TERIMA KASIH KARENA ANDA TELAH MEMBUKA BLOG INI

Tulisan di BLOG ini pernah terbit di : Harian Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, Harian Kabar Indonesia Online,www.sumbarONLINE.com, Inioke.com, Majalah Gema Lentera dan Korandigital.com. Thank's To All......( I'm just a beginner writer who still continue to learn and keep learning )

Minggu, 22 Agustus 2010

Cerpen di Harian Singgalang dan Harian Kabar Indonesia

Bang Toyib Pulang Kampung
Oleh : Arief Kamil | 19-Jun-2010, 14:14:36 WIB

KabarIndonesia - Sebuah mikrolet sarat penumpang berjalan lambat dan akhirnya berhenti di perempatan lampu merah. Tiga orang penumpang yang ada didalamnya terlihat resah, berharap lampu merah segera berganti warna.

Cuaca panas yang menyengat membuat siap saja mengeluh siang ini, berharap hujan segera turun sedikit meredakan terik yang terasa menyiksa. Kadang aku tidak habis pikir mengapa puluhan anak jalanan itu tetap tegar ditengah-tengah aspal jalan yang panas. Tidak ada raut menyerah di wajah-wajah mereka.

"Misi Mas, mau ngamen", seorang laki-laki paruh baya berdiri disisi kiri sebuah sedan, tidak ada tanggapan dari sang pemilik mobil. Dua orang yang ada didalamnya seperti tidak mau tahu akan kehadiran laki-laki kuyu bersimbah peluh itu. Tanpa rasa menyerah Ia lantas mendekati mikrolet yang lumayan ramai penumpang. Sebuah lagu mengalun seirama dengan iringan gitarnya. Lumayan juga, setidaknya dua sampai tiga orang mengayunkan tangan mengisi bungkusan permen yang Ia sodorkan.

Kadang aku malu sendiri melihat perjuangan laki-laki itu, demi sesuatu yang halal Ia rela melakukan pekerjaan yang menurutku sangat luar biasa. Aku jauh lebih beruntung, mau apa saja tinggal minta, butuh sesuatu pasti dipenuhi tanpa harus berusaha keras seperti yang laki-laki itu lakukan. Entah kenapa ingin sekali aku mengenalnya, mencuri ketegaran yang Ia punya yang siapa tahu bisa kujadikan senjata baru dalam menjalani hidup.

"Minum Bang", ujarku sambil menyodorkan teh botol padanya. Ada raut bingung kutemukan dari wajah laki-laki itu.

"Sudah, ambil saja pasti haus-kan?, mana panas lagi?"

"Terima kasih Non", akhirnya Ia menerima tawaranku

"Jangan panggil Non dong, panggil Sila"

Laki-laki itu tersenyum "Saya Toyib"

"Hups......., sama dong kaya judul lagu", timbalku tanpa bisa menyemunyikan senyuman

"Iya.., sebenarnya bukan sama judulnya saja, tapi kisahnya juga hampir mirip", balas-nya balik tersenyum

"Beneran?, masa bisa sama sih?"

"Ya begitulah hidup, kadang diluar keinginan kita, sudah berusaha merubah nasib tapi tetap saja gagal"

"maksudnya?"

"Sudah enam bulan ini saya tidak pernah lagi pulang ke kampung, ya...jangankan pulang, ngirim duit saja juga jarang, mana istri lagi hamil tua"

"Loh, ya toh ditemenin dong, masa istri mau ngelahirin suaminya nggak ada yang nemenin"

Laki-laki itu tersenyum kecut "Mau saya memang begitu, tapi harus melakukan apa lagi, untuk biaya hidup sehari-hari di Jakarta saja susahnya minta ampun, boro-boro pulang kampung"

"O.., jadi kepentok masalah biaya?, mungkin Abang kurang usaha kali atau do'anya kurang banyak. Sebenarnya ajaran Islam penuh dengan keindahan loh. Keindahan yang dimaksud tentu bukanlah sebentuk pemujaan terhadap syahwat. Keindahan itu adalah sesuatu yang membuat hati tentram, bukannya malah gelisah karena didesak oleh hawa nafsu, putus asa dan menyalahkan Tuhan karena bernasib buruk. Usaha dan do'a adalah dua hal yang tidak bisa di pisahkan loh bang", ujar ku sok bijak.

Kembali kepedihan terlihat diraut wajahnya, kesedihan yang mungkin tidak bisa lagi Ia ungkapkan dengan kata-kata.

"Apa yang Non bilang ada benarnya, selama ini jarang sekali saya ingat pada-Nya, jarang berdoa dan jauh dari agama. Saya jadi malu, malu pada diri sendiri, pada keluarga, istri dan yang paling berat, malu pada sang pencipta. Mungkin pasrah dan menerima sesuatu dengan hati ikhlas bisa meringankan beban ini, semoga saja istri saya selamat dan bayi saya juga sehat"

"Amin", Aku benar-benar tertegun mendengar penjelasan darinya. Pantas sekali rasa syukur ku aturkan kepada pemilik hidup yang memberikan nikmat dan kelebihan melebihi orang-orang disekelilingku.

"Ngomong-ngomong kampungnya dimana Bang?"

"Jauh Non, di Padang, Sumatra Barat"

"Wah jauh juga, kira-kira ongkos kesana berapa? "

"Ya..sekitar lima ratus ribuan gitulah", jawab laki-laki itu sambil menarik nafas

Ya... Tuhan, hanya gara-gara uang lima ratus ribu laki-laki ini tidak bisa menemani istrinya yang akan melahirkan. Begitu miris, memilukan, apalagi sudah lama sekali Ia tidak pulang hanya karena tidak ada biaya.

"Saya mau ngamen lagi Non, terima kasih teh botolnya"

"Eh... tunggu dulu, duduk dulu ngamennya nanti saja", ujarku yang menimbulkan raut tanda Tanya diwajahnya.

"Loh... Non ini bagaimana, kalau saya nggak ngamen ntar saya mau makan apa?"

"Sudah soal makan itu gampang"

"Kalau makan sih gampang, tinggal ambil nasi trus buka mulut, yang susahnya nyarinya, kudu panas-panas dijalan dan itupun belum tentu dapat"

Belum selesai laki-laki itu menuntaskan kalimatnya, ku rogoh kantung celana kiriku, disitu kutemukan lima lembar uang seratus ribuan..

"Ini dari saya, semoga bisa meringankan beban yang Abang hadapi, ya..sekedar biaya pulang kampung-lah.

Bang toyib terlihat tidak percaya dengan kalimatku barusan, matanya berkaca menyaksikan lima lembar uang yang mungkin tidak pernah ia pegang selama ini.

"Sudah diambil saja, saya tahu Abang butuh sekali uang ini"

"Ini benaran Non?"

"Beneran, sudah deh..di ambil saja, saya ikhlas kok"

"Saya tidak bisa bilang apa-apa lagi...terima kasih banyak Non, Saya tidak tau harus melakukan apa untuk membalas kebaikan ini"

"Sudah, tidak perlu melakukan apa-apa kok, kebetulan saya ada rejeki sedikit, o .. iya titip salam ya.. sama istrinya.."

Laki-laki itu mengangguk, ada air mata kulihat di kelopak matanya namun sepertinya Ia berusaha menyembunyikan.

"Ya sudah Saya pamit dulu", ujarku meninggalkan laki-laki yang masih terlihat tidak percaya dengan sesuatau yang ada ditanggannya.

Padang, awal Februari 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar