadi seorang cewek menangisi kepergiannya. Seseorang yang begitu berharap, meminta dan menginginkan keberadaannya. Nina benar-benar tulus. Dan Ben merasakan itu.
***
Pukul tiga lewat tiga puluh lima menit.
Setelah genap sepekan tidak berjumpa, dua insan itu akhirnya bertemu. Nina terlihat sedikit kurus, kecantikan alami yang terlihat polos tanpa polesan, kini sedikit ternoda dengan hadirnya beberapa buah jerawat. banyak perubahan pada gadis itu, wajahnya yang kerap terlihat bersih, sekarang terkesan kurang terawat, keceriaan sebelumnya-pun berangsur hilang.
“ Nin.. Gue boleh jujur ? “, setelah tiga menit saling diam, Ben memberanikan diri untuk mulai bicara. “ Gue harap Lo nggak marah ya “
Nina hanya bisa tertunduk, ada ketakutan yang Ia rasakan bila memandang bola mata cowok yang mulai Ia kagumi itu.
“ Selama ini Gue bohongin Lo Nin, Gue nggak ada rencana untuk pergi. Nggak ada niat buat ninggalin kota ini. Apa lagi sampai berangkat ke Malaysia, semua Gue lakukan karena ingin melihat tanggapan dan reaksi Lo ke Gue “
Nina tersentak, mencerna apa pendengarannya tidak salah dengar.
“ Serius ? “, ujarnya kemudian.
“ Iya, Gue terpaksa bohongin Lo, semua Gue lakukan agar perasaan ini terbalas “
“ Gue nggak menyangka Lo bisa setega itu “
“ Gue tau Nin, nggak seharusnya itu terjadi “, sesal Ben yang tidak tahu harus mengatakan apa.
“ Gue tersiksa selama ini, sedangkan Lo berhasil memainkan perasaan Gue. Lo keterlaluan, benar – benar keterlaluan “, kalimat Nina membuat Ben semakin tersudut.
“ Maaf, Gue menyesal Nin “
“ Lo kira gampang minta maaf “, protes Nina sambil menatap tajam kearah laki-laki kurus itu.
Beni hanya mampu terdiam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang mungkin menjadi klimaks kemarahan Nina padanya.
“ Gue terpaksa membuang jauh-jauh perasaan itu Ben “, suara Nina terdengar lirih.
“ Gue bakal terima apa saja keputusan Lo, Gue memang salah, Gue iklas “
“ Benar iklas “, tanya Nina kemudian”
“ Harus !, mungkin cinta Gue ditaktirkan harus salah berlabuh lagi. Biar rasa cinta itu terus tersimpan di hati ini, walau tidak pernah terbalas”
“ Jangan sok tau deh, Lo tau maksud Gue apaan ? “. Ben terlihat bingung, gelengan kepala tampaknya menjadi jawaban baginya dari perkataan Nina.
Nina tersenyum ,” Gue harus membuang jauh – jauh perasaan kecewa karna kebohongan Lo selama ini. Rasa itu telah berganti dengan muatan kasih sayang dan cinta Gue yang tulus “, sambung Nina dengan mata berkaca.
Beni benar – benar terkejut, seakan sebuah mimpi, Iapun menampar dan mencubut pergelanangan tangannya sendiri, ada rasa sakit yang terasa.
“ Gue nggak mimpi, ini kenyataan. Gue.... ng....gak mi..mpi !, terima kasih Tuhan “, teriaknya yang membuat mata seluruh pengunjung kafe mengarah padanya.
“ Gue nggak peduli dengan tatapan aneh Lo semua, yang jelas hari ini Gue bahagia banget “. Ujar Ben yang tidak kalah kerasnya.
Nina yang terlihat malu mencoba menarik tangan laki-laki disebelahnya keluar ruangan, sosok mereka berlahan menjauh dan mulai hilang dari pandangan.
Sejak itulah kabar dua sejoli itu tidak pernah terdengar lagi, namun banyak yang memperkirakan hubungan mereka akan tetap awet, ada juga yang bilang mereka bakal segera mereied. Namun bagaimanapun akhirnya nanti yang jelas cinta sejati telah mereka temukan, ditempat dan pada waktu yang sama. Kisah cinta itu bermula dari sebuah radio, tempat yang sama-sama mereka sebut “ Radio Cinta “, So..Sweat !.
Islam mengajarkan pemahaman dalam mencintai sesama manusia, hewan dan makhluk lainnya. Cinta adalah wujud kasih sayang yang teramat nyata, yang sengaja Tuhan titipkan didasar hati setiap insan. Cinta yang hakiki adalah cinta suci terhadap sang pencipta, cinta yang tulus kepada sang pemberi, pemilik dan pengambil hidup.
“ Kaligrafi Cinta “ merupakan cerita yang mendevenisikan makna cinta secara sempit, namun mampu menjadi kiasan dalam mengungkap arti cinta dari sudut pandang remaja Islam.
Tulisan sederhana ini terilhami dari kisah sejati seorang muslimah yang mengalami dilema dalam menjalani cinta duniawi. Hanifah sebagai tokoh utama, seorang perempuan berkerudung berusia 20 tahun. Ia adalah Mahasiswi di salah satu perguruan tinggi agama Islam, Selain di sibukkan dengan aktifitas perkuliahan, Ifa juga menyempatkan diri aktif di berbagai kegiatan remaja Islam disebuah Mushalla. Sebagai remaja yang taat, perempuan berkulit bersih itu tidak pernah mengenal istilah pacaran. Baginya menjalin hubungan asmara dengan lawan jenis tidak lebih dari ladang dosa yang mengikis nilai – nilai keimanan, menjerumuskan manusia kelembah nista, bergulat dengan najis nafsu duniawi. Cinta hanyalah istilah dalam menyembunyikan perbuatan zina, cinta juga tak lebih dari patung berhala yang setiap saat bisa disembah dan secara berlahan menjadi sarana menyudutkan sang pemberi cinta sejati. Alasan itu semakin memperkuat prinsipnya untuk tidak menjalin hubungan dengan pria manapun. Namun siapa sangka, kenyataan berkata lain, berputarnya waktu memaksanya larut dalam gelombang perasaan asing , dimensi aneh yang tidak pernah singgah sebelumnya. Ifa jatuh cinta dan itu sebuah kenyataan. Sebuah takdir yang tidak bisa terbantahkan.
Tokoh berikutnya, Jo, Meski lahir dan memiliki saudara di Indonesia namun laki – laki itu sama sekali tidak mengenal budaya, adat dan latar belakang tanah leluhurnya. Disaat usianya memasuki angka lima tahun, Jo diboyong keluarga ke Australi, tempat yang mengasingkan masa kecil dan dunia remajanya. Jeda waktu 20 tahun berada jauh dari tanah kelahiran, tidak sepenuhya membuat Jo lupa akan Indonesia. Dengan alasan membuka usaha dan menunaikan cita – citanya, pria yang juga mengagumi kehidupan Nabi Muhammad itu akhirnya mendapat izin untuk pulang. Datang dari keluarga yang tidak begitu meyakini keberadaan agama, namun Jo begitu menghormati setiap kepercayaan yang di anut orang – orang disekitarnya. Dan siapa sangka akhir – akhir ini keinginannya begitu besar dalam mempelajari Islam, Ia mengagumi agama tauhid itu. Berlahan tapi pasti Ia-pun menuntaskan rasa penasaran itu dengan mempelajari Islam melalui buku-buku dan tafsir Alqur’an. Rasa rindu itu semakin menggebu tatkala Ia mendengar suara merdu milik seorang perempaun yang sedang melantunkan ayat – ayat Allah di Mushalla.
Putri Cristin Ningtias, perempuan cantik ini adalah kekasih Jo yang sama – sama kembali dari Australi. Hubungan mereka telah berlangsung dua tahun dan rencananya akan melangsungkan pernikahan tahun depan. Datang dari keluarga terpandang, memiliki pengaruh dan membawahi di bebarapa perusahaan di banyak kota menjadikan perempuan itu sedikit agkuh. Ikatan pertunangannya dengan Jo membuatnya begitu yakin tentang masa depan yang pasti berjalan indah, hidup dengan segala kemewaan karena Jo juga pengusaha muda. Namun siapa yang bisa memastikan ?, karena maut, jodoh dan rezeki bukanlah kapasitas manusia dalam menentukan.
Selain tiga nama tersebut, Kaligrafi Cinta juga di perankan seorang pria bernama Jeri. Ustadz muda yang juga tercatat sebagai Mahasiswa hukum Islam semester enam. Hampir separuh waktunya dihabiskan di Mushalla, sebagai ketua Remaja. Jefri dan Ifa sebenarnya dua sejoli yang menjalin persahabatan sejak lama. Walau usia mereka nyaris sama namun Ifa lebih memilih memposisikan Jeri sebagai kakak untuknya, karena memang gadis itu tidak memiliki saudara laki – laki. Namun entah dari mana bermula, secara diam – diam Jeri malah berbalik menyukai sahabatnya dan berupaya meyakinkan Ifa atas perasaan cinta yang tulus.
Peran terakhir diisi Mbak Yeni, Ustadzah yang tiap pekan memberikan siraman rohani di di beberapa Masjid dan Mushala. Kedekatan mbak Yeni dan Ifa bisa di bilang istimewa. Meski usia mereka terpaut jauh namun siapa sangka jarak itu membuat hubungan mereka semakin dekat. Sebagai lulusan Psikologi, perempuan berusia tiga puluh tahun itu cendrung menjadi tempat curahan hati Ifa dalam beragam masalahnya. ( * )
Sebuah pesawat air bus mendarat mulus di landasan bandara Internasional Minang Kabau. Tidak beberapa saat pintu pesawat-pun terbuka di susul langkah pasti seluruh penumpang yang ada didalamnya.
Sesosok tubuh tegap terlihat bingung memandangi seluruh sudut bandara. Langkahnya penuh keraguan menyusuri hempasan aspal yang baru saja diguyur hujan.
Ada kecemburuan terlihat dari bola matanya tatkala menyaksikan tawa renyah orang – orang disekitar. Perasaan ragu tiba – tiba menyelinap masuk, ada keinginan untuk berbalik arah meninggalkan situasi aneh yang tidak pernah Ia bayangkan sebelumnya
“ Selamat datang di kota Padang Jo“, ujar sebuah suara yang membuat laki – laki itu tersentak. Matanya sibuk mencari arah sumber suara.
“ Bagaimana perjalanannya ? “, kembali kalimat dengan nada suara yang sama di tujukan padanya.
“ Pak Udin ...... ! “
“ Ternyata masih ingat ! ,Hampir saja saya menjadi orang asing disini, menjadi tontonan orang – orang. Beruntung Pak Udin datang “, Ujar Jo sambil menyambut uluran tangan laki – laki dihadapannya.
“ Saya di beri tahu Pak Bima kemarin, ya.. mungkin untuk kedepannya Jo tidak perlu mencari guide lagi, saya siap mengenalkan kembali kota ini “, ujar Pak Udin sambil merangkul koper bawaan anak mantan majikannya menuju pintu keluar bandara.
“ Kota ini sudah banyak berubah, dua puluh tahun yang lalu bandara ini belum ada. Perkembangannya terlihat pesat. Benar - benar kota yang bersih, masyarakatnyapun ramah “, komentar Jo di dalam taksi dengan bahasa Indonesia yang terdengar aneh.
“ Ya begitulah, waktu telah mengubah segalanya. Bukan kota ini saja yang berubah, kamu yang dulunya bocah ingusan, paling hoby main diselokan sekarang telah menjadi pemuda gagah, calon pengusaha pula“.
“ Kadang kalau di ingat lagi, saya jadi rindu masa lalu. Pak Udin benar, dulu Saya paling sering main diselokan. Masa kecil yang indah, tapi sayangnya saat itu tidak berlangsung lama “
“ Masa kecil memang sulit dilupakan, kenangan itu akan terus melekat dan terekam di memori pelakunya “, ujar Pak Udin memberi tanggapan.
Berselang setengah jam kemudian taksi-pun memasuki areal perumahan. Mata Jos seperti berhenti berkedip, kenangan silam seakan hadir kembali disaat langkahnya menyentuh teras depan rumah.
“ Ada apa Jo ? “, rasa penasaran memaksa Pak Udin mengajukan sebuah pertanyaan.
“ Tidak ada apa – apa, hanya saja kenangan itu semakin nyata terasa. sepertinya baru kemarin kisah itu hadir. seolah baru kemarin rumah ini saya tinggalkan. O..iya, apa Pak Udin mendengar sesuatu ? “
“ Tidak, memangnya ada apa ?
Sesaat Jo mulai mencerna sebuah suara yang membuatnya berhenti bernafas.
“ begitu indah “, ujarnya kemudian.
“ Ada yang aneh ! Saya tidak mendengar apa - apa ? “, ulang Pak Udin sedikit bingung dengan reaksi orang yang ada dihadapannya.
“ Pak Udin mendengar suara perempuan itu ? “
“ Suara yang itu ?, memangnya kenapa ? “
“ Begitu indah “, ujar Jo yang nyaris tidak terdengar oleh lawan bicaranya.
“ siapa perempuan itu ?, saya ingin sekali bertemu “, susul Jo seperti orang bingung setelah mendengar lantunan suara mengaji dari sebuah Mushalla.
***
Seperti sore hari biasanya, menjelang adzan Asyhar selalu di isi dengan kegiatan pengajian yang dilantunkan beberapa santri remaja di Mushalla . Ayat – ayat suci laksana penggerak hati yang berangsur beku. Iramanya menuntun jiwa – jiwa yang sesat untuk kembali ke jalan Tuhan.
Sore ini Ifa membaca surat Ali Imran, suaranya yang indah mampu membuat siapa saja larut dalam buaian syahdu ayat – ayat suci. Mungkin karena menjiwai bacaan hingga air matanya begitu saja jatuh tanpa alasan yang jelas.
“ Sepertinya ada orang asing di luar “, buka Lia yang juga pengurus remaja Mushalla setelah Ifa menutup bacaanya.
“ Siapa ? “, sedikit berat Ifa mengalihkan pandangannya ke luar ruangan.
“ Aku juga tidak tahu, sepertinya orang baru”
“ benar juga, tapi kok Dia melihat kita seperti itu ! “
“ Entahlah ”
“ Ya sudah, dilanjutkan lagi bacaannya “, tawar Ifa pada perempuan berkerudung disebelahnya.
Ada tanda tanya besar di benak kedua perempuan itu. Laki – laki aneh yang berdiri diluar pagar seperti memandang tajam kearah mereka. Rasa takutpun mendera, Ifa lalu mendekati Lia yang sedang serius dengan bacaannya.
“ Maaf, bolehkah Saya masuk ?, belum sempat rasa takut itu hilang laki – laki itu begitu saja berdiri di depan pintu.
Dengan keberanian yang masih tersisa Ifa-pun menghampiri dan mencoba menyambut kedatangan laki – laki yang sepertinya memiliki niat baik.
“ siapa saja boleh masuk, karena ini tempat yang tidak ada larangan untuk dimasuki, selagi Ia Muslim dan takut kepada Allah “
Laki – laki itu terdiam, tanpa mengeluarkan kata – kata Ia segera berbalik meninggalkan pintu Mushalla. Beragam tanda tanya seakan bermain di benak ifa. Rasa bersalah semakin menyudutkan perasaannya.
“ Ada apa ? “, Lia yang baru saja menuntaskan bacaannya tidak bisa menyimpan perasaan ingin tahu.
“ Entahlah, laki – laki itu begitu saja pergi setelah Aku bilang bila Ia boleh masuk selagi muslim dan takut kepada Allah. Anehnya, setelah itu Dia pergi begitu saja “.
“ Hanya gara – gara ucapan itu ? ,mungkin Ia tersinggung karena dia merasa orang baru disini. Ya.. sudah jangan terlalu diambil hati “. Meski sedikit menyimpan rasa penasaran, Lia berusaha menenangkan dan mengajak Ifa kembali ke tempat semula.
“ Apa kalimat yang tadi terlalu kasar ? “
“ Tidak, biasa saja, menurutku itu jawaban yang tepat “, jawab Lia memberi tanggapan.
***
Hari ini cuaca terlihat kurang bersahabat, awan hitam terpampang rapi membungkus seluruh isi bumi. Tetesan air hujan satu persatu jatuh membasahai apa saja, menyentuh seluruh penghuni alam.
Jo masih saja sibuk dengan komputernya. Sesekali jemarinya menyentuh papan keyboard lantas kembali tertegun.
Kejadian siang tadi masih segar bermain di ingatannya. Wajah perempuan itu tidak bisa hilang begitu saja dan terus memaksanya untuk berfikir. Kalimat singkat namun sarat makna membuatnya merenung dalam mencari maksud dan tujuan kata yang terucap.
Siapa sangka setelah pertemuan tadi ada semacam keinginan untuk bertemu kembali. Laksana maknet yang saling tarik menarik, pikiran Jo selalu tertuju kepadanya, ada apa gerangan ?. desakan hebat bertemu dan mengenal sosok perempuan itu sesungguhnya menjadi situasi yang sulit Ia pudarkan.
Dengan sedikit memaksakan diri, Jo memutuskan kembali ke Mushalla. Guyuran hujan tidak mampu mengalahkan langkah kakinya agar segera sampai, berharap kembali di berikan kesempatan bisa menemui orang yang Ia cari.
“ Oo.. yang itu, namanya Ifa, kebetulan pengurus remaja di sini. Kamu cowok misterius yang tadi kan ? “
Jo memberikan sebuah isyarat “ Kapan dia kesini lagi ? “
“ Pertanyaan yang aneh, tapi kalau ingin menemuinya kembali saja sebelum adzan “
“ Adzan ?, kira kira jam berapa ? “, tutur Jo yang terlihat bingung
“ Tuh..kan !, pertanyaan kamu dari tadi aneh. Adzan itu disesuaikan dengan waktu masuknya shalat”
“ Waktu shalat ?, maksud kamu seperti siang tadi ? “
“ Waktu shalat itu berbeda setiap jamnya, tergantung kita melakukan shalat apa dulu.. ya.. kalau shalat subuh kira – kira jam setengah lima, Dzuhur jam setengah satu, Ashar lebih kurang jam empat sore, Maghrib jam setengah tujuh dan waktu shalat Isya kira – kira jam setengah delapan “, terang Lia dengan tetap sabar memberikan penjelasan.
“ O, jadi Saya harus kesini lagi pada jam – jam itu ? “
“ Ya terserah, tapi Ifa-nya belum tentu ada karena Dia juga punya kegiatan lain seperti kulaih dan aktifitas organisai lainnya “
“ Kuliah dimana ? “Jo benar – benar terkesima mendengar penjelasan dari lawan bicaranya. Ternyata perempuan yang Ia cari bukanlah gadis biasa pada umumnya.
“ IAIN “
“ IAIN ?, itu kampus ? “
“ Bukan tapi pasar, ya iyalah, memangnya tidak pernah dengar ? “
“ Iya..baru sekarang. Mungkin karena Saya terlalu lama mennggalkan kota ini “ ungkap Jo sedikit berat
Lia mengerutkan dahinya “ maksud kamu ? “
“ Saya lama di Australi dan baru saja kemabali “
“ O,.. Tapi mengapa kamu begitu ingin bertemu Ifa ?, apa karena kalimat yang tadi siang ?, kamu marah ? “
“ Iya “
“ Kok bisa ?, jujur Ifa tidak bermaksud apa – apa “
“ bukan karena itu “
“ Lantas ? “
“ Saya tidak tahu alasannya, tapi hati Saya ingin sekali menemuinya, mengenal serta banyak belajar darinya “
“ Apa Aku bilang kamu memang aneh. Jangan dikira Ifa mau menemui kamu. Dia selektif sekali berhubungan dengan laki – laki. Apalagi orang yang tidak dikenal “, terang Lia yang membuat Jo semakin penasaran.
“ Saya tidak yakin Dia bisa menolak ajakan Saya “ , balas Jo sedikit membanggakan diri.
“ Kamu salah orang, Ifa bukan perempuan seperti itu, tidak satupun laki – laki yang mampu mendekat. Ifa adalah muslimah sejati yang tabu berhubungan dengan laki – laki. Jadi jika kamu kepedean sepertinya salah besar “.
Jos terdiam, berlahan keraguan merasuki keyakinannya selama ini.
“ Satu lagi, Ifa tidak ingin di dekati laki – laki manapun. Dia tidak mau mengenal laki – laki yang bukan muhrim, kecuali hal yang wajar untuk di ketahui “, pungkas Lia sambil melangkah pergi meninggalkan lawan bicaranya seorang diri.
Dengan langkah lemah Jo-pun mengatur langkah. Sempat hadir perasaan menyerah, namun seketika hilang. Keinginannya mengenal dan mencari tahu tentang Ifa tidak bisa lagi ditahan.
***
Kesibukan begitu sarat terlihat dari dalam Mushalla. Hampir seluruh anggota remaja melakukan aktifitas yang dirasa perlu dilakukan. Malam nanti rencananya dilangsungkan perlombaan da’i cilik Antar TPSA. Jeri sebagai ketua pelaksana terlihat serius mengatur dekorasi untuk para peserta. Hal yang sama juga dilakukan perempuan cantik di sebelahnya, Ifa terlihat larut dengan tumpukan kertas yang berjejer rapi di sebuah meja, jemari lentik terlihat lincah mengunting tanda pengenal peserta yang akan digunakan nantinya.
Entah dari mana bermula kabar tentang pria asing yang mendatangi Mushala tempo hari begitu cepat tersebar dan menjadi konsumsi mereka yang hadir hari ini. Sebenarnya yang paling penasaran dari keajadian itu adalah Jeri, lelaki itu selalu saja mencari tahu tentang keberadaan berita itu.
“ Aku juga tidak tahu, tiba – tiba dia melihat dengan matanya yang tajam, tidak begitu lama Ia berdiri begitu saja di depan pintu “
“ Mungkin Dia Musafir yang ingin istirahat disini. Masih ingat ciri – cirinya ? “, kali kedua pertanyaan ditujukan pada orang yang sama.
“ Sepertinya bukan, tapi kemarin Lia bicara dengan laki – laki itu. Katanya Dia ingin bertemu Aku
“ Bertemu kamu ?, untuk apa ? “
“ Entahlah, mungkin ada yang perlu Ia sampaikan “
“ Saranku kamu harus hati – hati. Bisa juga laki – laki itu mempunyai sebuah rencana “
“ itu makanya Aku tidak mau menemuinya “, balas Ifa sambil tetap setia dengan pekerjaannya”
Berlahan Jeri merasakan sebuah perasaan aneh. Rasa itu menjelma menjadi wujud asing, perasaan takut bila Ifa berhasil didekati orang lain. Meski menyimpannya di dalam hati, sejujurnya perasaan sayang yang begitu tulus masih saja tersimpan rapat untuk sahabat kecilnya itu, walau sebenarnya Ia yakin bila Ifa yang Ia kenal adalah gadis yang taat, selalu menjaga jarak dengan laki – laki dan sulit percaya dengan orang yang baru Ia kenal.
‘ Kak Jeri, sepertinya orang itu laki – laki yang kemarin “, tunjuk Lia sesaat matanya menangkap sesosok tubuh yang turun dari sebuah mobil.
‘ Kamu yakin ? “
“ Iya “
“ Kita lihat saja dia mau apa ? “
Sepertinya rasa penasaran Jeri akan segera terjawab. Dengan langkah pasti pria itu mendekati mereka.
“ Maaf..kenalkan, saya Jo. Boleh saya masuk ? “, ujarnya menyadari ada raut tanda tanya pada diri laki – laki dihadapannya.
“ Saya Jeri, silahkan “
“ Tapi maaf, Saya bukan Muslim, masihkah boleh saya memasuki tempat ini ? “, tanpa diduga kalimat itu begitu saja melunjur di mulut Jo.
Jeri benar – benar tersentak dengan kalimat orang baru disebelahnya. “ Bagaimana kalau kita bicara di kursi itu saja “, ajaknya sambil menunjuk tempat duduk yang berada tidak jauh dari areal Mushalla.
“ Maaf, lantas mengapa kamu mendatangi di Mushala ? “, tanya Jeri sambil mempersilahkan laki – laki itu duduk.
“ Jujur, sejak kecil orang tua saya tidak pernah mengenalkan nilai – nilai agama. Mereka beranggapan semua agama tidak bisa dipercaya, dan itu adalah kekeliruan yang menyesatkan. Kesalahan terbesar kami adalah tidak memilih agama yang mana hingga sekarang. Saya dibesarkan diluar negeri, 25 tahun usia saya sekarang, namun tidak pernah sekalipun menyembah Tuhan, tidak pernah beribadah seperti kebanyakan orang “, tutur Jo sambil menarik nafasnya dalam – dalam.
“ Mengapa itu bisa terjadi , bukankan keyakinan itu perlu ? “
“ Mungkin karena kesibukan, kebimbangan serta kesombongan “,
“ Mengapa tidak mencari sendiri kebenaran itu ? “
“ Setiap waktu saya merncoba mencari kebenaran, sudah empat agama yang Saya pelajari, namun belum mampu menyentuh hati dan keyakinan”.
“ Cobalah kenali Islam dan pelajari ajarannya, insyaallah bisa memberi petunjuk “, tawar Jeri disaat melihat kebimbangan di wajah Jo.
“ Saya sedikit mengenal Islam dari beberapa buku dan tafsir Alquran. Jiwa ini seakan bergetar disaat menyebut nama Allah. Keinginan mempelajari, memperdalam dan menjadikan agama ini sebagai keyakinan sebenarnya sudah mulai saya rasakan”.
“ Alhamdulillah, lantas kedatangan kamu kemarin ke Mushalla untuk melaksanakan niat itu ? “
Jo menganggukan kepalanya.
“ Subhanallah , jadi dugaan selama ini keliru, kami menganggap kamu orang aneh yang berniat jahat. Saya mewakili teman – teman dengan kerelaan hati meminta maaf atas dugaan itu “
“ Tidak perlu minta maaf, mereka tidak salah “
“ O..iya, mengapa keinginan kamu begitu besar mengenal Ifa ? “
Jos tersenyum dan lantas melanjutkan kalimatnya...” Semua terjadi secara tidak sengaja, Saya kebetulan mendengar suara Ifa dari pengeras suara Mushalla. Jiwa ini terasa bergetar, tidak tahu kenapa hati yang selama ini angkuh mendadak cair mendengar irama yang Ia bacakan “
“ Terus bagaimana pandangan kamu tentang Islam ? “ kembali todongan pertanyaan mengarah kepada Jo.
“ Islam adalah agama universal. Islam ibarat tongkat bagi si buta dalam memberikan arah untuk berjalan. Walaupun saya masih awam, namun keinginan untuk mengenal ajaran itu sangatlah besar “
“ Lantas apa hubungannya dengan Ifa ? “
“ Tidak ada niatan buruk, Saya ingin belajar tentang Islam dengannya, itu saja”
“ Syukurlah. Kasihan Ifa ada ketakutan yang Ia rasakan akhir – akhir ini”
“ Mungkin karena kehadiran saya di Mushalla kemarin, saya jadi merasa bersalah “
“ Sekarang semua sudah jelas, ini Cuma salah paham. Begini, kebetulan kami sedang ada kegiatan di mushala, mau ikut ? “, tawar Jeri sambil bangkit dari tempat duduknya.
“ Maaf, mungkin bukan untuk kali ini. Mushalla itu begitu suci, tempat itu tidak mungkin menerima keberadaan saya “
“ Kamu salah Jo, Mushalla tempat siapa saja, tempat yang bisa dikunjungi siapapun. Bila hati seseorang terbuka dan mengakui keberadaan Allah maka tempat itu halal untuk dimasuki. Aku bisa menilai hatimu ada untuk Islam, hanya tinggal menunggu saat yang tepat untuk mengikrarkannya “
Jo tersenyum, ketegangan yang menghinggapi wajahnya tadi hilang begitu saja berganti senyum kepasrahan.
“ Saya juga yakin suatu saat nanti hati ini benar – benar terbuka dan menjadikan Islam sebagai pelabuhan hidup yang terakhir”
“ Mudah – mudahan, o ya.. masih ingin bertemu Ifa ?, kebetulan sedang ada di dalam”
“ Kapan – kapan saja, biar dia tenang dulu. Tapi saya minta tolong, katakan padanya, saya ingin sekali bertemu, ingin mengenal pribadinya “
Jeri memutuskan kembali duduk“ Kamu belum mengenal siapa Ifa sesungguhnya Jo. Keinginan itu teramat sulit menurutku. Aku adalah sahabat kecilnya, yang tahu segala sesuatu tentang Ifa. Dia tidak ingin berhubungan dengan laki – laki manapun, apa lagi orang baru. Namun semua butuh preoses, siapa tahu saja hatinya terbuka “
“ Keinginan Saya Cuma satu, berteman dan belajar tentang Islam “
Sesaat suasana mendadak hening. Kedua laki – laki itu terlihat sibuk dengan jalan pikiran masing – masing. Meski hanya tersimpan di dalam hati, namun perasaan cemburu tidak bisa didustakan. Rasa takut akan akan kedekatan Jo dengan orang yang teramat sangat Ia sayang menjadi alasan kuat mengapa Jeri terdiam detik ini. Dilema begitu saja hadir tanpa pernah di undang sebelumnya.
Secara tidak langsung Jo hadir sebagai anacaman yang bisa saja menghancurkan mimpi dan harapan selama ini. Asa itu sebenarnya mulai ada karena Ifa sebelumnya pernah mengatakan, bila saatnya telah tiba Ia akan memilih orang yang tepat untuk dijadikan suami dan itu tidak tertutup untuknya. Apakah Jo masuk kedalam nominasi itu ?
***
“ Pokoknya kami disini kurang setuju dengan keputusan Kamu “
“ Jo mengerti perasaan Mami, tapi hati kecil Jo benar – benar tesentuh dengan ajaran ini Mi “
“ Jo, kamu tahukan dengan tradisi kita “
“ Iya Mi, tapi hati kecil Jo tidak bisa dibohongi. Sekian lama Jo berkelana mencari kebenaran dan baru sekaranglah Jo temukan, Islam bukan agama yang kita nilai selama ini, ajarannya berbeda dengan kepercayaan kita dulu “
“ Mengapa begitu yakin ?, sedangkan dulu kamu sendiri yang enggan mempelajarinya “
“ Kadang kita harus melewati jalan yang salah agar bisa sampai kepada tempat yang sebenarnya kita tuju. Jo akui, dulu hati ini memang begitu tertutup, namun sekarang semuanya berubah, Mi. Dugaan kita selama ini ternyata keliru, penilaian kita tentang Islam ternyata bertolak belakang dengan apa yang Jo temukan sekarang “
Perempuan yang berada di balik gagang telepon itu terdengar seperti menarik nafas, Ia tidak mampu lagi menahan niat tulus anaknya dalam menentukan pilihan.
“ Keputusan kamu pasti ditentang habis – habisan oleh keluarga besar kita Jo, kamu akan dibuang dan tidak diakui lagi “
“ Jo tidak takut Mi, asalkan Mami dan Papi mau memberikan dukungan, semua bukan menjadi hal yang Jo takutkan. Mereka hanya tidak tahu, tidak mengerti dan tidak mau tahu dengan kebenaran. Semoga saja nanti hati kecil mereka terbuka dan diberikan kesempatan untuk bertaubat “
“ Sekarang begini saja, silahkan kamu mengenal ajaran yang menurut kamu benar. Mami sepertinya tidak bisa lagi melarang karena kamu sudah bisa memtutuskan, sudah bisa menentukan mana yang baik dan sebaliknya. Pesan Mami, jangan pernah menyesal dengan keputusan yang telah kamu pilih. Biarlah kami disini yang menaggung akibat dari keputusan kamu “
“ Terima kasih Mi, Jo janji akan buktikan keyakinan ini dan semoga saja nanti Mami, Papi dan seluruh keluarga disana juga mengikuti jejak Jo menjadi Mualaf.
Percakapan itupun selesai. Ada dukungan yang Jo peroleh dari orang tuanya. meski tanpa kerelaan hati, namun itu sudah lebih berarti dari pada menyembunyikan rencananya yang jelas – jelas perlu dukungan.
Keinginan Jo memang tidak bisa ditawar lagi, untuk merealisasikan niatnya Ia rela melepas segala fasilitas, kekayaan dan nama besar orang tuanya. Jo ingin memulai kehidupannya dari dari awal lagi. Meski itu teramat berat.
Tapi untunglah, ada sedikit tabungan yang pada awalnya akan digunakan sebagai modal usaha. Dengan simpanan itu Jo berharap bisa bertahan hidup dan tidak menjadi pengemis setelah Ia masuk Islam nanti.
Ada semacam pengharapan yang ingin sekali Ia wujudkan nanti, setelah jadi mualaf, Jo ingin membawa orang tuanya dalam kepercayaan yang sama, membentuk keluarga yang didalamnya hanya ada satu akidah, satu tujuan dan satu arah kiblat.
Baginya tidak ada hidup yang paling bahagia selain niat tulus itu bisa terwujud. Kekeliruan, kesalahan dan kemunafikan selama ini hanya bisa ditebus dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada yang maha pemilik hidup, dan itu sudah harga mati. Mungkinkah itu bisa terlaksana ?
***
Ada kabar gembira pagi ini, berita itu disiarkan melalui pengeras suara di Mushalla, ba’da shalat dzuhur nanti akan dilanjutkan dengan prosesi pengucapkan dua kalimat sahadat yang dilafadzkan oleh seorang pria.
Seperti kebiasaan sebelumnya puluhan warga terlihat antusias menyaksikan peristiwa sakral itu, sekedar memberikan dukungan bagi mualaf yang juga saudara baru mereka.
Ada perasaan salut, bahagia dan tidak percaya yang dirasakan Ifa saat mendengar kabar baik itu. Salut karena sosok yang belakangan paling Ia takuti ternyata berhati lembut, perasaan bahagiapun membuncah seirama dengan bertambahnya saudara muslim untuknya. Namun rasa tidak percaya juga melengkapi kebahagian itu, karena dengan begitu singkat Jo berani memutuskan memeluk Islam tanpa keraguan sedikitpun. Subhanallah.
Ifa tidak ingin munafik dengan kujujurannya, meski selama ini menjauh dari Jo, namun Ia selalu mengikuti perkembangan laki – laki itu melalui pengakuan Lia sahabatnya. Kadang rasa kasihan terasa membelenggu jiwanya. Jo begitu tersiksa diombang ambing kebimbangan dan Ia membiarkan itu terjadi.
“ Asalamualaikum ! “, ada suara ketukan pintu dari arah depan, sedikit berat melangkah, Ifa-pun segera membukakan pintu.
“ Walaikum Sallam ! “, Lia?, Tumben pagi – pagi ? “
“ Iya, sudah tahukan kabar terbaru tentang Jo ? “, todong si tamu sambil duduk rapi di sebuah sofa.
“ Tahu...”
“ Cuma tahu ? , tidak ada kelanjutannya ? “, protes Lia sambil menggoda perempaun berkerudung putih di depannya.
“ Maksud kamu ? “
“ Ya paling tidak kamu ikut andil, datangkan ? “
“ lihat dulu, memangnya harus ? “
“ Tidak sih, Cuma tadi kak Jeri minta kamu yang ngaji “
“ O.., iyalah Aku datang “, lanjut Ifa seraya membuka toples makanan kecil
“ nah..begitu dong... “
***
Suasana Mushalla sedikit sesak, rasa penasaran warga melihat prosesi sakral yang sebentar lagi akan berlangsung terlihat begitu besar. Dan tidak perlu menyita waktu terlalu lama, ba’da Dzuhur rangkaian acarapun dimulai. Dibuka dengan pembacaan ayat suci alquran, siraman rohani dan terakhir ditutup dengan pengikraran janji Jo sebagai seorang Mualaf.
Ada rona kebahagian terpanjar di raut wajah Jo, dengan balutan baju koko berwarna putih dilengkapi peci hitam dan sebuah sajadah, penampilannya terlihat rapi, tenang dan penuh keyakinan.
Momen yang ditunggu – tungghupun akhirnya berlangsung, dengan bimbingan seorang Ustadz, Jo mengucapkan sumpah menjadi seorang Muslim. Air matanya begitu saja jatuh, ada keharuan yang terselip di lubuk hatinya.
Rasa syukur tidak henti terucap pada mereka yang hadir. Uluran tangan warga silih berganti menjabat tangan pria itu sebagai isyarat bentuk dukungan.
“ Selamat ya.. “, Ujar Ifa tanpa mampu melihat wajah laki – laki dihadapannya
“ Terima Kasih “
Mungkin kata – kata itu kalimat pertama yang keluar dari Ifa, namun bagi Jo itu adalah bentuk dukungan nyata yang membuatnya tegar menjalani hidup barunya sebagai seorang muslim. Ada harapan yang Ia rasakan dari bola mata perempuan cantik dihadapannya, apakah dugaan itu sama seperti yang Ifa dirasakan?, ( entahlah ).
***
“ Tumben ceria sekali , ada apa ? “, Lia menuntaskan rasa keingintahuannya sesaat melihat raut wajah Ifa yang terlihat cerah.
“ Biasa saja,, orang ceria kok malah curiga ? “
“ Bukannya begitu, Aku lihat tidak seperti biasanya “
“ Bagimana ya.. Aku senang saja, ternyata pikiran buruk kita selama ini tidak terbukti “
Lia mulai menebak jalan pikiran wanita cantik yang duduk disebelahnya. “ Maksud kamu Jo ? “
Ifa tersenyum dan berusaha bersikap seperti biasa.
“ Sebenarnya dari awal Aku sudah tahu kalau Jo anaknya baik. Cuma tatapan matanya itu yang membuatku takut, sangat tajam “
“ Sama, apa lagi sekarang sedang gencar – gencarnya isu teroris. Bisa saja Dia datang lantas mengumpulkan remaja disini untuk dijadikan pelaku bom bunuh diri “, Ifa mencoba memberi alasan.
“ Ternyata dugaan kita keliru, tapi yang tetap saja menjadi tanda tanya, mengapa Jo begitu ngotot mendekati kamu ya ? “
“ sudah, jangan dibahas “, keluh Ifa menyanggah tanggapan dari lawan bicaranya.
“ Ifa.., Ifa... kadang Aku bingung sendiri, mengapa kamu begitu sulit membuka hati. Saran Aku tidak ada salahnya berteman dekat dengan laki – laki selagi sopan dan menghormati kodrat kita sebagai perempuan. Apalagi jiwa Jo masih labil dan membutuhkan pendamping dalam menjalankan kehidupannya yang baru”.
“ Tapi tidak harus Aku kan ?, masih banyak Ustadz yang lebih faham agama. Aku tidak ingin timbul fitnah dan dugaan buruk orang – orang “
“ Fa ! pernahkah kamu berfikir tentang masa depan ?, tentang pernikahan misalnya. Kadang timbul persaan kasihan melihat kak Jeri yang sangat menyayangimu. Bagiku kak Jeri laki – laki yang baik, taat dan bertanggung jawab. Apa salahnya membuka hati ? “
“ Loh kok jadi bicarakan yang itu sih ? “. Masih banyakkan tema yang lain yang bisa jadi bahan diskusi “, elak Ifa mencoba lari dari alur pembicaraan.
Begitulah Ifa, hal yang tabu baginya membicarakan segala hal yang berhubungan dengan pria. Namun siapa sangka jauh didasar hatinya terselip sebuah keinginan seperti yang dikatakan Lia, sahabatnya. Ingin sekali Ia membuka hati, mengenal pria yang bisa menjaga, membimbing serta melindunginya.
Ifa-pun tidak buta dengan perasaannya, dua nama yang belakangan ini hadir di hari – harinya paling tidak mampu menjadi calon yang bisa menunaikan harapannya kelak. Sayangnya perasaan itu hanya bisa tersimpan di dalam hati tanpa seorangpun yang tahu.
Keputusan Jo memeluk Islam menjadi salah satu daya tarik yang membuat Ifa terkesima. Laki – laki itu ternyata berhati lembut, tulus dan bertanggung jawab dalam kehidupannya
“ Sedang memikirkan Apa ?, disediain minuman kek “, protes Lia yang menyadari ada keganjilan di mata sahabatnya.
“ Biasanya kan ambil sendiri. Tapi kata kamu tadi ada benarnya juga La. Mungkin Aku harus belajar membuka hati “, ujar Ifa yang membuat Lia tidak percaya.
“ Kamu serius ?, kok bisa ? “
“ Aku juga tidak tahu, tapi biar takdir yang menentukan “
“ Benar juga, sudah saatnya masa depan direncanakan dari sekarang “
“ Duh... jangan terlalu jauh diartikan ”, sela Ifa sambil mengalihkan wajahnya yang merah merona.
“ Jadi siapa yang kamu pilih ?, kak Jeri ya ?, aku Pasti dukung “
Ifa ingin sekali membantah dugaan itu namun entah kenapa mulutnya tiba – tiba saja kelu untuk berkata.
***
Tanpa terasa tiga Minggu sudah Jo berada di tanah kelahirannya. Meski masih dalam hitungan hari, namun banyak perubahan yang telah Ia alami. Tiada lagi kebimbangan, keraguan dan kekosongan jiwa seperti masa lalu yang kelabu.
Semangat hidup yang sempat pudar dulunya kembali hadir, memberikan inspirasi dalam menjalani sisa- sisa usia.
Seperti janji Jos dulu pada orang tuanya, tujuannya pulang selain mencari kebenaran juga merencanakan membuka usaha baru. Berbeda dengan rencana sebelumnya yang ingin membuka bisnis hiburan dan showroom mobil. Sekarang rencana itu berubah, seiring perubahan hatinya.
Jo berencana membuka sebuah TK Islam khusus untuk orang – orang miskin, sekolah gratis bagi orang – orang papa. Tidak cukup sampai disitu, ada keinginan lain yang lebih mulia, rencananya Jo ingin mengubah Mushalla yang hanya berukuran 3x3 meter persegi menjadi sebuah Masjid yang nantinya akan di sulap menjadi pesantren mini.
“ Kamu sudah gila ?, apa Yang kamu dapat dari membangun sekolah itu ?. Pikir Jo, kamu hanya menghambur – hamburkan uang “, komentar Putri, pacar Jo yang telah dua tahun menjalin hubungan dengannya.
“ Sebenarnya yang kita cari dari hidup ini bukan semata uang Put, bukan hanya materi, jabatan dan kehormatan. Yang dibutuhkan dalam hidup adalah ketenangan, sebuah ketenangan batin “
“ O.. belajar dari mana ?,, sudah pintar berargumumen ya. Masih ingat janji kamu dulu sebelum kita berangkat kesini ?,mana.., mana buktinya ? “
“ Setiap orang bisa memutuskan mana yang terbaik untuknya, perubahan bisa terjadi kapan dan dimana saja, selagi untuk kebaikan “.
“ Kamu telah berubah Jo, Aku menyesal kenapa sampai ikut kamu kesini. Mengapa mau mengikuti orang gila seperti kamu. Lebih baik Aku pulang ke Australi “
Jo tersenyum “ Aku tidak pernah melarang kamu, lakukan saja apa yang terbaik menurut kamu “, tutup Jo dari balik gagang telepon.
“ Oke.., kita lihat saja nanti “, percakapanpun terhenti. Tidak ada perubahan yang berarti di wajah Jo, Ia terlihat sabar menghadapi situasi panas yang baru saja berlangsung.
***
“ Asalamuallaikum.., mau kemana Fa ? “, ujar Jo seraya menginjak pedal rem mobil saat matanya menangkap tubuh perempuan yang Ia kenal.
“ Waalaikum sallam, kak Jo mau kemana ?. Ifa mau berangkat kuliah, kebetulan jadwalnya siang “
“ Saya antar mau ? “
“ Terima kasih, tidak enak dilihat orang “
“ O..iya, kita kan bukan muhrim “, gumam Jo menyadari kekeliruannya. “ Sore nanti ke Mushalla ? , ada yang mau Aku bicarakan “
“ Insya Allah, memangnya ada apa ? “
“ nanti saja di Mushalla, kurang baik bicara di jalan “
Ifa tersenyum dan memohon pamit ke arah pada laki – laki rapi yang berada di dalam mobil.
“ Fa..,” kalimat Jo tertahan
“ Iya, ada apa ? “
“ Hati – hati ya “, lanjut Jo sedikit ragu
“ Iya terima Kasih, Aku berangkat dulu. Asalamuallaikum “
Tubuh Ifa-pun berlalu dari pandangan. Ada kepuasan tersendiri bisa memandang dan bicara pada gadis itu. Sesaat perasaan asing menyelinap masuk mengajaknya untuk menikmati dimensi emosi.
Jo tidak bisa membohongi hatinya, diam – diam Ia semakain mengagumi kelebihan lawan bicaranya. Ketulusan , kepolosan serta keramahannya menjadi senjata mematikan yang mampu menggoda siapa saja.
***
Seperti rencananya siang tadi, Jo menyempatkan diri menunaikan shalat ashar berjamaah di Mushalla. Selesai shalat matanya berusaha mencari sosok Ifa di barisan jamaah perempuan. Namun kali ini sosok itu tidak ada disana, tidak biasanya Ifa absen di barisan paling depan, kemana dia ?.
“ Asallamualaikum..”, terdengar ucapan salam dari arah pintu depan, Ifa yang kebetulan berada di ruang tamu segera bangkit dan membuka pintu.
“ Waalaikum Salalam, kak Jeri ?”
“ Maaf, aku terpaksa bertamu “
“ Tidak apa, tapi di rumah tidak ada orang, kita ngobrolnya di luar saja ya ! “
“ Tidak masalah “ , jawab Jeri sambil duduk di kursi teras.
“ Ada apa kak ?, tidak biasanya, ada tugas lagi ya di mushalla ? “
“ Tidak, kedatanganku kesini ingin menanyakan sesuatu “
“ Mau tanya apa ?, bukan tugas kuliah kan ? “, pancing Ifa mencairkan suasana.
“ Fa, kita sudah kenal sejak lama kan ?,dari SD malah “. Sebuah pertanyaan aneh meluncur dari mulut Jeri.
“ Iya, terus ? “
“ Jujur, belakangan ini ada perasaan sayang yang Aku rasakan sama kamu. Rasa ini lain, berbeda dengan perasaan yang sama sebelumnya. Bukan rasa sayang seorang kakak pada adiknya bukan pula perasaan sayang sesama sahabat. Rasa itu adalah perasaan cinta yang tulus pada orang yang begitu istimewa. Aku tahu kamu kecewa mendengarnya. Aku terpaksa, benar – benar terpaksa. Aku tidak bisa menyimpannya lagi. Tiga tahun sudah perasaan ini ku simpan rapat – rapat, selama itu pula rasa takut menghantui. Takut kamu didekati laki – laki lain.
“ Astaghfirullah, kak Jeri sadarkan dengan apa yang kak Jeri katakan “
“ Aku sadar, sadar mengatakannya. Mungkin pengakuan ini tidak pernah kamu harapkan Fa, tapi mengertilah hati ini “
“ Kak, Ifa juga sayang sama kakak, kita sebagai muslim wajib menyayangi, mencintai karena itu ajaran agama. Tapi cinta tidak harus seperti yang kak Jeri maksud. Cinta kakak hanyalah berhala yang terlanjur disembah, sebatas tumpahan emosi karena kakak tidak bisa mengalahkannya. Cobalah berfikir positif, perasaan itu hanya bisikan agar kita terlena dan masuk kedalam perangkapnya “.
Jeri hanya bisa tertunduk, ternyata Ifa lebih jauh dewasa dalam mengartikan makna cinta dibanding devenisinya selama ini. “ Aapa kamu menyukai Jo ?, hingga berusaha membunuh perasaanku ?”
“ Ya Allah, kak Jeri bicara apa ?, tolong di fikirkan dulu sebelum bicara, hubungan Ifa dengan kak Jo hanya sebatas teman, sama halnya seperti kak Jeri sekarang “.
“ Aku lihat ada perubahan akhir – akhir ini “
“ Perubahan apa ?, Ifa merasa biasa saja “
“ Setelah Jo jadi Mualaf, Aku perhatikan kamu lebih dekat dengannya. Aku tahu selama ini hubungan kita hanya sebatas sahabat sama halnya pada Jo, namun rasa sayang yang ada dalam persahabatan berbeda dengan rasa sayang dalam cinta. Ada yang membedakan, rasa ingin memiliki dan rasa cemburu”
“ Kak Jeri, Ifa memperlakukan siapapun sama saja, tidak lebih. Itu Cuma perasaan saja “
Setelah kalimat terakhir, suasana berubah mencekam. Ada sebuah kekalutan di hati jeri. Rasa itu semakin nyata di saat Jo lewat di depan mereka.
“ Asalamualaikum, waduh sedang serius nih ?”, Ujar Jo sambil mematikan mesin mobilnya.
“ Tidak, Cuma lagi diskusi kok “, Ifa berusaha bersikap wajar.
“ Ya sudah, saya mohon pamit, semoga diskusinya menyenangkan “,tutup Jo yang sadar akan posisinya sebagai orang ketika diantara mereka.
“ Maaf tadi Ifa tidak sempat ke Mushalla, kebetulan ada kuliah tambahan “
“ Tidak masalah. Bila ada waktu saja “
Setelah Jo pamit, tidak banyak komunikasi yang berarti. Pertemuan itu lebih banyak di isi dengan keheningan.
“ Aku pamit dulu, tapi Aku ingin katakan, perasaan ini akan selalu ku jaga, meski nantinya tidak terbalas “
Ifa hanya bisa mencerna kalimat itu, kebimbangan terasa begitu jelas yang memaksanya segera memutuskan langkah apa yang akan ditempuh. Ia tidak ingin masalah ini berlarut larut dan menghancurkan persahabatan yang sekian lama terjalin
***
Kedatangan Bunda yang secara tiba – tiba tanpa komunaksi sebelumnya membuat Ifa menyimpan sebuah tanda tanya. Tidak biasanya bunda begitu, setiap kedatangannya ke Padang pasti di beri tahu sekedar memberi ruang dalam menyambutnya di bandara.
Sebagai Wirasawasta di Jakarta waktu bunda sebenarnya tidak banyak, makanya wanita itu hanya menjenguk Ifa sekali dua bulan ke Padang.
“ Bunda sengaja kasih kejutan, makanya datang tiba- tiba seperti ini. Ayah juga titip salam, katanya bulan depan akan pulang “
“ Ya .. setidaknya kalau di kasih tau, Ifa kan bisa mesan sate Padang kesukaan Bunda “, protes Ifa sambil memeluk tubuh Ibunya.
“ Itu bukan kejutan namanya “
“ Iya sih, tapi Ifa kesel sama Bunda “
“ Ya sudah Bunda minta maaf “
“ Iya deh, tapi tumben Bunda pulang ?, ada urusan penting ? “
“ Bukanya penting lagi, tapi maha penting kalu tidak bunda kerjakan sekarang pasti akan timbul kekecewaan dimasa datang “
“ Tumben ?, pasti Bunda buka kantor cabang baru?, dimana Bun ?“, tebak Ifa sambil menunggu penjelasan berikutnya.
“ Bukan “, jawab perempuan singkat
“ Terus ?, “
“ Ini jauh lebih penting dari urusan pekerjaan, apalagi buka kantor cabang baru “
“ memangnya urusan apa Bun, jadi penasaran “
Bunda lantas memeluk tubuh buah hatinya, tangannya yang lembut fasih mengusap kepala Ifa dengan belaian kasih sayang. Ifa sedikit bingung dengan sikap Bunda yang tiba – tiba.
“ Bunda tidak tahu harus mulai dari mana, kemarin rekan bisnis Papa datang ke rumah. Awalnya Bunda biasa saja, tapi setelah Dia cerita tentang kehidupannya, Bunda jadi miris, sedih “
“ Loh kok bisa ?, apa ada alasan untuk sedih ?, Diakan pengusaha, punya segalanya “
“ Bukan karena itu, tapi karena takdir “
“ Bunda kok ngomongnya putar- putar begitu?, sudah seperti metro mini”
“ Namanya Ridho, pengusaha properti dan Event organezer. Kalau masalah finansial dan hal yang menyangkut tentang itu, tidak perlu diragukan. Tapi sesuatu ada hal yang slama ini Ia cari, dan itu belum kesamapaian “
“ Apa ? “
“ Jodoh “
Ada getaran hebat setelah Bunda mengucapkan kata itu. Ada ketakutan dihati Ifa, bila saja Ridho Ia tawarkan untuknya.
“ Bunda tahu kamu belum siap untuk menikah, Ayahpun merasakan hal yang sama. Tapi kami mempunyai rencana baik untuk mu”.
“ Maksud Bunda ? “
“ Kamu maukan tunangan dengannya ?
Ifa begitu tersentak, kecurigaannya tadi ternyata benar.
“ Bunda serius ? “
“ Semua Bunda kembalikan pada kamu, jika kamu mau, Bunda dan Ayah juga setuju. Tapi kalau kamu keberatan kami juga mendukung. Namun sebagai bahan pertimbangan, Ridho anaknya baik alim, rendah hati dan penyayang “
“ Kalau Ifa terserah Bunda saja, bila itu keinginan Bunda dan Ayah Ifa ikhlas menerima”
“ Kamu jangan terlalu cepat mengambil keputusan, pikirlah dulu, kami juga tidak ingin ada keterpaksaan dalam rencana ini. Yang jelas Bunda mendukung segala keputusan kamu nantinya, apapun itu”
“ Terima kasih Bun, Ifa akan lakukan yang terbaik untuk Bunda “.
Masalah memang datang tanpa permisi, pergi tanpa pamit namun bisa membuat pertikaian, rasa sakit dan air mata. Ya.. begitulah hidup
***
Ada ketenganan yang terasa antara Jo dan Jeri akhir – akhir ini. Sebenarnya hal itu sudah bisa di prediksi sejak awal. Semua bermula dari peretemuan mereka kemarin di rumah Ifa. Walau hanya perang dingin namun akibatnya begitu jelas terasa, tidak ada lagi tegur sapa diantara mereka, walau Jo tetap saja bersikap wajar dan apa adanya.
Usai shalat Isya, Jeri berinisiatif mengajak Jo bicara empat mata di taman Mushalla, tempat mereka bertemu pertama kalinya.
“ Aku ingin tanyakan tentang hubungan kamu dengan Ifa, Jo, ada apa diantara kalian ? “, tanpa perlu berbasa basi, Jeri menodong dengan sebuah pertanyaan.
“ Saya rasa pertanyaan itu tidak perlu dijawab “
“ Maksudnya ? “
“ Bagi saya pertanyaan itu lucu saja. Ifa mengganggap saya sebatas sahabat dan begitu sebaliknya. Kamu juga tahukan ?, tidak dijawabpun kamu juga mengerti “
“ Bukan itu maksudku, jujurlah ada apa sebenarnya. Kamu mrnyukainya ? “
“ Setiap kita berhak menyukai apa dan siapa saja. Ifa adalah karya Tuhan yang teramat indah, jujur saya menyukurinya, wujud sukur itu saya apresiasikan dengan perasaan suka, apa salahnya ? “
“ Mencintainya ? “, kali kedua Jeri mengajukan pertanyaan.
Jo terdiam dan lantas melanjutkan kalimatnya “ Saya bukan tipe orang yang munafik, perasaan cinta memang saya rasakan dan itu beralasan. Meski saya mencintainya namun perasaan itu tidak akan saya ucapakan, biarlah cinta itu tersimpan rapat tanpa pernah Ifa tau. Ia pasti kecewa jika sampai tahu, Saya akan menjaga perasaannya “, jawab Jo yang memang keluar dari dalam hatinya.
“ Mengapa kamu mencintainya ? “
“ Ada tiga alasan yang membuat perasaan itu ada, pertama Ifa perempuan yang bisa menjaga perbuatannya, kedua Ia begitu tulus, ketiga Ifa dalah muslimah sejati. Bagiku tiga alasan itu telah cukup menjadi alasan mengapa Aku mengagguminya “,
“ Sebaiknya kamu tahu Jo, Aku juga mencintainya sejak dulu, jauh sebelum kamu datang. Ifa memberikan kesempatan untuk ku dalam membuktikan rasa itu. Aku mencintainya dan itu tidak dibuat – buat begitu tulus “, Jeri berusaha memberikan argumen tentang perasaannya.
“ Saya menghormati perasaan kamu, kehadiran Saya mungkin menjadi duri diantara hubungan kalian. Namun Tuhan menganugerahkan setiap umatnya rasa cinta, rasa sayang yang sama. Haruskah kita menyalahkan Tuhan jika hati kita terpaut pada gadis yang sama ? “
“ Aku tahu itu, namun Ku rasa diantara kita harus ada yang berani mengalah “, ujar Jeri seolah meminta Jo untuk mundur.
Sejenak Jo kembali terdiam, ada perasaan berat yang Ia rasakan jika mengambil keputusan untuk menyerah atas perasaannya selama ini “ Menurutku itu bukan jalan terbaik, mungkin kita harus menyerahkan keputusannya pada Ifa, biarkan Ia memilih meski Saya yakin Ia tidak akan mau memilih. Mungkin kita berdua akan tetap berada pada posisi sekarang, sebagai sahabat untuknya “
“ Baik, tapi Aku minta bila Aku yang terpilih nanti, Ku ingin kamu tidak lagi mendekatinya “, pinta jeri yang merasa yakin tentang apa yang akanl terjadi nanti
“ Saya setuju. Kalau itu memang takdir, Saya akan menghormati segala keputusan dengan cara pergi dari kehidupan kalian. Setidaknya itu menjadi jalan terbaik “, ujar Jo sambil tersenyum kearah laki – laki yang terlihat tegang di hadapannya.
***
Genap sepekan setelah pertengkaran kecil di gagang telepon kemarin, komunikasi antara Jo dan Putri benar – benar terputus, tidak ada lagi basa – basi sekedar menanyakan kabar seperti awal – awal hubungan mereka dulu.
Perhatian Putri yang memang kurang belakangan ini karena kesibukannya mengurus perusahaan menjadi alasan klise mengapa hal itu bisa terjadi. Mungkin karena situasi itu juga hingga Jo terbiasa dan berani memilih jalan hidupnya sendiri. Bahkan terakhir, rencana pernikahan yang hanya tinggal dalam hitungan bulan terancam batal karena tidak ada lagi kecocokan diantara mereka.
“ Asalamualaikum.... “, Lamunan Jo mendadak sirna, telinganya menangkap sebuah suara.
“ Waalaikum sallam ! “
“ Sedang memikirkan apa ?, dari tadi Ifa lihat seperti orang bingung begitu ? “
“ Tidak ada kok, loh.. tumben, tidak kuliah ? “
“ Ini mau menyerahkan laporan perlombaan kemarin”.
“ Saya kira mau membicarakan tentang yang kemarin “
“ Du..h, Ifa minta maaf, belum sempat “
“ Ya sudah, besok – besokkan masih bisa “, sambut Jo yang membuat Ifa tersenyum.
“ Terima kasih, kak sepertinya ada tamu diluar “, Ujar Ifa menyadari kehadiran seorang perempaun di depan pintu.
“O.., jadi begini ya kelakuan kamu, Siapa dia ? “, dengan lantang Putri menunjuk perempuan yang terlihat ketakutan disebelah Jo.
“ Tolong hormati tempat ini, kalau memang ada masalah kita selesaikan diluar “, tiba – tiba saja emosi Jo terpancing, Ia lantas membawa tamu yang tak diundang itu keluar.
“ Apa- apaan sih ?, takut hubungan kamu ketahuan ?, siapa perempuan itu ? “
“ Kamu kalau bicara tolong yang sopan. Ini tempat suci yang tidak pantas kamu sentuh “
“ Maksudnya ?, Cuma bangunan kecil yang tidak terurus begini kamu banggakan. Jawab pertanyaanku Jo, siapa perempuan itu ? “ ulang Putri untuk ketiga kalinya.
“ Dia perempaun berhati mulia, tidak seperti kamu, jelas..! “
“ O.. jadi Dia yang pilhan kamu ?, baik mulai sekarang kita pu..tus “, Ia lantas pergi begitu saja.
Jo tidak bisa menahan lagi menahan emosinya, kepergian Putri Ia lepas begitu saja. Tumpah sudah rasa sayang yang selama ini Ia curahkan, semua hilang karena memang sebaiknya begitu.
“ Tenang Kak, semua pasti ada hikmahnya “
“ Terimakasih, Saya iklas melepas segalanya. Mungkin ini jalan terbaik “
“ Maaf, bukanya Ifa ikut campur. Ifa hanya ingin tahu siapa perempuan itu?, Dia tidak seharusnya berlaku kasar, karena hati perempaun diciptakan dengan kelemahlembutan “
Sejenak Jo terdiam, jarang sekali Ia rasakan kedamaian yang begitu jelas menyelinap masuk kedalam pori – pori hatinya. Kedamaian itu seperti air yang dihidangkan di tengah padang pasir. Benar – benar menjadi sesuatu yang dibutuhkan.
“ Dia Putri tunangan saya saat masih sama – sama di Australi dulu “, lanjut Jo setelah sadar akan hadirnya tatapan bingung diwajah lawan bicaranya.
“ Tunangan ?”
“ Ya.. tapi dulu sebelum saya mengenal Islam “
“ Maksud Kak Jo ? “
***
“ Setiap kita pasti pernah terjebak dalam masa lalu. Dulu, Putri hadir sebagai satu – satunya pilihan, tidak ada yang bisa memisahkan hingga kami memutuskan tunangan. Namun waktu terus berputar tanpa pernah tertahan keberadaannya. Tapi bagi saya bukan hanya waktu yang berubah, dalam hiduppun segala sesuatu pasti mengalami perubahan karena memang ditasbihkan begitu. Mulanya hubungan itu memang berjalan manis namun akhirnya waktu mampu merubah segalanya. Kedekatan dan perhatian Putri sebelumnya tercurah kepada Saya mendadak sirna seiring keputusan saya memilih menjadi Mualaf “
“ Memangnya selama ini ada larangan dari Putri ? “
“ Begitulah, Dia takut Saya berubah. Menurutnya Islam agama yang hanya memikirkan kematian, menomor dua-kan kehidupan di dunia “
“ Sebenarnya Putri tidak salah, karena sudah kewajiban kita sebagai Muslim menyampaikan kepada mereka tentang Islam secara kaffah . Islam bukan agama yang dikira sebahagian orang, Islam juga bukan agama pedang yang melambangkan kekerasan, bukan pula agama yang menghalalkan aksi teroris. Islam merupakan agama yang menyelaraskan kehidupan dunia dan kahirat. Merugilah mereka yang hanya memikirkan dunia, sama halnya jika kita hanya menyerahkan hidup sepenuhnya untuk akhirat dan mengenyampingkan kehidupan dunia yang di karuniakan Tuhan “
“ Saya juga bilang seperti itu, namun hatinya telah beku. Tidak mau menerima kebenaran yang tidak mungkin terbantahkan. Tapi semua ada hikmahnya, dengan perpisahan ini saya jadi punya banyak waktu untuk belajar dan menjalani hidup dengan keyakinan Saya“
“ Ifa tahu kak Jo pasti sanggup. Ifa salut dengan pendirian, keyakinan dan keputusan kak Jo “, Ifa berkata jujur, Ia benar – benar menaruh simpati dengan perjuangan laki – laki itu.
Dengan sebuah senyuman Jo menanggapi dukungan untuknya. Entah kenapa kalimat sederhana itu mampu memberikan bongkahan semangat yang membuatnya ikhlas menjalani hidup.
“ semoga saja suatu saat nanti Tuhan memberikan seorang yang mau menerima Saya apa adanya, mau menganggap kekurangan saya sebagai sebuah kelebihan. Perempuan saleh yang menerima hidup dengan kesederhanaan materi namun kaya akan iman “, ujar Jo sambil menatap Ifa dalam – dalam.
“ Mulia sekali, semoga do’a itu di dengar Allah, sudah ada orangnya ? “, pancing Ifa yang membuat Jo ragu untuk menjawab.
“ Sebenarnya belum, tapi hati kecil saya mengatakan Ia pasti datang, entah kapan, dimana dan siapapun dia. Fa, Saya boleh jujur kan ? “
“ Boleh ! “
“ Sebenarnya perempuan yang Aku cari keberadaanya begitu dekat. Andai keberanian itu ada mungkin mulut akan fasih berkata “
“ Ifa tau pasti orang itu Lia kan ? “, Ifa memancing Jo untuk jujur
“ Tidak, dia adalah perempuan lembut, baik dan bila berada di dekatnya hati ini terasa sejuk “
“ Wah.. ternyata masih ada ya perempuan sesempurna itu “
“ Perempuan yang saya maksud adalah kamu Fa ! “. Bisik Jo yang membuat suasana berubah.
“ Apa ..? “, Ifa benar – benar terkejut, bibirnya kelu, jantungnya seperti berhenti berdetak. Pengakuan itu sungguh membuatnya bingung dalam menentukan jawaban.
“ Saya tahu kamu pasti kecewa mendengarnya, Saya juga tahu hati kamu ada untuk Jeri. Mungkin ini tidak pantas di ucapkan, untuk itu Saya ikhlas jika cinta ini harus kembali tersimpan rapat di dalam hati. Biarkan Ia tumbuh disana dan menjadi kebahagiaan yang membuat Saya selalu tersenyum”
Sejujurnya ada dilema yang di rasakan Ifa, di satu sisi Jeri yang jelas – jelas menyatakan suka padanya dan menginginkan sebuah hubungan serius, disisi lain hatinya mulai terpaut pada laki – laki mualaf berhati mulia. Kebimbangan yang tersirat memaksanya memilih satu diantara dua, memilih siapa yang yang bisa menjaga, melindungi membimbingnya nanti
“ Saya iklas pilihan kamu jatuh pada Jeri. Namun Saya minta kita masih tetap seperti dulu “, harap Jo yang membuat Ifa menuntaskan lamunannya “
“ astagfirullah halazim “
“ Ada apa ? “
Ifa hanya membisu, fikirannya menerawang jauh hingga menjangkau khayalan semu yang masih mengantung di angan – angan.
***
Ifa benar – benar merasa bingung. Dua sosok yang selama ini Ia hormati dan sama – sama menjadi kakak untuknya, menyatakan perasaan yang sama. Walau sebenarnya rasa itu ada namun Ia tidak berani larut dan terjebak kedalamnya. Seperti buah si malakama, pasti ada yang merasa tersakiti dan mengancam hubungan persahabatan yang awalnya didasari rasa yang tulus.
“ Sebenarnya dalam masalah ini bukan otak dan cara kita menganalisa yang di kedepankan, tanyakan pada hati, mana pilihan yang benar – benar di dasari nurani “, begitu komentar mbak Yeni saat Ifa mengungkapkan kegundahan hatinya.
“ Ifa bingung mbak, mereka begitu baik, mereka luga telah Ifa anggap kakak selama ini “
“ Hati tidak pernah bohong, jangan mendustai diri sendiri. Kebaikan dan perhatian seseorang kadang menjadi wujud rasa sayang yang disampaikan secara tersembunyi. Saran mbak cobalah buka hati dalam menerima mereka, pilih yang benar – benar terbaik, jalin kedekatan secara Islam dan jangan pernah membuat saudara seiman terluka “
“ Ifa harus melakukan apa mbak ? “
“ Ujilah ketulusan mereka, siapa diantara mereka yang benar – benar tulus, yang sungguh – sungguh menjaga melindungi dan bisa menjadi Imam dalam keluarga “
“ Tapi Ifa tidak mau pacaran, kalau memang nantinya Ifa memilih satu diantara mereka, Ifa mau langsung menikah “
“ Mbak mendukung niat baik kamu, karena Islam tidak mengenal istilah pacaran, sebaliknya agama juga tidak melarang kita mambuka diri untuk saling mengenal satu sama lain. Selagi dijalani sesuai syariat, Insaya Allah ada kemudahan disana “,
“ Jujur, Ifa tidak ingin membuat salah satu diantara mereka terluka, mereka begitu baik “
“ Sebenarnya di sanalah Ifa dapat menilai ketulusan dianatara mereka. Cinta suci adalah cinta yang tanpa didasari nafsu duniawi. Orang yang memiliki cinta sejati adalah mereka yang mau merelakan orang yang Ia cinta untuk orang lain. Kuncinya satu, keiklasan “.
““ Mengapa cinta hadir di saat yang tidak tepat. ? Bila saja hubungan itu berjalan tulus tanpa ada maksud tertentu mungkin tidak akan berakhir seperti ini, Ifa benar – benar bingung “
“ Ifa.. Ifa.., bukan cinta yang datangnya tidak tepat tapi hati kamulah yang tidak tepat dalam memutuskan pilihan. Jangan pernah menyalahkan perasaan orang lain, mereka berhak mencintai siapa saja, seperti halnya kita bebas dalam mencintai siapapun. Bila kita belum pernah melakukan sebuah pekerjaan yang dirasa sulit, memang awalnya terasa berat dan begitu tidak mungkin. Tapi jika sudah di jalani, semua terkesan wajar dan begitu mudah. Mungkin lebih baik kamu jalani saja ujian ini, hadapi dan tetap menjaga hubungan baik. Memang memilih satu diantara dua teramat sulit, tapi yakinlah semua akan berjalan seperti yang kamu harapkan “
Ifa tidak bisa lagi menyembunyikan keharuannya. Diam – diam timbul sebuah keyakinan di hatinya untuk segera memutuskan siapa yang kelak mendampinginya di pelaminan. Bisa Jeri atau mungkin saja Jo.
***
Entah dari mana datangnya, setelah shalat tahajud ada ketenangan yang dirasakan Ifa malam ini, kebimbangan yang merasuk rela berganti posisi dengan kerelaan dan rasa yang begitu ikhlas.
Dua pilihan yang hadir adalah ujian yang harus dihadapi. Mungkin saja pilihan itu jatuh kepada satu orang diantara mereka. Namun bisa juga tidak seorangpun yang menerimanya nanti.
Malam ini Ifa memutuskan menulis isi hatinya, tumpahan perasaan itu Ia ukir pada selembar kertas putih. Masih ada sedikit keraguan yang tersemat, apakah setelah membaca tulisannya nanti hati kedua laki – laki itu masih tetap setia dengan perasaannya, atau segera berubah karena sebuah pengakuan.
“ asalamualaikum...
Maafkan Ifa karena hanya bisa memberikan jawaban melalui tulisan. Jujur, Ifa juga merasakan hal yang kak Jo dan Kak Jeri rasakan. Ifa tidak bisa membohongi perasaan, memungkiri kebenaran. Kak Jeri menjadi satu – satunya laki – laki yang selama ini ada dalam kehidupan Ifa, persahabatan kita menjadi alasan mengapa Ifa begitu dekat dengan kak Jeri selama ini. Kak Jeri terlalu baik, mengerti keadaan dan kesedihan Ifa.
Kak Jo juga baik, tulus dan begitu menghargai. Kesungguhan dan mau menerima kebenaran Islam, itu menjadi alasan mengapa Ifa mengagumi kak Jo. Ifa benar – benar bingung menentukan pilihan. Tapi bagaimanapun juga Ifa harus mengambil sikap demi kebaikan kita bersama.
Jujur, Ifa pesimis apa perasaan kak Jo maupun Kak Jeri masih sama bila Ifa mengatakan sebuah rahasia yang sengaja disimpan selama ini.
Sudah tiga tahun ini Dokter memfonis Ifa menderita kangker otak stadium tiga. Meski maut urusan Allah tapi fonis Dokter yang memprediksi umur Ifa yang hanya tinggal hitungan bulan menjadi ketakutan yang selalu selalu membuat kesedihan itu kembali muncul.
Ifa belum sanggup menghadapNYA, kesalahan dan beragam dosa begitu melimpah,
Mungkin timbul keraguan di hati kak Jo dan kak Jeri tentang keadaan Ifa sesungguhnya. Begitulah, tidak ada manusia yang diciptakan sempurna, pasti ada celah dan beragam kekurangan karena begitulah fitrahnya.
Ifa sarankan tariklah kembali perasaan cinta itu. Andai memang takdir berkata lain dan nafas ini diambil kembali, Ifa pasti sedih meninggalkan orang – orang yang begitu Ifa cinta. Sebelum semuanya terjadi tidak ada salahnya berfikir kembali sebelum terlambat. Ifa bukanlah perempuan yang pantas untuk dimiliki. Dan jika perasaan itu masih tetap ada setelah membaca tulisan ini, dan kakak benar – benar serius, Ifa minta hubungan itu diresmikan dengan pernikahan, tidak pacaran , perkenalan atau apalah namanya”
Tetesan air mata tidak mampu lagi tertahan, air bening itu begitu saja mengalir, kesedihan jelas terlihat dari raut wajah cantik gadis itu, Ifa benar – benar larut dalam situasi pilu. Ketegaranpun mendadak runtuh, keikhlasan terusik oleh hal yang paling Ia benci selama ini.
“ Terima kasih karena telah membuat Ifa tersenyum , semoga di sisa usia Ifa bisa membalasnya. Amin..
Wasalam
Ifa
Tulisan itupun ditutup dengan linangan air mata.
***
Jeri benar – benar tidak menyangka dengan isi tulisan yang sedang Ia baca. Ada kekuatiran di benaknya kalau – kalau fonis dari Dokter tersebut menjadi kenyataan, yang berarti umur Ifa tidak lama lagi.
Ia kecewa, Ifa tidak menceritakan masalahnya. Cobaan itu Ia hadapi sendiri tanpa pernah berbagi dengan siapapun. Ada penyesalan yang Ia rasakan, andai dari dulu Ifa jujur mungkin perasaan cinta itu akan Ia alihkan pada perempuan lain, membunuh perasaan yang terlanjur ada.
Jelas tidak mungkin menjalin hubungan dengan orang yang telah tahu kapan datang waktunya. mungkin akan menjadi sebuah penyesalan bila menikahi perempuan penyakitan yang kelak menjadi pendidik, pengayom dan pelindung buah hati. Jeri tidak ingin anak – anaknya nanti dibesarkan tanpa belaian lembut seorang ibu. Dengan mimik rasa kecewa, Jeri memutuskan membalas surat itu, disana terselip kejujuran, penyesalan sekaligus menjadi keputusan atas pengakuan Ifa kemarin.
“ Waalaikum Salam,
Aku sudah menerima surat kamu. Sungguh aku benar – benar kecewa dan tidak percaya. Mengapa selama ini kamu menyimpan kebohongan ?. kamu tidak menghargai Aku sebagai sahabat dan orang yang mencintai kamu.
Tapi semua telah terjadi, Aku ucapkan terima kasih atas kejujuran itu meski sudah terlamabat. Aku minta maaf karena perkiraan kamu benar, Aku terpaksa menarik perasaan cinta itu..
Jujur, keinginanku begitu sederhana, hanya ingin memiliki istri yang bisa membesarkan anak – anak Ku nanti dengan belaian kasih sayang seorang Ibu. ini jelas tidak mungkin buat kamu yang di fonis Dokter dengan sisa usia yang tidak lama lagi. Aku rela melepasmu, mungkin kita tidak ditakdirkan bertemu.
Mulai sekarang kuingin membuang jauh – jauh perasaan cinta yang dulu. Karena telah tiba saatnya Aku berhenti mencintai seseorang bukan karena sebuah keputusasaan, melainkan karena aku sadar bahwa orang yang ku cintai akan lebih bahagia bila Aku menganggapnya sebatas sahabat.
Aku tadi menagis Fa, menangis bukan karena merindukanmu atau mendambamu kembali padaku, tapi karena akhirnya Aku sadar bila Aku akan baik – baik saja tanpamu. Semoga saja Tuhan memberikan pengganti yang lebih baik.
Amin..
Asalamualaikum..
Sebuah keputusan terangkum dalam rangkaian tulisan singkat. Rasa cinta itu sekietika sirna, beralih tempat menjadi rasa iba. Sebuah rencana akhirnya tertanam di benak Jeri. Mulai sekarang Ia ingin mencari pengganti Ifa di hatinya. Untuk langkah awal nama Lia yang juga sahabat Ifa menjadi target utama. Meski tidak sama, namun Lia setidaknya bisa mendampingi sisa usianya sampai akhir waktu nanti, semoga bukan hanya mimpi.
***
Tidak seperti shalat Isya biasanya, malam ini jamaah yang hadir jumlahnya lebih banyak dari hari – hari sebelumnya. Dari dua shaf jamaah laki – laki, tidak ada sosok Jeri disana. Sudah dua hari ini Ia tidak hadir, membuat tanda tanya bagi remaja Mushalla yang lain. Ia begitu saja hilang, tak ada kabar tiada berita. Setelah shalat selesai, Lia menghampiri Jo yang terlihat siap – sipa untuk pulang.
“ Kak Jo sudah tahu belum ? “
“ Sudah tau apanya ? “, sanggah Jo melihat reaksi Lia yang tidak seperti biasanya.
“ Ifa kemarin masuk rumah sakit “
“ Subahanalllah,, sakit apa ? ‘
“ Lia kurang tahu, tapi kemarin Ifa SMS kasih tau kalau harus dirawat “
“ Mau ikut ? “
“ Ikut kemana ? “
“ Ya kerumah sakit “
“ Du..h, sudah malam, kalau besok mungkin bisa “
“ Ya sudah Saya kesana sekarang “
“ Hati – hati ya Kak, Lia titip salam, Insyaallah besok kesana “
Dengan masih memakai baju koko, Jo memutuskan segera ke rumah sakit. Ada ketakutan terasa sebab sebelumnya keadaan Ifa biasa – biasa saja.
Lima belas menit berlalu, mobil Jo-pun memasuki pelataran parkir rumah sakit.
***
“ Asallamualaikum “, ucap Jo sesaat kakinya menyentuh pintu ruangan.
“ Waalaikum sallam, terdengar banyak suara yang menjawab.
“ Kenalkan Saya Jo, teman sepengajian Ifa “
Tiga orang yang ada didalam yang sepertinya orang tua dan sepupu Ifa membalas dengan senyum dan berjalan keluar, memberi kesempatan Jo untuk berbicara.
“ Yang sabar ya Fa, Saya baru diberi tahu tadi, itupun Lia yang bilang “
“ Terama kasih kak Jo kesini. Ifa memang sengaja tidak kasih tahu, takut bikin repot. Kak Jo tahukan kenapa Ifa dirawat “
‘ Sudah, tapi saya yakin kamu akan kembali seperti biasa. Kita harus yakin, tidak mudah menyerah dengan situasi sesulit apapun “
“ Ifa telah merasakan saat- saat itu semakin dekat “
“ Tidak baik putus asa begitu. Selagi diberikan kesempatan gunakanlah dengan sebaik – baiknya. Kamu tahu doa orang tua tidak akan pernah putus. mereka selalu memohon kesembuhan untuk anaknya, belum lagi mereka yang datang kesini, jadi, jangan kecewakan mereka. Harapan itu begitu tulus dan Allah pasti mendengar dan memberikan kesembuhan itu “
Ifa tidak mampu bersuara, air mata yang menetes di pipinya menandakan sebuah kesedihan yang teramat sangat.
“ Saya janji, jika kamu kembali pulih, Saya iklas menjadikan kamu istri, orang yang setiap saat ada disamping Saya, menjadi Ibu bagi anak –anak kita nanti. Saya percaya maut, jodoh dan rezeki adalah hak Tuhan dalam memutuskannya. Dan Saya juga yakin kita bisa membesarkan anak – anak kita nanti, melihat mereka tumbuh besar, memberikan kita cucu hingga akhirnya kita sama – sama pergi meninggalkan dunia ini “
“ Kak Jo yakin ?, mengapa Kak Jo masih saja mencintai Ifa sedangkan umur Ifa tidak lama lagi ? “
“ Insyaallah, keyakinan itu terasa besar, tidak pernah saya merasakan hal ini sebelumnya. Saya mencintai kamu dengan sederhana, seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu pada api yang akhirnya menjadikannya abu. Seperti isyarat yang tidak sempat dikirimkan awan pada hujan, hingga mengahadirkan rintik air kebumi.“
“ Terima kasih Kak “
Sebuah senyum tulus hadir begitu saja, menandakan semangat baru, hidup baru dan rencana indah yang natinya menjadi kenyataan. Ifa benar – benar menemukan semangat dalam menjalani takhdirnya.
***
Hari ini adalah momen yang paling membahagiakan bagi pasangan sejoli, Jo dan Ifa. Pelaminan menjadi saksi kesetiaan cinta mereka. Dengan balutan pakaian adat Minang, lengkap dengan sebilah keris Jo tidak pernah berhenti memamerkan kebahagiaan pada setiap tamu yang hadir. Ia benar – benar mendapatkan seorang istri yang solehah, istri yang ridho dengan suaminya. Ifa begitu Menerima dengan tulus, penuh kerelaan bahwa seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga dan Ia merasa bertanggung jawab untuk menaatinya.
Kebahagiaan yang sama juga terlihat dari wajah gadis cantik yang ada di sebelah Jo. Ifa laksana bidadari yang nekat turun dari kayangan, sosoknya begitu anggun dengan sunting bercorak warna emas. Senyum manisnya tidak pernah lepas menyambut uluran tangan setiap mereka yang memberikan ucapan selamat.
Namun sepertinya kebahagiaan itu bukan saja milik mereka, Bunda dan Ayah Ifa terlihat begitu terharu menyaksikan anak semata wayang mereka berbahagaia dengan laki – laki pilhan, walau awalnya sempat timbul keraguan apakah Ifa mampu menemukan pelabuahan hatinya.
Bagi Jo sendiri, ini adalah mimpi yang teramat sempurna. Kenyataan yang pada mulanya sebatas khayalan semu yang mustahil terjadi, namun takdir berkata lain, impian itu mendapat restu dari yang maha menyatukan. Kenyataan itu hadir sebagai mukjizat nyata yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Hanya saja ada sedikit perasaan sedih yang dirasakan Jo saat ini, orang tua yang begitu Ia harapkan kedatangannya memutuskan hanya memberi doa restunya saja, pertentangan yang terjadi setelah keputusannya memeluk Islam semakin meruncing hingga terjadi pertikaian antar sesama keluarga besarnya di Australi. Namun meski hanya sebatas do’a tapi itu telah lebih dari cukup yang bisa memberikan semangat dalam menempuh hidup baru dengan perempuan pilhannya.
Di luar sepengetahuan sang Istri sebenarnya Jo telah mempersiapkan sebuah kado pernikahan. Benda itu berbentuk kotak berbingkai yang ditutup lapisan kaca. Di dalamnya terukir kaligrafi ayat suci Alqur’an, surat yang pertama kali menggetarkan hatinya ketika pertamakali menginjakan kaki di kota Padang. Surat itu pula yang dibacakan Ifa hingga Ia berani memutuskan menjadi seorang Mualaf.
Sebenarnya bukan itu saja kado yang akan Ia berikan, tiga Minggu yang lalu secara diam – diam Jo membeli sebuah bangunan kecil yang rencananya akan di jadikan sebagai Taman Kanak – Kanak untuk anak tidak mampu di tempat tinggalnya. Jo yakin istrinya menerima kerena Ifa ingin sekali menjadi guru, impiannya selama ini.
Kado berikutnya, yang satu ini sengaja Ia persembahakn untuk jamaah Mushalla. Jo berencananya merenovasi bangunan sederhana yang setiap waktu dikunjunginya, itulah bangunan yang paling mulia di bumi ini, bukan istana bukan pula hotel megah. Namun sebentar lagi akan berdiri bangunan megah dua lantai yang dipersembahkan Jo untuk jamaah Mushalla.
“ Bi, sekarang Ifa sudah menjadi Istri dari seorang suami, apa yang harus Ifa lakunkan agar bisa membuat Abi bahagia ? “ masih dalam suasana haru, tiba – tiba perempuan anggun disebelah Jo menanyakan sesuatu yang memang selama ini Ia tunggu – tunggu.
Jo ternyum dan membisikan sesuatu “ Abi ingin seorang istri seperti ratunya bidadari “
“ Maksud Abi ? “
***
“ Istri yang akan menjadi ratu bagi suaminya adalah mereka yang merasa puas terhadap apa yang di berikan suaminya serta mendahulukan hak suami atas hak diri dan keluarganya. Ia-pun harus setia kepada suami apapun keadannya baik kaya, miskin, sakit, sehat, susah, senang, ada atau tidak adanya suaminya di rumah “,ujar Jo yang membuat Istrinya merasa bingung.
Ifa benar – benar tidak menyangka, seluruh kalimat yang terucap dari mulut laki – laki yang dihormati itu, kata – kata darinya tidak bisa sedikitpun terbantahkan.
“ Abi belajar dari mana ? ,pintar sekali “
“ Sebentar lagi Abi akan menjadi pemimpin keluarga, makanya harus banyak belajar. Sebenarnya masih banyak sifat – sifat istri solehah yang Abi ketahui “
“ Apa saja ? “
“ Tidak salah kita membahasnya sekarang ? “
“ Ifa rasa tidak masalah, selagi kita masih tetap tersenyum kepada mereka yang hadir “
“ baiklah, seorang istri sebenarnya pelabuhan ketenangan serta kedamaian bagi suaminya, sehingga suami bisa melupakan rasa penat dan letih setelah seharian bergelut dengan gelombang kehidupan yang keras. Ia-pun harus bisa menjaga lisan dari murka Allah dan tidak menyakiti hati suaminya”
Ifa ternyemum, Ia benar – benar salut pada laki – laki yang kini telah banyak berubah yang sekarang menjadi pendamping hidupnya. Jarang sekali ada mualaf yang benar – benar taat dan melakukan apa yang pernah Ia lafadzkan disaat menikahi agama Allah “
“ keridhoan Suami adalah kunci kebahagiaan seorang istri. Istri yang baik adalah mereka yang mampu menjadi penyemangat suami dan menghilangkan kekhawatiran terhadap diri dan keluarganya “
“ Ifa janji akan belajar menjadi Istri yang baik untuk Abi, yang bisa menjadi ratu kecantikan dan keindahan dirumah, mengharap ridho Allah dan menciptakan kebahagiaan bagi suami. Ifa tahu itu begitu berat, namun dengan dukungan Abi dan saling pengertian diantara kita, itu bisa terwujud”
“ Abi yakin !“,
“ Ifa juga janji akan melayani suami dengan ikhlas, tidak keluar rumah tanpa izin Abi dan tidak menerima tamu yang tidak Abi disenangi.
“ Insyaalllah semua bisa terwujud “, sambut Jo dengan masih setia tersenyum dengan barisan tamu undangan.
Detik ini kecerian begitu jelas terpancar, Ifa seakan lupa akan cobaan yang Tuhan titipkan padanya, Ia juga lupa dengan fonis Dokter yang memperkirakan sisa umurnya yang tidak seberapa. Kebahagiaan bisa bersanding dengan orang yang bisa membimbingnya seperti Jo membuatnya lupa akan segala dilema dan barisan cobaan.
Jo juga merasakan hal yang sama, meski dibuang dari kelurga namun semua bukanlah alasan tepat untuk bersedih, karena kebahagian tidak saja hadir atas bantuan orang lain, harta, tahta dan segalanya. Kebahagian yang abadi adalah kebahagiaan atas diberikannya kesempatan dalam mengenal Islam dan menjadi salah seorang hamba Allah. Kebahagian hidup di dunia akan terasa indah bila dilalui dengan nilai - nilai agama dan dukungan dari seorang istri yang taat pada suaminya. Begitulah.., ketika hidup memberi seratus alasan untuk menangis, seorang istri yang saleh datang membawa seribu alasan untuk teresenyum, Itulah kaligrafi cinta sesungguhnya. Subahanaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar