Oleh Arief Kamil
Baru saja menginjakkan kaki di aula kampus, tiba-tiba saja Jo dikejutkan dengan tudingan yang terlontar dari mulut Mia. Tanpa panas apalagi hujan gadis itu terus saja berkomentar tanpa pernah memberinya hak jawab.
“Lo tulis apa di fesbuk? orang-orang pada ribut tuh. Makanya kalau mau nulis di beranda pikir-pikir dulu, jangan asal-asalan, ujung-ujungnya lo sendiri yang terbentur masalah kan? Kalau ada orang yang merasa dirugikan dan tidak menerima, lo bisa dituntut secara hukum, tau !,“ omel nya dengan nada bicara yang tinggi.
“Lo bicara apa sih? gue enggak ngerti,“ ucap Jo berusaha meluruskan masalah
“Masa enggak paham juga, lo tulis istrinya pak Bimo meninggal karena kecelakaan kan? “ sambung Mira yang membuat perubahan diwajah laki-laki di hadapannya.
“Astagfirullah, jadi itu masalahnya. Kemarin gue dapat informasi melalui SMS tapi nama pengirimnya tidak ada. Memang nya ada masalah?“ ujar Jo berusaha menunggu jawaban.
“Salah banget, yang meninggal itu bukannya istri pak Bimo Dosen kita, tapi istri mas Bimo, petugas kebersihan. Makanya sebelum menyebar informasi kudu check and recheck dulu, jangan main nyelonong saja. Tulisan lo memboming dan banyak yang enggak terima. Kabarnya istri pak Bimo mau lapor Polisi..
Jo tertunduk lesu, sungguh di luar dugannya semula, sebuah masalah besar tanpa diduga menghadang semangatnya dalam menatap hari. Ucapan duka cita yang ia tulis sebagai ungkapan rasa prihatin ternyata salah tujuan hingga menghadirkan segumpal masalah.
“Jujur, enggak ada niat sedikit pun untuk menyebar berita bohong. Gue memang salah sebab tidak mencari kebenaran berita itu terlebih dahulu. Semua gue lakukan hanya sebatas berlangsungkawa atas ujian yang diterima pak Bimo, tidak ada maksud lain.“
“Gue paham, anak-anak, sebagian Dosen serta Rektor juga mengerti maksud lo sebenarnya, tapi mereka belum bisa menerima tindakan bodoh itu. Bayangkan lo tulis berita kematian, itu hal yang tabu sekali bagi sebagian orang, termasuk istri pak Bimo.
Kembali jo terdiam dengan argumen yang dilontarkan sahabatnya. Ia benar-benar kalut membayangkan kejadian buruk yang mungkin saja terjadi nanti. Bagi jo, sosok Pak Bimo bukan semata sebagai Dosen saja, laki-laki paruh baya itu adalah panutan sekaligus guru terbaik yang menginspirasinya untuk tetap kulaih dan berkarya. Saat SMS duka itu sampai ke ponselnya , Jo benar-benar terpukul. Sebagai wujud rasa prihatin ia lantas menulis berita itu di fesbuk. Namun kenyataannya kabar itu keliru hingga melahirkan masalah besar.
“Sebaiknya lo minta maaf sama pak Bimo, siapa tahu beliau mau mengerti," Mia berusaha memberikan jalan keluar.
Anggukan kepala jo menjadi isyarat jawaban atas saran yang terlontar dari bibir wanita cantik yang sudah terlihat tenang di hadapannya.
***
Cibiran dan caci maki menjadi santapan asing yang mendadak dihadapi jo saat berada di kampus. Orang-orang yang membaca tulisannya seolah tidak mau mendengarkan alasan dan pembelaan yang seharusnya menjadi jalan keluar. Mereka seolah menjadi makhluk yang teramat sempurna tanpa sekali pun melakukan kesalahan. Padahal sejatinya manusia adalah tumpuan sekaligus aktor dalam berbuat kesalahan. Tidak ada manusia yang bisa luput dari kekeliruan dan lepas dari kealpaan. Hanya dengan mengambil hikmah serta berupaya memperbaiki kesalahan merupakan jalan terbaik yang harus dipilih setiap pelaku kesalahan.
Siang ini Jo memutuskan mendatangi kediaman pak Bimo. Niatnya telah bulat untuk mengharap kata maaf dari orang yang telah ia sakiti. Segala resiko serta kejadian buruk yang bermain di ingatannya berusaha ia kesampingkan. Yang ada dalam benaknya hanyalah mengaturkan niat tulus untuk mengharap kata maaf.
Dengan sedikit melancarkan usaha mencari informasi ke sana kemari, akhirnya Jo berhasil menemukan rumah Dosennya. Gumpalan rasa ragu seketika merasuk yang memaksanya membatalkan semua rencana, namun untung lah laki-laki itu mampu menepikan keraguan. Jo benar-benar pasrah dengan apapun yang akan terjadi selanjutnya, setidaknya dengan keberanian untuk datang langsung bisa memupus amarah.
Harapan Jo akhirnya ter-jawab, walaupun pada awalnya istri pak Bimo tidak bisa menerima alasan darinya namun untung-lah secara berlahan mereka akhirnya bisa mengerti.
“Lain kali kalau ingin menulis sesuatu di fesbuk periksa dulu kebenarannya. Dampak dari tulisan itu begitu besar hingga mempengaruhi psikologis istri saya. Masalah ini adalah bukti dampak negatif dari jajaring sosial. Untung saja surat laporan ke Polisi belum kami masukkan.,“ujar pak Bimo mewakili perempuan yang duduk disebelahnya.
Jo hanya bisa menganggukkan kepalanya, tudingan dan berita buruk yang berkembang tentang masalah yang katanya telah sampai ke pihak berwajib ternyata tidak terbukti. Berita itu sengaja di besar-besarkan dan menepikan jalan tengah yang sebenarnya bisa menjadi jalan keluar. Kesalahan orang begitu jelas terlihat, sedangkan kesalahan mereka sendiri selalu disembunyikan. Tapi itulah sifat manusia yang lebih cenderung memelihara ego dan menepikan hati nurani.
Setelah menunaikan niatnya yang disambut baik oleh tuan rumah, Jo memutuskan pamit. Kebaikan hati keluarga pak Bimo tidak pernah ia lupakan, kejadian ini menjadi pelajaran berharga untuknya dalam menata diri agar lebih arif dalam bersikap dan bertindak dalam menapaki hidup.
“Terima kasih Tuhan, engkau telah meluluhkan hati orang yang telah kusakiti,“bisik hatinya seraya melangkah meninggalkan kediaman Dosen yang semakin ia kagumi.
* Padang, 18 Agustus 2010, Iklas memberi maaf adalah wujud dari kian dekatnya seseorang dengan keridhoan Tuhan. Tulisan ini merupakan pengalaman yang mampu menuntun Penulis untuk meminimalisir kekeliruan. Semoga..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar