TERIMA KASIH KARENA ANDA TELAH MEMBUKA BLOG INI

Tulisan di BLOG ini pernah terbit di : Harian Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, Harian Kabar Indonesia Online,www.sumbarONLINE.com, Inioke.com, Majalah Gema Lentera dan Korandigital.com. Thank's To All......( I'm just a beginner writer who still continue to learn and keep learning )

Senin, 15 Maret 2010

NOVEL KU

Cerbung Remaja
Rahasia Kamar 13
Oleh Arief Kamil






Sinopsis
Aku, Aria Pradana, seorang Wartawan kriminal di salah satu Mingguan investigasi yang baru berdiri setahun yang lalu. Ada tugas penting yang harus ku ungkap untuk satu pekan kedepan, meliput serta memperdalam berita seputar misteri kematian seorang gadis remaja yang terbunuh di hotel Margareth, sebuah hunian berbintang empat berkelas internasional.
Banyak sekali keanehan yang terjadi dari kasus pembantaian berdarah itu. Polisi sendiri tidak banyak menemukan barang bukti yang berarti, tidak ada saksi mata dan dilakukan oleh orang yang benar-benar professional. Dan yang paling mengejutkan lagi, ada kabar yang beredar jika satu jam setelah kematian perempuan itu terlihat penampakan di depan kamar nomor 13, tempat sang gadis di bunuh.


Bagian 1

Ruang Redaksi terlihat kosong, tidak ada aktifitas yang berarti. Aku menatap dalam-dalam layar monitor, sedikit sekali kalimat yang berhasil kutulis. Hanya segelintir keterangan yang ku peroleh dan itu terlalu naïf bila dijadikan sebuah berita.

Bayangan perempuan muda di hotel tadi masih setia bermain di benakku. Bekas sayatan dileher serta luka memar diwajahnya membuat bulu kudukku berdiri.

Tugas kali ini bukanlah pekerjaan mudah, apa lagi adanya tuntutan dalam menyelusuri kasus pembunuhan itu sampai tuntas, hingga pembunuhnya terungkap. Jelas tidak mudah menyelidiki kasus pembunuhan misterius seperti yang ku tangani sekarang, perlu ketenangan, keberanian dan kerja sama dengan aparat penegak hukum.

“ Bagaimana penemuan di lapangan Rie?, kabarnya yang dibunuh anak pengusaha ya.. ? “,suara bang Dani, yang kebetulan Redaktur Pelaksana memecah lamunanku.

“ Iya bang, namanya Maia, tapi motif pembunuhannya belum jelas. Kepastian siapa korban Cuma di dapat dari lembaran kartu pengenal yang di temukan dari dompetnya”
“ Apa mungkin pacarnya sendiri yang melakukan, kalau mamang benar, ini jelas bermotif hubungan asmara “

“ Sepertinya bukan, saat penyelidikan tadi pacar korban juga datang dan terlihat terpukul sekali “

“ Sudah minta keterangan Polisi ? “

“Sudah, tapi Cuma segelintir, Polisi-pun masih penasaran dengan kasus ini. Pembunuhnya professional sekali, nyaris tidak ada jejak yang tertinggal.. Kesimpulan mereka sementara gadis itu sengaja bunuh diri “

“ Tapi melihat foto ini, tidak ada indikasi kalau si korban bunuh diri. Buktinya ada luka lebam diwajahnya. Berkaca dari pengalaman biasanya orang lebih memilih mengakhiri hidupnya dengan cara instand seperti menyayat urat nadi, gantung diri atau minum racun “, ujar laki-laki jebolan S2 itu menganalisa.

Sepertinya Aku dan bang Dani sependapat. Tidak mungkin seorang cewek berani melakukan tindakan sesadis itu. Aku yakin Maia dibunuh dan pembunuhnya pasti orang dekat dengannya. Bisa saja faktor pembunuhannya bermotif dendam, masalah percintaan atau mungkin disebabkan faktor lain yang memacu terjadinya kekerasan yang berujung pembunuhan.

Aku janji akan mengungkap kasus ini, menemukan pembunuh yang sesungguhnya. Tapi… apa Aku mampu ?
BERSAMBUNG *
















Bagian 2

Kasus pembunuhan di hotel Margareth menghadirkan tantangan tersindiri bagiku apa lagi berita tentang pembantaian berdarah itu sudah tersebar di beberapa surat kabar harian ibu kota. Tapi menurutku tulisan itu hanya sebatas informasi biasa. Tidak ada keterangan spesifik tentang latar belakang serta siapa yang di jadikan tersangka pembunuhnya. Kalau dibandingkan dengan data-data yang Aku peroleh dilapangan , sepertinya berita itu sedikit keliru. Disana ditulis Maia sengaja bunuh diri karena masalah keluarga.

Aku hanya tersenyum membaca berita itu, banyak kejanggalan dan mengandung opinii sendiri penulisnya. Bukan apa-apa, karena tidak seorangpun yang berani menyimpulkan Maia tewas bunuh diri. Polisi-pun tidak berani berspekulasi dan hanya bisa berjanji bakal menyelidiki kasus itu sampai tuntas.

Mengenai kebenaran yang sebenarnya terjadi, setidaknya Aku masih punya waktu enam hari lagi dalam menyelidiki misteri ini. Sebagai surat kabar mingguan yang memilih jalur kriminal tentunya masyarakat akan mencari pendalaman berita itu lewat tulisanku nanti.

Untuk itu hari ini rencananya Aku akan mrengunjungi rumah keluarga Maia, sekedar berlangsungkawa dan sedikit menggali informasi seputar pembunuhan sadis itu. Aku ingin menemui orang – orang terdekat Maia, mungkin pacarnya, ibunya atau siapa saja.

Felingku mengatakan pembunuhan itu ada kaitannya dengan orang-orang terdekat yang terakhir bersama si korban, kalau dilihat dari gelagatnya Aku sedikit curiga dengan laki- laki yang katanya pacar Maia itu. Dia seolah menunjukkan sikap yang sedikit aneh seolah-olah hanya Dialah yang paling terpukul atas kematian itu, namun ada yang janggal dari sikapnya. Yang lebih mengherankan lagi mengapa handphone Maia ada di tangannya ?. lantas mengapa Polisi tidak menaruh curiga ?,mungkin bisa dihadirkan sebagai saksi atau malah dilakukan uji kebohongan terhadap orang-orang yang dirasa mencurigakan.

Sungguh, terlalu banyak kejanggalan yang Ku temukan. Contoh lain,seperti keterangan dari pihak hotel yang sempat Ku temui, mereka mengatakan Maia check in dengan dua orang laki-laki . anehnya mereka tidak ingat lagi nama serta ciri-ciri kedua orang itu. Belum lagi petugas room boy yang sempat mengantar Maia bersama dua orang temannya kekamar, paska pembunuhan itu laki-laki itu tidak pernah masuk bekerja lagi.

Yang paling membuat otakku tidak berhenti berfikir mengapa kamar berdarah yang mengakhiri hudup Maia tidak dipagari garis Polisi. Malah petugas hotel dengan leluasa membersihkan noda darah yang jelas-jelas merusak TKP.

Aku benar-benar tidak habis pikir, siapa sebenarnya tokoh sentral dari pembunuhan ini. Namun ada sedikit keyakinan yang kurasakan, setidaknya ada dua orang yang pantas di curigai. pacar Maia dan petugas room boy hotel itu. Pasti diantara mereka ada yang mengetahui tentang kasus itu atau mungkin satu dari mereka malah menjadi tokoh utama dan otak dari pembunuhan.
BERSAMBUNG *










































Bagian 3

Sarat sekali terlihat kesedihan di rumah mewah berlantai 2, kediaman keluarga Maia. Aku baru tahu ternyata selain pengusaha di bidang property, ayah Maia juga seorang anggota polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi. Benar-benar mengejutkan.

“ tolong jangan menanyakan masalah itu dulu, kami masih dalam suasana berkabung “, ujar seorang kerabat Maia seperti keberatan dengan pertanyaanku.

Tidak jauh dari tempatku berdiri, mataku menangkap sesosok tubuh yang pernah ku lihat di TKP kemarin. Wajahnya terlihat kuyu, sepertinya dia begitu terpukul atas kenyataan yang terjadi.

“ Maaf, kenalkan, Saya Ari Wartawan Jurnal Investigasi. Kami dari Redaksi mengucapkan turut berduka atas musibah ini “

“ Terimakasih, Saya Yudi “

“ Perasaan kemarin Saya melihat anda di TKP ?”, pancingku menunggu penjelasan

“ Benar “

“ Saya tahu pasti begitu berat menerima cobaan ini tapi, sebagai manusia biasa kita hanya bisa pasrah, semua sudah ada yang mengatur “

“ Sekali lagi terimakasih “

“ O.. iya, sudah baca berita di Koran hari ini? “, ucapku menunggu reaksi darinya

“Sudah, tapi berita itu tidak benar. Maia bukan bunuh diri tapi memang sengaja di bunuh “, akhirnya usahaku berhasil, Yudi masuk juga dalam jebakanku.

“ Kira-kira menurut anda yang benar itu seperti apa ? “

“ Saya juga kurang tau, namun Saya yakin semua berkaitan dengan dengan bisnis yang di jalani Pak Bimo, papanya Maia “

“ Maksudnya bisnis property itu ? “

“ Bisa jadi, apa lagi papa Maia juga seorang Polisi, mungkin ada pihak yang tidak menyukai posisi itu mengingat Pak Bimo banyak berhubungan dengan pengusaha dan banyak memegang kasus seputar korupsi “

“ lantas apa Maia pernah cerita pada anda seputar masalah bisnis keluarganya ?”

“ Dulu Maia pernah cerita kalau Dia sering di terror melalui telepon, katanya dari lawan bisnis papanya. Tapi kejadian itu sudah lama, sekitar satu tahun yang lalu “

“ Satu tahun yang lalu ?, sepertinya sudah lama sekali, apa mungkin orang yang meneror Maia pelakunya ? “

Yudi terdiam, matanya terlihat kosong memandang para pelayat yang datang.

“ Saya tidak tahu, tapi yang jelas Maia bukan bunuh diri, Saya yakin “

“ Pendapat kita sama, terlalu dini menyimpulkan seperti itu, apa lagi melihat luka dan kondisinya”

“ Saya akan cari orangnya, Saya akan temukan pembunuh yang sebenarnya “, ada raut dendam yang tersemat di wajah laki-laki itu.

“ Tapi sepertinya Polisi sedikit sulit mengungkap kasus ini, apa mungkin karena barang bukti yang di temukan tidak bisa mengarah kepada tersangka? “

“ Ya… mungkin karena alasan itu “

“ Apa ada orang yang mungkin anda curigai ? “

“ Ada “

“ Siapa ? “

Kembali Yudi terdiam, seperti ada sesuatu yang ingin Ia katakan.
BERSAMBUNG *

















Bagian 4


Aku tidak sabar menunggu kalimat yang akan di ucapkan Yudi tentang siapa orang yang Ia curigai.

“ Beni, rekan bisnis Saya. Dia tersandung kasus suap masalah pengadaan rumah dinas pejabat “

Aku sedikit bingung mendengar pengakuan laki-laki berkaca mata itu, “ Lantas apa hubungannya dengan Maia ? “, ku utarakan juga apa yang sedang bermain di benakku.

“ begini, kasus suap itu kebetulan Papanya Mia yang pegang. Beni pernah menawarkan uang lima ratus juta agar kasusnya ditutup tapi, Pak Bimo menolaknya. Beni juga pernah minta bantuan Saya tapi sikap tegas papanya maia membuat Saya mundur untuk mencoba “

“ Bagaimana anda bisa menyimpulkan kalau Beni-lah pelakunya ?”

“ Sikapnya belakangan ini terlihat berubah, hubungan bisnis yang telah lama kami bina tiba-tiba putus begitu saja. Beni juga pernah mengumbar ancaman akan menghancurkan karir papanya Maia di kepolisian”

Aku benar-benar tesentak mendengar penjelasan itu, ada indikasi kasus pembunuhan Maia berlatar belakang masalah bisnis. Namun tidak mudah mengurai kebenaran, kasus ini melibatkan orang-orang dari kalangan atas dan memiliki pengaruh. Aku sadar bila tidak hati-hati bisa saja nyawaku menjadi taruhannya dan bernasib sama seperti Maia.

“ Berapa besar pengaruh Beni sehingga anda mencurigainya ? “

“ Beni anak pejabat di kejaksaan , hampir seluruh perwira Polisi, dan pejabat penting kenal dengannya. Dia juga di kenal royal mengumbar rupiah. Tidak ada yang mampu menjagalnya, termasuk ayah Maia. Uang selalu saja memuluskan langkahnya dan andai saja ada yang tidak suka akan sepakterjangnya siap-siap saja menerima sesuatu yang mengerikan “

Penjelasan Yudi sedikit membuka tabir misteri, felingku mengisyaratkan bahwa Benilah pelaku sesungguhnya. Lantas bagaimana cara menghadapi orang kuat, memiliki pengaruih dan terkesan kejam seperti dia?.

“Banyak Wartawan yang mendadak diam bila berhadapan dengannya. Jarang sekali ada yang berani menaikan berita tentang dia, makanya Saya tidak terlalu percaya dengan Wartawan “

“ Wajar juga penilaian anda, Saya akui itu memang sering terjadi. Namun Saya berharap hal itu tidak terjadi pada kami, bantuan dan informasi dari pihak keluarga akan membantu dalam mengungkap pembunuhan ini “

“ Saya harap begitu “, jawab laki-laki itu sedikit dingin.

Ada keraguan yang terekam di wajahnya. Terlihat sekali Rasa tidak percaya dan meragukan independensi media tempatku bekerja.

“ Dimana Saya bisa bertemu Beni ?”

“ Tidak mudah menemuinya, tapi biasanya dia sering berada di kafe Twety”

“ Saya akan coba mencari keterangan tentang keterlibatan laki-laki itu, tapi Saya harap anda bisa membantu’

Yudi hanya tersenyum sinis, terlihat rasa pesimis di bola matanya. Namun bagiku reaksi itu sudah cukup.
BERSAMBUNG *



























Bagian 5

Berbekal dari keterangan dari Yudi kemarin, Aku nekat mendatangi kafe dimana Benii sering berada disana. Ada sedikit keraguan yang terasa, ingin sekali langkahku berbalik arah. Tugas kali ini tidak seperti menghadapi para pejabat yang korup atau tersangka kasus kriminal lainnya, orang yang akan ku temui bukan orang sembarangan. Namun untunglah keberanian itu masih tersisa dan aku pasrah dengan apapun yang terjadi nanti.

“ Sebentar Saya panggilkan dulu “, jawab seorang perempuan setelah ku kemukakan niatku untuk menemui orang yang ku cari. Tidak berapa lama menunggu, terlihat sosok pria tegap memakai jas hitam menghampiri tempat dudukku.

“ Selamat siang !, ada yang bisa Saya Bantu ? “, ujarnya sopan sambil mengulurkan tangan kanannya ke arahku.

“ Saya Arie dari jurnal Investigasi”

“ O….o , Saya mengerti, pasti tujuan anda kesini berhubungan dengan pembunuhan di hotel Margareth kemarin “, tebaknya sambil tersenyum”

“ Benar, kalau boleh Saya tahu apa yang anda ketahui tentang pembunuhan itu ? “, ujarku tanpa basa basi lagi.

“ Saya heran, kok anda menanyakan tentang pembunuhan itu kepada saya ? “

“ Menurut sumber yang Saya temui, kematian Maia ada hubungannya dengan anda “

“Dari Mana sumbernya ? “, kali ini laki-laki dihadapanku sedikit serius menanggapai ucapanku.

“ Saya berhak menyembunyikan nara sumber, tapi Saya yakin tentang keterangan itu “

“ Terserah anda, Saya tidak mau ambil pusing tentang masalah itu. Yang jelas Saya tidak ada kaitannya dengan pembunuhan di hotel Margareth. Tapi kalau anda bisa membuktikan keterlibatan Saya, Saya tidak keberatan di periksa pihak berwajib. Namun kalau hanya sebatas opini dan berita lutut dan anda langsung memfonis Saya ikut terlibat, Saya juga berhak menuntut anda “, ancam laki-laki itu yang membuat nyaliku sedikit ciut.

Ada benarnya juga yang beni katakan, terlebih tidak ada bukti kuat yang Aku punya tentang keterkaitannya dengan kematian Maia kecuali keterangan dari Yudi.

“ Kalau boleh Saya tahu seberapa jauh hubungan Anda dengan Pak Bimo, orang tua Maia ? “

“ Kami rekan bisnis “, jawab Beni singkat

“ Ada keterangan yang mengatakan jika anda sedang memiliki masalah dengan orang yang Saya sebutkan tadi ? “

“ Siapa bilang ? “

“Dari sumber yang minta namanya dirahasiakan”

“ Saya harus tahu dulu nasumbernya dari mana, bisa saja keterangan yang anda dapatkan tidak benar dan hanya memojokkan saya “

“ Saya memilih menyembunyikan siapa narasumber Saya, dan anda memiliki hak untuk memilih jawaban yang anda yakini kebenarannya “

“ Oke, Saya rasa itu adil, tapi Saya tidak bisa memberikan keterangan apa-apa karena kasus pembunuhan itu tidak ada hubungannya dengan Saya “

“ Apa anda pernah mengancam akan menghancurkan karir pak Bimo di kepolisian karma beliau tidak mau menerima uang dari anda ? “
Beni tertawa “ Anda dapat dari mana berita itu ?,dari yudi?, Pacarnya Maia ? “, tanpa Ku duga Beni mengetahui dari mana informasi itu kudapatkan.

“ Saya tidak kenal Yudi “, ujarku berusaha berbohong

“ Asal anda tahu, Yudi bukanlah orang baik yang anda kenal. Dia begitu licik dan bisa jadi dia sendiri yang merencanakan pembunuhan itu “
Aku benar- benar terkejut dengan penjelasan yang keluar dari mulut Beni. Apa benar yang Dia katakanay ?, siapa Yudi sebenarnya ?.
BERSAMBUNG *













Bagian 6

Belum sempat ku analisa keterangan darinya, Beni kembali memberi bocoran tentang siap Yudi sesungguhnya.

“ Sebenarnya Yudi hanya memanfaatkan hubungannya dengan Maia, hal itu bertujuan agar perusahaan pak Bimo bisa jatuh ketangannya “

“ Apa anda tidak salah ?, Yudu-kan juga pengusaha ? “

“ Pengusaha apa ?, dia hanya di percaya mengelola usahanya pak Bimo, bisa dibilang Cuma sebagai pelaksana dan perpanjangan tangan saja “

“ Kalau memang benar mengapa Yudi sampai nekat membunuh Maia?, melakukan kebodohan seperti itu tentu sama saja dengan bunuh diri ? “, ujarku penasaran

“ Itu menurut penilaian anda dan mereka yang tidak mengetahui maksud yang sebenarnya. Pembunuhan itu bisa jadi didasari sebagai strategi dalam pengambilalihan lahan perusahaan. Langkah berikutnya kita bisa menebak, pak Bimo nantinya juga bernasip sama dengan putrinya, dibunuh dengan cara keji. Semua demi rencana busuk “

Aku sedikit paham dengan permainan ini, namun keterangan dari dua orang yang saling berlawanan tentu akan menjadi polemik dan belum bisa dijamin kebenarannya. Bisa saja mereka saling menyerang karma faktor bisnis.

“ Oke, sepertinya waktu saya tidak lama, masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, begini saja kalau anda merasa sudah cukup bukti dalam kasus ini, silahkan menyeret saya kepengadilan. Tapi kalu hanya sebatas tuduhan tanpa bukti yang tentunya tidak mendasar, Saya berhak menuntut karra anda telah mencemarkan nama baik “, tutup Beni sambil pamit meninggalkan Aku dengan sejuta tanda Tanya.

Tidak banyak yang ku dapatkan dari pertemuan ini. Kesimpulannya, tidak ada bukti yang mengarah kepada Beni. Ancaman darinya membuatku sedikit surut untuk mengorek keterangan lebih dalam lagi. Tidak ada pilihan lain, penyelidikan akan kembali ku arahkan pada sosok Yudi, mungkin itu jauh lebih baik.

***

Aku kembali ke kantor, usahaku siang tadi tidak berbuah apa-apa. Mungkin perlu sedikit strategi, informasi terbaru tentang siapa-siapa yang pantas dicurigai.

“ Headline hari ini di harian Metro News masih tentang pembunuhan Maia kemarin, sudah baca belum ?”, Sambut Sasa rekan kerjaku disaat jemariku menyentuh keyboard komputer .
“ Belum, memangnya kenapa ?, ada informasi baru ? “
“ Kayaknya ada, menurut penelusuran Wartawannya, katanya ada yang melihat penampakan di kamar nomor 13 tempat dimana Maia terbunuh “

“ Penampakan ?”

“ Iya.., penampakan itu berwujut wanita muda, ada yang mengira itu Maia “

“ Siapa yang melihat penampakan itu “, ujarku sambil mengambil Koran yang di berikan Sasa.
“ Petugas Cleaning service “

Aku penasaran, dan mungkin tidak ada salahnya juga mencari kebenaran berita itu, menemui dan meminta keterangan dari petugas kebersihan sepertinya bukan ide yang buruk. Siapa tahu bisa memberikan sebuah petunjuk.

“ Aku kesana sekarang “, belum sempatt menghidupkan komputer, akupun kembali ke parkiran, menstarter motor dan berangkat ke hotel Margareth.
BERSAMBUNG *




























Bagian 7


Situasi hotel tempat terjadinya pembunuhan dua hari yang lalu kelihatan biasa saja. Kegiatan sudah berjalan normal, tidak ada dampak yang ditimbulkan dari kasus berdarah yang terjadi di kamar 13 yang terletak dilantai dua itu.

Aktifitas hotel bukannya sepi tapi malah makin ramai dikunjungi. Isu penampakan sesosok gadis yang berkembang akhir-akhir ini juga tidak berpengaruh terhadap puluhan pengunjung. Mereka bersikap wajar seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Timbul pertanyaan dibenakku, apa benar ada penampakan di kamar tempat Maia di habisi ?, atau berita itu hanya sebatas isu yang sengaja di hembuskan segelintir orang agar hotel Margareth sepi pengunjung, atau bisa juga trik bisnis sekedar pendongkrak penjualan koran?.

Di sisi lain, terlihat para tamu yang sedang check in memenuhi loby hotel. Tidak membias sedikitpun tragedi menggerikan itu di ingatan mereka Mengapa kejadian berdarah itu begitu cepat dilupakn ?.

Setelah mengisi buku tamu di meja receptionis aku-pun bergegas menuju lantai dua, rasa ingin tahu semakin menuntutku segera menuntaskan teka-teki itu secepatnya. Di lantai dua terlihat suasana sedikit sepi, pintu-pintu semua tertutup, yang ada hanya seorang petugas cleaning service yang terlihat bekerja tak jauh dari tempatku berada.

Perasaanku terasa lain, bulu-bulu halus seakan berdiri begitu saja saat berada di depan kamar nomor 13, persis di tempat pembunuhan terjadi. Ada sesuatu yang menggerakkan tanganku, pintu yang mulanya tertutup tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Entah fenomena apa yang sekarang sedang terjadi, kakiku begitu saja melangkah kedalam, langkah itu seperti ada yang menggerakkan. Ingin sekali ku lawan kekuatan itu, namun sekuat apa keinginanku untuk keluar, sekuat itu pula kakiku melangkah kedalam, benar-benar aneh.

Setelah sampai di dalam, pintu yang telah terbuka, tertutup kembali dengan sendirinya. Seperti ada yang melakukan semua itu namun luput dari pandangan. Tubuh kecilku seperti terbelunggu, tidak mampu berbuat apa-apa. Tangan , kaki serta persendian terasa kaku, terasa lumpuh.

Tidak ada yang bisa ku lakukan lagi, mungkin pasrah merupakan satu-satunya jalan dari kejadian yang kini terjadi. Suasana semakin mencekam tatkala telingaku menangkap suara-suara aneh, seperti suara minta tolong dari seorang perempuan, suaranya terdengar dari arah kamar mandi. Rasa takut semakin menjadi, ingin ku teriak tapi mulutku terasa terkunci. Akhirnya aku hanya bisa memanjatkan do’a dari dalam hati, somoga situasi mengerikan ini segera berakhir.
BERSAMBUNG *


Bagian 8


Aku tidak yakin dengan sosok yang ada dihadapanku sekarang. Seorang wanita muda dengan pakaian seba putih tiba-tiba berdiri begitu saja, entah dari mana datangnya.

Kehadirannya begitu mengejutkan, tidak pernah kuduga sejak awal. Wajahnya pucat pasi, matanya memandang kosong keseluruh sudut kamar yang berukuran tiga kali tiga meter, seperti ada yang Ia cari, ada raut rasa dendam terlihat diwajahnya.

Kalau diperhatikan lagi, sebenarnya tidak ada yang aneh dari penampilan serba putih itu, wujudnya sama seperti manusia biasa pada umumnya. Tidak ada yang berbeda, kakinyapun masih menyentuh tanah. Ada dilema hebat di benakku, apa dia manusia atau wujud lain yang menyerupai manusia. Sungguh sebuah situasi sulit yang tidak mudah tersimpulkan.

Apa mungkin yang ada dihadapanku sekarang merupakan sosok yang dibicarakan orang-orang ?, inikah perempuan yang menjadi buah bibir itu ?, ketakutanpun semakin memuncak.

Aku tidak bisa berbuat apa-apa, tubuhku seperti dilapisi es, terasa kaku. Mungkin ini sudah takdir, aku pasrah dengan apa yang terjadi nanti.

“ Kamu siapa ? “, dengan keberanian nyang masih tersisa, ku tuntaskan rasa takutku padanya.

Perempuan itu memandang dengan tatapan kosong, “ Saya Maia yang mati di tempat ini “, sebuah kalimat terucap berat di bibirnya

Dugaanku ternyata benar. Keyakinan yang selama ini tidak percaya dengan adanya makhluk lain yang kentayangan ternyata terpatahkan dengan sendirinya.

“ Saya butuh bantuan, Saya tersiksa, tolong Saya. Hanya kamu yang bisa Bantu Saya “, Sebuah rintihan keluar di bibirnya

Seketika rasa takut yang sejak tadi kurasa tiba-tiba berangsur hilang, rasa kasihan menggantikan posisi sebelumnya.” Saya bisa Bantu apa ?”

“ Tolong temukan pembunuh Saya “

Dugaanku ternyata benar, telah terjadi kasus pembunuhan di tempat ku berada sekarang dan itu seperti di sembunyikan.
“ Siapa yang tega melakukan semua ini ? “

Perempuan itu lantas memberikan sebuah foto, dan… sungguh mengejutkan ternyata yang melakukan pembunuhan itu… BERSAMBUNG *
Bagian 9


Ternyata yang melakukan pembunuhan itu bukanlah dua orang yang ku curigai selama ini. Bukan Yudi, tidak juga beni. Pria itu berusia sekitar tiga puluh tahunan. Laki-laki itu tidak terlihat seperti seorang pembunuh, malah seperti orang rumahan.

Aku benar-benar dipaksa berfikir ekstra tentang siapa laki-laki bermata sipit itu sebenarnya?. Apa benar Ia tokoh utama dari kasus ini.

“ Namanya Dio, orang kepercayaan Papa. Dia sering kerumah dan sudah kami anggap seperti kerluarga sendiri “

“ Dio ?, Saya tidak pernah dengar nama itu ?, lantas apa latar belakang dari pembunuhan itu ?”

“ Masalah bisnis , Dio ingin menguasai perusahaan Papa, merampas semua asset dan kekayaan yang kami miliki “

Aku makin bingung, menurut hematku mengapa pembunuhan itu di alamatkan pada Maia, bukannya pada Pak Bimo yang jelas-jelas pemilik perusahaan. Ada apa dengan ini semua ?

“ Apa tujuan Dio sebenarnya ? “

“ Tujuannya Dio ingin membunuh Papa secara berlahan “

“ Makhsudnya ? “

“ Papa sudah dua kali terkena strok, dengan cara membunuh saya tentu kondisi Papa semakin parah dan kian tersiksa “

Benar juga, sekarang laki-laki yang berpangkat AKP itu sedang tergolek lemah di rumah sakit. Ia terlihat terpukul dengan kematian anak semata wayangnya.

“ Saya tidak akan tenang bila Dio masih bebas berkeliaran sebelum ditangkap dan dihukum “, kembali suara lirih terdengar dari perempuan di depanku.

“ saya akan berusaha sekuat tenaga dalam mengungkap kasus ini. Tapi dimana Saya bisa menemukan barang bukti yang bisa menyeret Dio ke pengadilan ? “

“ Dio menyembunyikan video pembunuhan dikamarnya “

“ Video pembunuhan “, ulangku meyakinkan.

“ Iya, mereka sempat merekam momen pembunuhan itu di kamar ini “

“ Mereka ? “

“ Benar, ada tiga orang yang terlibat dalam kasus ini salah satunya Yudi “

“ Yudi pacar kamu ? “

“ Iya, mereka bekerja sama “

“ Lantas mengapa mereka mengambil rekaman pembunuhan itu ? “

“ Entahlah, tapi pasti ada tujuan di balik itu semua “

Kali ini Aku benar-benar tidak percaya dengan pengakuan Maia. Ternyata orang yang memberikan informasi dan merekomendasikan untuk menyelidiki Beni ternyata pelaku sebenarnya. Benar- benar licik.

“ Apa Beni juga terlibat ? “

“ Tidak, selain merampas perusahaan Papa, tujuan mereka berdua juga ingin menjebak Beni “

“ Mengapa harus menjebak Beni ? “

“ Sekali lagi, ini menyangkut masalah bisnis, mereka ingin usaha Beni hancur”

Aku sedikit faham, walau terkesan sulit diungkap namun sudah ada titik terang yang bisa dijadikan bekal untuk mengangkat kasus ini kepermukaan.

“ Dimana Saya bisa menemukan Dio ? “

“ Di apartemen Tribun , Di tinggal disana “

“ Baik, Saya akan kesana “

“ Terima kasih, dan Saya menampingi Kamu kapan waktu, dimana angin berhembus Saya ada disana “, setelah ucapan itu Maia hilang begitu saja.

Mataku sibuk mencari sosok wanita itu, namun tetap saja tidak ku lihat lagi.
BERSAMBUNG *






Bagian 10

Sebuah rencana telah ku skenariokan pagi ini, jika berhasil Aku bisa jamin kasus terbunuhnya Maia bisa terungkap dan menyeret Dio, Yudi dan satu tersangka lagi ke jeruji besi, balasan setimpalpun bakal menunggu.

Dengan sedikit merubah penampilan serta dilengkapi peralatan yang cukup, akupun sudah siap beraksi, memainkan peran, melakukan aksi.

“ Selamat pagi, apa ini kediaman Pak Dio ?, nomor 17 persis seperti alamat yang ada pada kertas ini “, ujarku setelah pintu di buka oleh seorang wanita muda.

“ Benar, anda siapa ? “

“ Saya Wisnu, petugas Listrik di apartemen ini. Pak Dio-nya ada ? “

“ Silahkan masuk dulu, tapi Pak Dio lagi keluar kota. Memangnya ada apa ?’

“ Begini, setiap bulannya Saya di wajibkan mencek instalasi listrik di seluru bagian apartemen. Tujuannya supaya tidak terjadi korsleting yang nantinya mengakibatan hal yang tidak diinginkan “, ujarku berbohong seperti benar-benar menjadi petugas listrik.

“ Kalau begitu, silahkan saja, Saya buatkan minuman dulu ya “, perempuan cantik itu terlihat percaya tanpa ada curiga sedikitpun.

Mendapatkan sambutan yang sangat bersahabat, aku lansung berpura-pura memeriksa seluruh pojok ruangan. Ruang tamu ruang makan dan WC tidak luput dari pengamatanku. Saat giliran kamar tidur, aku sedikit berbasa-basi sebelum masuk kedalamnya.

“ Begini Bu, Saya mau masuk kekamar. Silahkan periksa dulu, siapa tahu nanti ada barangg yang hilang “

“ Sepertinya tidak perlu, Saya percaya kok, kan Mas petugas listrik disini, lagian kalu ada apa-apa papan namanya juga ada kok. Kalau ada yang hilang saya kan tinggal lapor “.

Tanpa basa-basi lagi aku lantas memasuki kamar. Mataku tertuju pada sebuah handycame yang terletak di meja rias. Ada beberapa kaset disana, berlahan aku mulai memutar video itu satu persatu, sekedar memastikan video mana yang di maksud Maia kemarin. Dipilihan ke tiga ku temukan rekaman yang begitu mengiris hati, dalam rekaman itu terlihat sekali prosesi pembunuhan yang dilakukan oleh tiga orang pria. Tanpa pikir panjang lagi ku kantongi kaset itu.

“ Bagaimana, ada yang korsleting ? “

“ Tidak, instalasi disini aman “, jawabku setelah keluar dari kamar

“ Syukurlah “

“ O..iya, tolong Ibu tandatangani di sini sebagai bukti kalau saya sudah memeriksa tempat ini “
Setelah selesai akupun bergegas keluar. Aksiku berhasil, sebentar lagi akan ada berita besar yang menjadi jawaban atas misteri yang selama ini tidak terungkap. Rekaman ini adalah satu-satunya bukti yang akan menyeret ketiga penjagal itu kepengadilan, mempertanggungjawabkan pembunuhan sadis yang mereka lakukan.

“ Tapi.. sepertinya Aku kenal wanita itu “, persis di tangga bagian bawah mataku melihat sosok wanita dengan pakaian serba putih…
BERSAMBUNG *































Bagian 11

…. Tidak salah lagi itu Maia, tapi mengapa ada disini ?, apa yang Ia cari ?. orang-orang yang berlalu lalang di tangga itu seperti tidak menyadari bila ada sosok asing disana. Malah ada ibu-ibu yang sampai menabrak tubuh Maia begitu saja.

Apa Maia tidak bisa terlihat orang lain, atau mungkin hanya Aku saja yang bisa menyadari kehadirannya.

“ Maia, mengapa kamu tahu saya ada disini ? “

“ Saya kan sudah pernah bilang akan mendampingi kamu dalam mengungkap kasus ini. Tadi saya juga masuk kekamar Dio tapi tidak terlihat “

“ lantas mengapa tidak kamu saja yang mengambil kaset rekaman itu ? “

“ Saya bukan manusia lagi, yang bisa melakukan apa saja. Jangankan mengambil kaset itu, menyentuhnya saja adalah hal yang tidak mungkin “

“ Maaf , aku lupa. Tapi mengapa orang-orang tidak melihat keberadaan kamu ? “, tanyaku penasaran

“ dunia kita berbeda, Aku hanya bila dilihat oleh orang-orang berhati mulia, seperti kamu misalnya “

“ Berhati mulia ?, sepertinya bukan aku “

“ Hanya kamu yang tulus membantu saya mengungkap kasus ini. Tidak satu orangpun yang mau memikirkan nasibku yang sekarang begitu tersiksa. Mereka semua telah melupakan Saya “

“ Mereka semua? , makksud kamu ? “

“ Kelurga saya telah ikhlas melupakan semuanya, tidak ada niat mereka dalam mencari kebenaran dan alasan yang sebenarnya tentang pembunuhan itu “

“ Sabar ya.., ada berita bagus, Saya sudah temukan kaset rekaman pembunuhan itu”
Maia terlihat dingin menanggapinya “ Saya sudah Tau “

“ Tahu dari mana ? “

“ Kan sudah dibilang, Saya tadi juga bersama kamu di kamar “

“ O..iya, Saya lupa “

Ada yang lain ku temukan dari situasi di sekitarku berdiri. Puluhan orang terlihat memandang aneh ke arahku. Terlihat tatapan sinis, ada yang terpana, tertawa seolah mereka menganggapku mendadak gila.

Diantara mereka ada yang terlihat membahas dari situasi aneh yang mereka tonton. Apa mungkin karena aku kedapan berkomunikasi dengan makhluk halus yang tidak mereka lihat ?, tanpa memperdulikan pandangan mereka aku lantas memutuskan meninggalkan tempat itu. Tapi setelah kakiku menyentuh teras bagian luar, tiba-tiba Maia hilang begitu saja. Tidak ada kata pamit terucap dari mulutnya.

Akupun memutuskan kembali ke kantor, mempelajari kasus dengan bantuan rekaman video yang telah kuperoleh. Besok atau lusa aku akan minta keterangan dari Pak Deni selaku penyidik kasus atas barang bukti yang Ku temukan. Semoga saja teka-teki selama ini bisa terungkap.
BERSAMBUNG *































Bagian 12

Motorku berjalan mulus dipermukaan aspal ibukota. Hari yang cerah, secerah hatiku pagi ini. Mungkin semua disebabkan karena beban berat mulai sedikit menemukan titik terang. Hatiku mengatakan jika sebentar lagi misteri besar yang belakangan sengaja ditutup-tutupi akan terbongkar dengan sendirinya. Sebuah perlakuan keji yang semata bertujuan mengejar kepentingan pribadi hingga merampas hak hidup orang lain, benar-benar biadab.

Hanya demi materi dunia orang rela sikut-sikutan, menggelar permusuhan hingga berakhir dengan menghilangkan hak hidup orang lain. Sungguh ironi, apa mereka tidak pernah berfikir akan balasan serta karma dunia?.

Harta, tahta dan jabatan ternyata bisa menjelma menjadi serigala jantan yang kejam, melahap apa saja yang ada dihadapannya. Serakus-rakusnya binatang, lebih rakus lagi prilaku manusia yang berfikir.

Tanpa ku duga, dipertigaan lampu merah, tiga orang laki-laki bertubuh kekar memaksaku menghentikan perjalannan. Sepertinya mereka telah membuntutiku sejak dari rumah. Tanpa memperdulikan penolakan, mereka begitu saja menggiring tubuhku kesebuah mobil kijang yang tak jauh dari motorku berhenti. Didalamnya telah menunggu beberapa orang yang posturnya hampir sama dengan orang yang membawaku tadi.

Pasti ada sesuatu yang tidak beres. Hati kecilku mengatakan akan terjadi sesuatu yang yang akan mengancam keselamatan jiwaku. Tampang-tampang sangar yang ada pada wajah mereka seperti malaikat pencabut nyawa saja, yang bisa kapan waktu mengakhiri hidupku.

Stelan mereka yang berpakaian serba hitam mengingatkan aku pada mafia atau gangster yang ada di tv. Ada apa ini ?,perasaan tidak pernah ada musuh, masalah apa lagi.

“ Kamu Ari-kan ? “, Tanya seseorang dari mereka

“ Benar, kalian siapa ? “

“ Sebaiknya Lo nggak perlu tau, sekarang ikut kami “, kali ini laki-laki yang memakai kaca mata hitam yang duduk di kursi depan yang bicara. Pasti dia merupakan pimpinan dari beberapa orang bertubuh besar disampingku.

“ Tunggu dulu bos, saya belum tau siapa dan tujuan kalian membawa saya “

“ lebih baik jangan banyak Tanya, atau lo mau benda ini yang bicara “, sebuah benda yang kuyakini senjata api laras pendek menempel disampingku. Tidak banyak yang bisa ku perbuat, selain mengikuti semua keinginan yang mereka kehendaki.

Mimpi apa aku semalam hingga bernasip naas seperti ini. Seumur-umur baru kali ini sebuah senjata bersentuhan langsung dikulitku. Timah panas yang ada didalamnya seakan –akan telah menembus tubuhku. Dengan perasaan takut yang memuncak ku ikuti saja kemauan mereka, walau ku tahu resikonya.
BERSAMBUNG *









































Bagian 13

Aku tidak tahu persis sedang berada dimana. Daerah ini begitu asing dan jauh dari jamaahan orang-oarang. Sedikit memaksa, tubuhku didorong begitu saja memasuki sebuah lorong pintu masuk gedung tua. Posisiku sudah seperti terdakwa yang sedang mengikuti prosesi hukuman mati. Padahal apa salahnya sedikit sopan karena ku rasa tidak ada masalah dengan mereka.

“ Jadi ini pahlawan kesiangan yang akan menyeret kita ke penjara “, sambut seseorang yang rasanya pernah ku kenal. “ kamu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa? “, kali kedua suara keluar dari mulut laki-laki itu.

Rangsangan otakku mulai bekerja, tidak salah lagi, laki-laki itu pernah kulihat sebelumnya, dia adalah otak pembunuhan yang menewaskan Maia secara keji di hotel Margareth.

“ Kamu tahu sedang berhadapan dengan siapa? “, ujarnya kembali

“ Dio…?, jadi dugaan saya selama ini benar, kamulah dalang dari kematian Maia.

Laki-laki itu bukannya terusik dengan tuduhan yang ku alamatkan padanya, Ia malah tertawa lepas, tidak ada sedikitpun raut ketakutan.

“ Jika aku otak dari pembunuhan Maia kenapa? Kamu mau seret aku ke Polisi ? atau menulis di surat kabar mingguan itu?”

“ Kamu benar – benar biadab, tapi tunggu saja ,sebentar lagi pembunuhan itu akan terungkap dan kalian akan mempertanggung jawabkan semua ini “

“ Ternyata nyalimu besar juga, apa kamu tidak takut mati?, tidak takut senjata ini menembus tengkorak kepalamu ?, ancam Dio sambil menempelkan senjata api laras pendek persis di keningku.

Ketakutan begitu jelas terasa, baru kali ini senjata api bersentuhan lansung dengan kulitku. Senjata itu bisa saja menembus kepala dan mengakhiri hidupku.

“ Dengan satu kali petikan, timah panas yang ada didalam senjata ini dengan mudah menutup hidupmu. Apa cara ini yang kamu inginkan ? “

“ Jauhkan senjata ini “, ujarku yang tidak sanggup lagi dengan drama menakutkan yang sedang berlangsung

“ Ternyata pahlawan kesiangan kita nyalinya ciut “, ujar salah seorang dari mereka yang diiringi tawa mengejek yang ditujukan padaku.

“ Apa yang kamu inginkan ?”, akhirnya aku menyerah, tidak ada cara lain selain menuruti keinginan laki-laki iblis dihadapanku.

“ Ini yang aku tunggu-tunggu, tidak banyak, satu saja.. aku ingin kamu hentikan berita tentang kematian Maia, itu saja”

Sepebenarnya permintaan itu sudah ku prediksi sejak awal, dan ternyata dugaan itu tepat, Dio menginginkan berita yang melibatkan dirinya tidak ku tulis lagi, dan ini sebenarnya kerugian bagiku, tapi mungkin tidak salahnya menyanggupi permintaannya setidaknya untuk lepas dari sandraan ini.

“ Jika aku tidak mau bagaimana “, ujarku mencoba mencari tahu resiko apa yang bakal ku terima jika menolak tawaran.
BERSAMBUNG *
































Bagian 14

“ Silahkan pilih, tidak terlalu sulit kok, tinggal katakana terima atau sebaliknya “, ujar Dio menegaskan.
Aku menarik nafas dalam-dalam, rasa takut yang hebat serta merta mengaburkan akal sehatku. Keberanian, semangat dan ketulusan selama ini mendadak pergi meninggalakn posisinya semula.

“ Apa yang kamu harapkan dari kasus ini?, uang? jabatan? Atau ketenaran ?. sulit yang berikan itu semua selain aku. Sebagai bentuk balas jasa aku bisa memberikan pekerjaan yang jauh lebih menjanjikan dari apa yang kamu dapatkan sekarang “

“ Apa resiko terbesar jika saya menolak tawaran itu ?”

“ Menolak berarti kematian, saya tidak keberatan menarik pedal senjata ini dan mengarahkan tepat ke kepalamu”, ujar laki-laki itu seolah tahu kegalauanku.

Dio pasti tidak main-main dengan ucapannya, menghabisiku tentu bukan pekerjaan sulit, pembunuhan maya mungkin bisa dijadikan bukti kekejamannya.

“ Baik…Aku terima “, tidak ada pilihan lain, selain mengikuti permintaan yang jelas-jelas bertentangan dengan hati kecilku.

Ada senyum kemenangan dari wajah mereka yang ada disekelilingku, raut muka mereka menunjukan rasa puas yang sulit ku ungkapkan.

“ Kami sudah kira dari awal. Kamu memang pintar dalam menentukan pilihan”

“ Tapi saya tidak butuh imbalan apa-apa”

“ Terlalu kecil, baik Saya naikan lagi menjadi dua puluh juta ditambah pekerjaan yang menjanjijkan? “, Dio mencoba merubah keputusannku.

“ Saya tidak butuh semua itu “

“ Jangan munafik, siapa yang tidak butuh uang, kemewahan dan pekerjaan. Lebih baik diterima saja, anggap sebagai ucapan terima kasih “

“ Tidak perlu, karena Saya tidak pernah melakukan apa-apa. Semua saya lakukan karena memang tidak ada gunanya lagi. Bukti yang saya dapatkan dari kasus ini tidak cukup menyeret kalian kepengadilan”

“ Bagus…, tapi ingat jangan sampai bermain api, penghianantan bagi saya sama saja dengan meminta maut untuk datang lebih awal”

Dengan langkah lemah kuputuskan meninggalakn tempat itu. Aku malu pada diri sendiri, malu sama Maia yang terlanjur berharap. Penyesalan memang ditakdirkan datang kemudian. Andai saja tadi kuputuskan berangkat naik oplet mungkin kejadian itu tidak pernah terjadi dan berita pembunuhan itu telah selesai ku ketik. Mungkin ini sudah takdir, pembunuhan itu tidak pernah lagi terungkap, menjadi misteri yang hanya Maia, aku dan tuhan yang tahu.
BERSAMBUNG *







































Bagian 15

Reaksi teman-teman Redaksi dalam menyikapi kejadian yang menimpaku kemarin sungguh luar biasa sekali. Bang Andi yang kebetulan sekretaris PWI berencana melaporkan kejadian itu ke Polisi. Teman-teman seprofesi juga tidak tinggal diam, mereka mengatur langkah guna melakukan aksi menuntut kekerasan dan pengancaman yang dilakukan kepada Jurnalis.

“ Pokoknya ini tidak bisa dibiarkan lagi, kami sudah deal besok berkumpul dan melaporkan kasus ini “, terang Dika yang juga aktifis anti kekerasan disaat berita ancaman itu sampai ketelingannya.

“ Aku mendukung rencana teman-teman, tapi bagaimanapun juga kita tetap harus hati-hati menghadapi mereka. Sudah tidak rahasia lagi, Dio mempunyai link dimana-mana. Polisi , Jaksa dan pejabat penting semua ada ditangannya”

“ Dio boleh saja kenal atau bahkan dibekingi oknum berseragam tapi, kita para Jurnalis tidak perlu takut, kita dilindungi undang-undang dan berhak mendapat pengamanan disaat bertugas dilapangan. Lagian mana mungkin oknum Polisi dan Jaksa masih mau melindungi bila masalah ini meluas dan menjadi konsumsi publik. Bisa-bisa baju seragam mereka lepas dan balik dituntut oleh hukum yang berlaku “, ujar Dika yang membuat hatiku sedikit tenang.

“ Dika benar Rie, tidak ada satupun orang yang kebal hukum, termasuk penegak hukum itu sendiri”

Dukungan Dika, Jo serta teman-teman yang lain sedikit banyak mampu memompa semangatku yang sempat runtuh sebelumnya. Solidaritas mereka membuatku bangkit dan malah semakin tertantang dalam membuka tabir misteri ini.

“ Gue dengar lo berhasil mendapatkan rekaman video pembunuhan dikamar 13, rekaman itu masih ada?’

“ Iya, kaset itu masih ada, untung saja pas berangkat kekantor kemarin lupa terbawa “

“ rekaman itu bisa dijadikan alat bukti dan mempermudah Polisi dalam mengusut kasus ini “

Ternyata Tuhan masih memberiku jalan untuk membuka prilaku keji Dio, bila saja video itu ku bawa pas ditodong kemarin mungkin kasus pembunuhan itu ditutup disebabkan tidak adanya barang bukti yang berarti.

“ Sekarang begini saja, gue dan Jo mau kumpulin rekan-rekan yang lain. Untuk sementara lo mungkin harus sembunyi dulu, gue yakin anak buah Dio akan mencari lo karena berita ini pasti sudah sampai padanya “, saran Dika yang kurasa ada benarnya juga.
“ Gue harus sembunyi dimana? “

“ Kamu disini saja, anak-anak Redaksi sudah sepakat bakal bermalam disini “, Ujar bang Deni seraya diamini teman-teman yang lain.

Disaat hendak beranjak kedalam ruangan, tiba-tiba mataku menangkap sesosok tubuh wanita yang berdiri tidak jauh dariku. Sepertinya kehadiran wanita itu tidak disadari oleh yang lainnya, terbukti bang Deni tidak menoleh sedikitpun, padahal sosok itu tepat berada disebelahnya.
BERSAMBUNG *


































Bagian 16

“ Maia…! “, ujarku tertahan.

“Kamu ngomong sama siapa rie ? “, tanpa kusadari ternyata bang Deni mendengar kalimat yang keluar dari mulutku.

“ Tidak ada apa-apa kok bang “, jawabku berusaha bersikap wajar.

“ Sudah… kalau cape istirahat saja dulu “ tawarnya sambil meninggalkan tubuhku diteras depan.

Setelah mereka semua kedalam, aku mendekati sososk putih yang masih saja berada pada posisinya semula.

“ Maia…kamu tau aku ada disini ?”

“ Iya , sebenarnya tujuan aku kesini ingin membritahukan sesuatu”

“ Sesuatu ? menyangkut Dio ? “

“ Benar, ternyata Dio sudah menyusun rencana melarikan diri keluar negeri “

“ Melarikan diri ?, maksud kamu ? “

“Iya.. itu semua karena Polisi telah mengendus keterlibatan Dio atas pembunuhan yang ia lakukan “

“ Jadi Polisi sudah menjadikannya tersangka?, kabar bagus “

“ Sebenarnya sudah dari awal, tapi baru sekarang mereka berani memutuskan Dio sebagai tersangka karena desakan public dan media “

“ Loh..kok bisa ?”

“ Itu semua karena desakan wartawan dan beberapa LSM, desakan itu semakin hari semakin besar, apalagi publik juga tahu kasus ini”

“ Lantas sekarang Dio ada dimana ? “

“ Dalam pengejaran Polisi “

“Syukurlah, berarti sebentar lagi teka-teki ini akan terbongkar”

“ Aku harap begitu, tapi sepertinya ada masalah baru, anak buah Dio sekarang sedang mengurus tiket keberangkatan laki-laki itu, dia akan kabur ke luar negeri “, ujar Maia yang membuatku berhenti bernafas.

“ Benar - benar licik, tapi mudah-mudahan saja rencana itu dibtatalkan Polisi”

“ Jangan mimpi dulu, Polisi tidak akan berhasil menemukan Dio “

“ Loh….?, memangnya kenapa ?”

“ Dio sekarang bersembunyi dirumah salah seorang perwira Polisi, Jadi akan sulit menemukan laki-laki brengsek itu “

“ Dasar pengecut,. Lantas apa yang harus aku lakukan?, melaporkan berita ini jelas tak mungkin lagi “.

“ Benar…kita hanya korban trik, polisi sepertinya sengaja menyembunyikannya”

“ jadi pencarian Polisi hanya bohong-bohongan ? “

“ Kira-kira begitu, tujuan oknum berseragam itu tidak lain hanya menyelamatkan Dio supaya tidak tercium media. Ya..hitung-hitung sebagai cara dalam menjawab prtanyaan Wartawan besok pagi.

“ Sepertinya rencana itu sudah sistimatis sekali, akses Dio dikalangan pejabat jelas sekali terlihat”

“ Sekarang apa yang harus kita lakukan ?”

“Untuk sementara mungkin Dio aman disana, tapi kuyakin tidak untuk selamanya”

“ Maksud kamu ? “, ujarku kurang mengerti dengan keterangan Maia.

“ Ada saatnya dia lengah, itulah kesempatan yang kita tunggu “
BERSAMBUNG *










Bagian 17

Di Pers room sekitar pukul sepuluh pagi…

“ Sampai hari ini masih tetap dilakukan penyelidikan menyangkut keterlibatan salah seorang perwira kami dalam dugaan menyemunyikan tersangka pemunuhan di kamar 13. bila memang dugaan tersebut benar maka akan ada tindakamn tegas kepada yang bersangkutan karena telah melanggar hokum yang berlaku “, terang AKBP Yudi, kepala Polisi resort ketika sesi Tanya jawab dimulai.

“ Apa sudah ada bukti-bukti yang mengarah terhadap keterlibatan oknum Polisi tersebut ? “, Tanya seorang Wartawan harian yang tepat berada disebelahku.

“ Belum, tapi kita sudah membentuk tim untuk menindaklanjuti dugaan yang selam ini berkembang, tim ini dibagi dua, kelompok pertama bertugas mencari keberadaan tersangka Dio dan yang satunya lagi mencaritahu sejauh mana keterlibatan anggota kami”

“ Menurut penyelidikan sementara, apa motif dari pembunuhan yang terjadi dikamar 13 tempat Maia dihabisi ?, terus sejauh mana keterlibatan salah seorang anggota anda, terakhir mengapa kasus ini terkesan sulit diungkap ?”

“ Untuk sementara kita menduga pembunuhan itu berlatar belakang masalah dendam, tapi kita tetap menyelidiki hingga benar-benar meyakini latar belakang sesungguhnya. Mengenai keterlibatan anggota, kita belum bisa berkomentar apa-apa karena masih dalam proses penyelidikan “

“ Pak, saya Arie dari Jurnal Investigasi, menurut informasi yang saya dapatkan, kabarnya Dio berencana kabur keluar negeri, apa berita itu benar? “

“ Sampai sekarang kami belum mendapatkan laporan seputar rencana Dio kabur, apalagi sampai keluar negeri. Saya bisa jamin tersangka tidak akan melarikan diri “

“ Bagaimana Bapak bisa menjamin, sedangkan tersangka sendiri masih buron “, sambung reporter wanita yang duduk dibangku paling belakang.

“ Kami sudah mengetahui keberadaan tersangka, sekarang anggota saya sedang melakukan penangkapan. Saya atas nama kepolisian mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan Wartawan karena sudah memberikan informasi serta alat bukti yang bisa menyeret Dio atas pembunuhan yang sementara dituduhkan padanya. Video pembunuhan itu merupakan bukti yang bisa diajukan dipersidangan nantinya”.

Setelah kalimat terakhir, AKBP Yudi menutup sesi Tanya jawab. Seluruh Waartawan yang hadir terlihat meninggalkan ruangan dengan beragam tanda Tanya. Tidak banyak yang didapat dari keterangan laki-laki bertubuh tegap itu, namun bagiku penjelasan darinya sedikit membuka harapan dalam pengungkapan misteri kematian Maia, walau ku tahu semua bukanlah menjadi jaminan..

Ketika menuju parkiran nada SMS ponselku berdering, tertulis nama bang Deni disana, “Rie, segera ke markas, ada perkemnagan penting menyangkut kasus Dio “, tulis Pesan itu. Tanpa perlu pikir panjang aku-pun meluncur ke kantor, berharap sesuatu informasi baru dari laki-laki itu.
BERSAMBUNG *






































Bagian 18

Aktifitas di ruang redaksi terlihat sedikit sibuk, maklum tiga hari lagi jurnal investasi bakal naik cetak. Sedikit berbasa-basi dengan anak-anak, aku lantas menuju ruangan Pemred.

“ Sepetinya masalah ini semakin rumit saja “, buka bang Deni sesaat kakiku menyentuh ruangannya.

“ Rumit bagaimana bang ? “

“ Barusan ada yang telepon, yang jawab Sekred, katanya kantor kita akan dibakar “
“ Apa..?”, aku semakin bingung dengan keterangan itu. Belum selesai urusan dengan Dio, ternyata muncul lagi masalah baru yang menyita pikiran.

“ Sampai sekarang belum jelas siapa yang meneror kita, tapi abang yakin masih berhubungan dengan kasus yang kamu liput “

“ Soal pembunuhan itu ? “

“ Mungkin saja, selama ini kita tidak pernah punya masalah, dan sekarang tiba-tiba dating telepon gelap seperti itu pasti berhubungan dengan berita besar yang sedang kamu susun”

“ Apa abang yakin ? “

“ Yakin sih tidak, tapi bila dihubung-hubungkan, masalah ini seperti saling berkait dan sedikit berhubungan “

“ Maksudnya…? “

“Coba fakir, masa kita dilarang terbit, apa urusannya ?”

“ Saya juga yakin, pasti memang ada hubungannya dengan Dio “

“ Benar, tapi kita dituntut profesional menyikapinya “

“ Lantas apa tindakan yang kita ambil, meski sekedar ancaman tapi perlu juga ditanggapai, setidaknya untuk berjaga-jaga? “

“ Kita jangan sampai terpancing, tetap siapkan berita itu. Sebagai antisipasi untuk satu minggu kedepan seluruh wartawan laki-laki diminta mengatur jadwal piket bergiliran “

“ Ide yang bagus, tapi apa tidak sebaiknya kita minta perlindungan polisi ?”, ujarku menanggapi

“ Belum waktunya, kita lihat saja perkembangannya dua hari ini.

***
Sebagai manusia biasa sepertiny wajar rasa takut itu datang mendera. Ancaman demi ancaman seolah memaksaku mundur, bukan saja dari kasus ini namun juga mundur dari profesi jurnalis, pekerjaan yang sekian lama ku impikan.

Mungkin bekerja di kantoran atau membuka usaha sendiri tidak begitu menimbulkan resiko. Dulu…ku bayangkan pekerjaan sebagai wartawan begitu mengasyikan, banyak bertemu pejabat penting, pergaulanpun juga luas. Namun waktu itu segala resiko ku abaikan, baru sekaranglah semua terbuktikan, ancaman pembunuhan sebagai salah satu buktinya.

Namun aku pantas bersukur, bang Deni yang telah ku anggap sebagai kakak sendiri selalu memberi semangat, menguatkan niatku untuk selalu mengobarkan panji-panji jurnalisme, walau kenyataannya dia sendiri bimbang ingin bertahan di jalur kriminal atau beralih haluan ke segmen lain.

Ya… itulah hidup uang selau dihapkan dengan sederetan resiko, mereka yang berhasil adalah orang yang berani menghadapi dan mampu meloloskan diri dari segala resiko. Lantas apakah aku masuk kedalam niminasi orang yang berhasil?. Lolos dari segala ancaman yang berhubungan dengan misteri pembunuhan dikamar 13, aku sendiri belum begitu yakin..
BERSAMBUNG *



















Bagian 19

Pagi ini Tuhan memperlihatkan kebesarannya, pembuktian itu sungguh tidak disangka-sangka dan diluar prediksi siapa saja.

Dini hari tadi terjadi sebuah kecelakaan hebat dipertigaan antara sedan dengan bis antar kota yang menewaskan tiga orang korban, satu luka berat. Tidak ada yang menduga bila laki-laki kritis yang berbaring lemah dirumah sakit adalah orang yang sekia lama dicari. Kabar yang berkembang, pada malam naas itu Dio berencana kabur ke Medan dan paginya lansung menuju Malaysia lewat transportasi udara.

Namun Tuhan telah menunjukan kebesarannya, kebenaran sudah ditasbihkan hadir sebagai pemenang, kebohongan akan luntur dan mengalah dengan sendirinya.

“ Lansung kerumah sakit saja Rie, kabarnya Dio masih koma tapi, paling tidak kita dapat fotonya dulu “, saran bang Deni menyambut kedatanganku di depan pintu.

“ Iya bang, ambil kamera dulu “

“ Tapi jangan lupa kasih tahu rekan-rekan uang lain, kabarnya berita ini sengaja ditutup-tutupi “

Dengan semangant empat lima, motorku berjalan mulus membelah aspal ibukota. Ku kira inilah klimaks dari perjuangan selama ini. Perasaan putus asa, frustasi serta ketakutan seolah pupus ketika ku tahu Dio telah diamankan.

Di koridor rumah sakit, entah kenapa tiba-tiba saja bulu kudukku berdiri. Ada yang aneh tersasa disaat melintasi kamar jenazah yang terlihat sepi.

“ Arie..! “, telingaku menangkap sebuah suara. Mataku sibuk mencari sumber panggilan itu.

“ Hai…aku disini “, lagi teguran itu ku dengar yang ternyata bersumber dari sebuah ruangan yang tidak terurus, sepertinya sebuah gudang.

“ Maia..”

“ Kamu pasti melihat Dio kan ? “

“ Iya, katanya Dio kecelakaan dini hari tadi “

“ Benar, tapi itu sudah balasan untuknya “, Mia tersenyum kearahku, baru kali ini ku temukan senyuman yang begitu indah diwajahnya.

“ Dio ada dilantai dua, dia masih koma “

“ jadi kamu sudah tau ? “

“ Ya…begitulah.., kecelakaan itu terjadi karena aku sengaja menampakan diri padanya “

“ Maksud kamu ? “

“ Pada sat kejadian, Aku berdiri persis didepan mobil Dio yang melaju kencang, karena kaget Dio salah seorang dari mereka yang menyetir mobil itu membanting stir ke kanan yang kebetulan ada bus yang saat itu juga dalam kecepatan tinggi. Tabrakkanpun tidak bisa dihindari hingga terjadilah kejadian yang semalam “

“ astaga jadi itu kejadiannya, tapi kenapa kamu lakukan itu ? “

“ Karena kutahu Dio akan kabur. Aku tidak rela jika itu terjadi, makanya cara itu kulakukan “

“Tapi kan jatuh korban yang tidak bersalah “

“ Tidak bersalah bagaimana……?, mereka berdua kan juga terlibat dan membantu terjadinya pembunuhan itu “

“ jadi mereka juga terlibat ? “

“ Begitulah kenyataannya “

“ Mungkin itu sudah takdir mereka dan memang benar semua terjadi sebagai balasan setimpal bagi mereka “, balasku yang semakin yakin akan hukum karma dunia.

Sekarang aku merasa tenang, sesuatau yang selama ini menganjal, seperti terlepas begitu saja.Ya begitulah, kebenaran pasti akan melihatkan wujudnya, hadir sebagai penutup setiap kebohongan.

“ Tapi aku juga sedih Rie…”

“ Sedih…sedih untuk apa?, Dio sudah tertangkap dan sebentar lagi akan mempertanggungjawabkan perbuataannya, harusnya kamu gembira..kok malah sedih ?”,

“ Aku sedih karena….”

Maia mengantung ucapan, ada kesedihan diraut wajahnya, aku tidak faham apa yang ada dalam benak perempuan cantik itu sekarang.
BERSAMBUNG *



Bagian 20

PEMBUNUHAN DI HOTEL MARGARETH TERUNGKAP
AKBP Yudi Priatna : Dio Sosok Pembunuh Berdarah Dingin

Akhirnya… setelah melewati berbagai rintangan, berita seputar pembunuhan Maia di kamar nomor 13 berhasil juga kutulis. Tidak tanggung-tanggung berita itu menjadi headline dilengkapi bedah kasus dari pakar hukum kriminal, Polisi serta psikolog. Bukan itu saja, oplah yang setiap minggunya cuma dua ribu eksamplar, khusus berita pembunuhan Maia kali ini, perusahaan mendapat order yang lumayan besar karena banyaknya permintaan.

Seperti prediksiku semula, informasi mengenai misteri di kamar 13 begitu ditunggu-tunggu pembaca. Entah apa alasan mereka mengikuti perkembanagan kasus itu, tapi yang jelas masyarakat begitu haus keadilan. Mereka kian muak dipermainkan penegak hukum dinegeri ini. Hukum begitu tegas berhadapan dengan rakyat kecil, namun rapuh jika yang melanggar mereka yang berkantong tebal, berpangkat dan memiliki pengaruh. Sebagai bukti, seorang laki-laki tua nekat mencuri satu buah semangka karena kebetulan haus diperjalanan, karena bersalah dan demi hukum laki-laki itu dituntut hukuman penjara. Berbeda dengan para koruptor yang menggrogoti uang Negara seperti tikus kelaparan, hukum bagi mereka tidak berdampak apa-apa. Ya…sangat ironi sekali.

“ Selamat ya Rie, akhirnya happy ending juga “, bang Deny memberiku ucapan selamat setelah membaca beritaku di Koran

“ Terimakasih bang, ini karena kerja sama dan dukungan teman-teman yang lain. Tanpa mereka kasus ini akan sulit di ungkap “

Laki-laki itu tersenyum ,” Saya tidak menyangka sama sekali, Koran kita sekarang mulai dikenal Masyarakat. Performa surat kabar mingguan sedikit terangkat dan itu semua tidak terlepas dari loyalitas kamu “

“ Syukurlah.., saya berharap Jurnal Investigasi bisa bertahan dan tetap independent dan tidak latah ikut-ikutan mengikuti arah kiblat Koran lain “

“ Semoga saja “

Ha…..hhhhhh, lepas sudah beban yang selama ini ku pikul. Terbongkarnya kasus pembunuhan sadis di hotel Margareth membuat semangatku berkombar kembali. Tapi… ada sesuatu yang terasa menyanggal, tidak lengkap rasanya keberhasilan ini tanpa sosok yang satu itu, kedekatan selama ini secara tidak sengaja menghadirkan hubungan batin yang membuatku semakin mengerti betapa pentingnya saling menolong dalam hidup.

Kemana Maia?, sudah dua hari ini dia tidak menampakkan wujudnya, ingin sekali ku bertemu, berbincang dan melihat senyumnya lagi.

Apa mungkin Maia sudah tenang di alamnya dan tidak bisa ku lihat lagi?, bila memang begitu kenyataannya aku juga bahagia. Semoga Tuhan memberikan tempat yang layak untuknya.

Disaat ku putuskan meninggalkan teras kantor, tidak disangka mataku melihat sosok,putih yang kuyakin itu Maia, dia tersenyum sambil melambaikan tangan dan seketika hilang begitu saja…
TAMAT
arief kamil69@yahoo.com / facebook arief kamil


Arief Kamil, Lahir di Padang 27 April 1984. menekuni dunia tulis, khususny cerita pendek dan Novel dimulai sejak tahun 2002. tulisan perdananya dimuat di salah satu Mingguan di kota padang di tahun 2003. Berkiprah di dunia Jurnalistik sejak tahun 2002. namanya pernah tercatat sebagai wartawan di beberapa Mingguan baik dikota Padang maupun di Jakarta. Selain di surat kabar, AKM begitu Ia biasa dipanggil juga pernah menjadi Reporter radio sekaligus produser beberapa acara khusus di 101, radio Favorit.
Ditahun 2008 Akm bergabung di harian Singgalang sebagai Newstand sekaligus menulis cerpen, serial remaja, dan cerita bersambung. Sampai sekarang namanya masih tercatat sebagai koresponden salah satu media online yang berkantor pusat di Jakarta.




































Serial Mini Seri
RADIO WITH LOVE
Oleh Arief Kamil





Bagi sebagian orang mengantungkan hidup di dunia radio bisa saja bukan sebuah pilihan. Hanya mereka yang memiliki jiwa intertaint sejatilah yang berani mengambil jalur yang satu ini.
Bicara tentang radio, kurang afdol rasanya bila tidak menyinggung sebuah nama, Gelora FM, yup.. nama yang satu ini sepertinya tidak asing lagi bagi komunitas musik dangdut baik tua maupun muda.
Tidak ada yang terlalu istimewa sebenarnya, malah terkesan biasa saja. Maklum jalur musik yang dipilih sering dianggap sebagai musik pingiran, kampungan, seronok dan tidak sesuai dengan barometer musik anak muda sekarang. Namun siapa sangka meski beraliran musik dangdut, raihan pendengar yang diperoleh radio Gelora tidak berbeda jauh dengan radio yang bertemakan musik pop alternatif, melebihi malah.
Di pojok-pojok perumahan, kios-kios koran, toko pakaian, sampai kepedagang bakso sekalipun dipastikan hari – hari mereka ditemani alunan musik dangdut. Lagu-lagu yang sedang In seperti belah duren, madu, menunggu hingga deretan lagu – lagu hits yang dikategorikan musik hot menjadi pilihan ter-anyar yang di request pendengar.
Kalau boleh jujur sebanarnya dangdut bukanlah musik kelas bawah, keliru sekali penilaian seperti itu. Dangdut adalah musik lintas generasi. Setiap acara tanpa dibumbui musik yang satu ini pasti terasa hambar. seperti sayur tanpa garam, laksana teh tanpa gula batu,
Akhir –akhir ini musik dangdut semakin mendapat tempat di hati masyarakat, bisa jadi karena pengaruh hasil servei, yang mengatakan tujuh dari sepuluh orang Indonesia menyukai musik dangdut. Hal ini tentu menjadi salah satu alasan mengapa dangdut begitu digemari siapa dan datang dari mana saja.
Tanggal 17 bulan ini tepat enam tahun radio Gelora mengudara, jumlah usia itu sekaligus mentasbihkan radio ini sebagai satu – satunya radio dengan seratus persen musik dangdut di kota Padang.
Nama – nama seperti Nina Pracilia, Rudy Anggara, Dodi Sebastian Hingga penyiar senior sekaliber Popi Ananda tidak asing lagi dikuping pendengar. Mereka adala Trade Mark radio Gelora. Malah Nina dengan spesial program “ tebar “ alias tebak – tebakan berhadiah-nya, berhasil dinobatkan sebagai penyiar Favorit versi kuis interaktif tahun ini.
Namun walaupun begitu yang namanya manusia pasti ada kekurangannya, meski sukses dari segi karir dan punya banyak Fans tidak begitu dengan urusan yang lain. Lihat saja, disaat orang – orang sibuk sama pasangannya, dengan berat hati Nina terpaksa menjomblo, kemana – mana sendiri dan miskin perhatian dari lawan jenis. Bukannya tanpa usaha sebenarnya, demi mendapatkan pasangan, Nina rela mendatangi para normal, Psikolog cinta hingga rela membayar upeti agar bisa di combalingin dan bertemu kekasih hati. Namun entah kenapa hasilnya selalu nihil hingga berujung dengan penantian yang tiada akhir. Situasi itu melahirkan rasa trauma yang berkepanjangan. Begitu menyiksa.
Andai saja Nina jeli, sebenarnya ada cowok yang menyukainya dan itu tidak jauh- jauh, masih dalam lingkungan radio sendiri. Laki-laki itu selalu memberikan perhatian, tapi sayang gadis itu tetap saja cuek dan masa bodo. Namun untunglah pria itu tidak gampang menyerah, dengan kerelaan dan ketulusan hati Ia tetap saja sabar menunggu jawaban cintanya.
Timbul sebuah pertanyaan apa Nina sudah mati rasa ?, atau tidak lagi menyukai lawan jenisnya ?
Untuk menemukan jawabannya, baca kisah Nana dalam Serial Mini Seri “ “ yang terbit setiap Minggunya di Harian Singgalang. So.. jangan sampai terlewatkan Ya..!
BERSAMBUNG






































Episede Satu
“ Fans Gila “
Bagian 1

Nina uring – uringan pagi ini. Pintu ruang studio yang tidak salah apa - apa menjadi korban pelampiasan amarahnya. Hal aneh itu memancing reaksi Dodi yang sedari tadi serius menyusun daftar lagu unggulan.
“ Lo apa – paan sih Na, dari tadi gue perhatiin. Bisul lo numbuh lagi ya? Kasih obat kek. Atau.... Gue tahu Lo mau mamerin sepatu baru Lo kan?, biasa aja kali ! “
“ Rese’.., memangnya kita sama ?, gue nggak pernah bisulan tau ? “
“ O... kalo nggak bisul pasti ambayen tuh, ke Dokter gih ! “
“ Enak aja, kalo lo yang punya penyakit jangan dibilang dong, malu..! “
“ Trus kenapa dari tadi seleweran nggak tentu arah gitu, udah kaya kucing kebelet kawin tau.. ! “
“ Gue lagi bete “
“ Bete kenapa ? “
“ Gara - gara si Tono brengsek itu, sudahlah sok kenal, sampai berani – beraninya ngaku jadi pacar gue lagi. Mana di dengar orang sekampung “, keluh Nina sambil menyerobot minuman Dodi yang memang menarik perhatiannya sejak awal.

Tono adalah pendengar setia radio Gelora. Setiap kali line interaktif di buka suara cemprengnya pasti terdengar kemana – mana. Bukan itu saja, belakangan ini laki - laki yang yang diprediksi berumur diatas tiga puluh tahun itu sedang seru – serunya mempromosiin diri sebagai pacarnya Nina.

“ Ngapain nggak semprot aja sekalian atau teleponnya di Cut kek, jadinya kan nggak berlarut – larut kaya gini “
“ Gue nggak tega “
“Mending gitu dari pada lo bete nggak karuan, mana pintu ruang siaran sampai lo banting segala. Ketahuan BM jadwal siaran lo bisa jadi korban “
“ Biarin, kan bisa diganti pakai honor Gue “
“ Ye.. honor nggak seberapa di potong lagi, Lo mau makan apa ? “
“ Duh.. jangan bahas yang itu dong, mending kasih masukan, saran atau apa kek ! “
“ Ya kalau saran gue mending Lo labrak aja sekalian, masalah kelar, dijamin dia nggak bakalan berani masuk lagi “
“ Lo gila ? , apa kata orang, masa penyiar Gelora kaya gitu, lagian nggak enak kasar sama pendengar ? “
“ Kasar juga kan ada tempatnya, lagian kalau nggak bisa tegas bikin masalah tambah rumit, tau !“
“ Ya ada benarnya juga sih, tapi lihat nanti aja deh “, Ujar Nina sambil memasang Head Phone-nya.
***

..... “ dari veteran 19, Gelora FM, jalur dangdutnya kota Padang, seperti janji Nina barusan, tepat pukul 13:00 kita berada di TPS Gelora, Titip Salam Sobat Gelora, di sini sobat Gelora bisa titip salam atau malah menyapa saudara, teman, pacar atu rekan kerja. Lumayankan dari pada SMS nggak bisa didengar orang sekampung, he...he....., jangan tunggu lama – lama karena waktu kita hanya satu jam kedepan saja.

Sepertinya rayuan gadis itu manjur, baru saja mulutnya berhenti bersuara, lampu telepon diruangannya berkedip menunggu respon darinya.
“ TPS gelora! “
“ Titip salam dong ! “
“ Mas Tono ya ? “, tebak Nina, seperti malas melanjutkan obrolan
“ Wah Saya jadi merasa tersanjung nih, kok bisa tau ya ?, Saya bilang apa kita sudah ditakdirkan beretemu di udara dan sebentar lagi pasti bertemu didarat “
“ O..ya ?, titip salam buat siapa nih ? “
“ Hanya satu yang pantas Saya salami, ter-istimewa buat Nina seorang. O .. iya bagaimana tawaran Saya kemarin ?, boleh main kerumah dong. Paling nggak bisa kenal dengan calon Mertua “
“ He.. he, Itu saja ?, ya sudah terima kasih “, tutup Nina tanpa memberikan kesempatan bicara pada Fans Gilanya.
*
“ Sebel..., nggak pagi, nggak siang, pasti dia lagi dia lagi “
“ Mas Tono ? “ , tebak Popi yang baru saja mendaratkan kakinya di studio.
“ Siapa Lagi ? “
“ Kok malah bete, harusnya Lo senang ada yang perhatian “
“ Ye.. senang bagaimana, bikin Gue takut lagi “
“ Memangnya sudah pernah ketemu ? “
“ Boro – boro deh “
“ Nah, kebetulan gue ada kabar bagus nih ! “
“ Kabar bagus apa-an ? “
“ Ya tentang Mas Tono Lo itu “
“ Yang bener ? buruan dong “
“ Kebetulan tadi kan gue beli es cendol di sebelah warung mie ayamnya Kang Udin, niat gue sih mau negur, nggak tahunya Dia lagi nelfon pake hape, mana radio diputar kencang-kencang lagi. Gue kira ngobrol sama siapa eh.... ternyata lagi on air, ngomong sama Lo “.
“ Yang bener ? “
“ Iya, awalnya juga nggak nyangka juga sih, tapi setelah gue lihat dan dengar dengan mata kepala Gue sendiri. Ternyata Mas Tono itu kang Udin “
“ Gila, kok bisa gitu ?, kang Udin kan baik banget orangnya, malah sering kasih Mie ayam geratis lagi sama Gue. Ternyata ada niat lain “
“ Ya.. siapa tau aja dia emang ada hati “

Terjawab sudah tekateki fans gila yang meneror Nina selama ini. Meski tidak menyangka, namun Nina ingin sekali membuktikan pengakuan Popi barusan.


Apa Nina berhasil membuktikan perkataan Popi tentang Kang udin, yang menjadi tokoh utama di balik teror yang selama ini ? bukannya apa papa sih, tapi Popi sudah terkenal sekali sama sifatnya yang asal ngomong gitu, siapa tahu saja pengakuannya Cuma bo-ongan.
Untuk mengetahui baca saja kelanjutannya Minggu depan ya, so.. tukar aja uang tiga ribuan kamu dengan satu ekslamplar koran Singgalang sedisi Minggu. Mau ?
BERSAMBUNG










































Episede Satu
“ Fans Gila “
Bagian 2



Cerita Minggu lalu
Teror yang melanda Nina tempo hari terjawab sudah. Menurut keterangan Popi, tokoh utama penyebar teror tersebut adalah kang Udin, penjual Mie ayam yang warungnya tidak jauh berada dari studio. Nina ingin sekali membuktikan informasi itu, makanya sore ini Ia sengaja memesan Mie ayam disana.

“ Lo serius ingin buktiin ? ‘, Ujar Popi menanggapi niat sahabatnya
“ Mengapa tidak ?, dari pada gue di teror mulu, mending diselesaiin secara adat “
“ Waduh bawa orang sekampung dong ?”
“ Bukan sekampung lagi, se kota Padang malah, tapi nggak ah bikin repot. Belum lagi malunya itu, nggak ketulungan “
“ Saran Gue mending selidiki dulu jangan langsung tembak 12 pas, kasihan ! “
“ Ye..nggak perlu diajarin kali “
“ Buktinya mulut Lo sering nggak kompak gitu. kaya kejadian bulan lalu , rencananya mau bicara baik – baik eh.. ternyata mulut Lo nyerocos begitu, jadinya gue yang tengsin berat “
“ Itu kan dulu, sekarang beda “
“ Oya..Lo kok betah sih ngejomblo, apa rahasianya ?, kalau memang cocok mending jadian saja sama kang Udin “, ledek Popi yang membuat tampang Nina semakin bete
“ Enak aja, mending gue jomblo dunia kahirat deh “
“ Jangan ngomong gitu, pamali tau, Gue ada kenalan cowok nih, mau coba ? “
“ Mau coba ?, memangnya duren pake dicobain segala. Kalau boleh jujur sih Gue pingin banget cari cowok, tapi ..”, Nina mengantung kalimatnya.
“ Kenapa ? “
“ Gue takut gagal lagi “
“ Takut gagal lagi ?, “, ulang Popi kurang yakin
“ Walau Gue baru gagal sekali tapi dampaknya jelas terasa. Gue trauma menjalin hubungan serius dengan laki-laki, siapapun dia “
“ Ya.. itu bukan alasan, gue aja yang tiga belas kali diputusin masih aja keu-kueh mencari pengganti, masa Lo yang baru coba pacaran sekali udah putus asa “
“ Itu kan elo, Gue Mending sendiri dulu “
“ Lo nggak tersiksa ?, jangan bohong deh !. Gue tahu kok perasaan Lo, jangan dikira dengan menutup diri semua persoalan jadi beres“
“ Gue nggak menutup diri kok, tapi lebih selektif saja memilih pasangan “
“ Boleh sih, tapi jangan keterusan ntar bisa mati rasa “, Goda Popi sambil menuju ruang siaran.
***
Ada yang aneh dari sikap kang Udin sore ini, omongannya yang selalu ceplas- ceplos mendadak berubah begitu saja dan malah terkesan sok jaim gitu.
“ Tumben, mbak Nina sendirian ? “, sambut laki – laki itu menyadari kedatangan Nina diwarungnya.
“ Iya, kebetulan pingin cicipi mie ayamnya kang Udin “
“ Masih ingat ya ? “
“ Iya dong, kangen “, goda Nina membuat kang Udin tersenyum
“ Kirain sudah ada tempat baru “
“Mana ada sih kang, lagain dari sekian banyak Mie ayam yang saya coba, bikinan kang Udin tetap paling Top kok. O..iya nggak denger radio ? “
Seketika wajah kang Udin kembali terlihat tegang, Ia berusaha menutupinya dengan sok sibuk membersihkan meja untuk tamu.
“ Biasanya ngetem Gelora kan ? “
“ Iya sih, tapi kadang – kadang juga kok “
“ Kok denger radio lain ? “
“ Kebetulan saja tadi dihidupin dapat radio itu, belum sempat ganti chanell “,
“ Ngapain nggak gabung saja dengan Sobat Gelora yang lain, kan ada komunitasnya ? “
“ Ya..belum berani saja, tapi nanti saya coba deh “

Tiba – tiba timbul sebuah ide di benak Nina, Ia lantas mengambil ponsel dan menghubungi nomor yang sebelumnya Ia catat dari kumputer ruang siaran kemarin. Rasa penasaran benar – benar membuat otaknya kreatif berfikir. Itulah Nina, Ia bakalan melakukan cara apa saja agar rasa penasarannya terjawab.Tidak menunggu waktu lama terlihat perubahan diwajah laki – laki yang ada dihadapannya, tanpa menaruh curiga kang Udin-pun merogoh saku celananya, Ia tampak sibuk mengingat nomor asing yang tertera di layar hapenya, berikutnya panggilan itupun akhirnya Ia jawab.
Reaksi itu sudah cukup bagi Nina dalam memfonis laki – laki itu, ternyata penemuan Popi kemarin bukan berita lutut, ternyata memang benar, kang Udin-lah yang selama ini mengaku bernama Mas Tono. Tanpa menunggu pesanan yang sedang dibungkus, Ia pergi begitu saja sambil menaruh uang sepuluh ribuan di meja kasir.
“ Loh mbak Nina ini pesanannya “
“ Nggak jadi, kasih aja sama mas Tono “, jawab Nina sambil melangkah pergi.
Ada rona tanda tanya diwajah kang Udin, sayangnya Ia tidak tau jika baru saja terjebak dalam permainnyanya sendiri.














Episode Dua
“ Cinta Terpendam “
Bagian 1

“ Ada acara apaan sih ?, rame banget kelihatannya “, gerutu Nina sambil mendaratkan pantatnya di sebuah sofa.
“ Ada Capen baru “, komentar Rudi yang tengah asik internetan dari ponselnya.
“ Kayanya penyiar udah banyak deh, kok ditambah lagi sih ?, ujung – ujungnya-kan jadwal siaran kita makin sedikit. O..ya yang dipojokan kayanya lumayan “
“ Dari mana Lo tau, di coba aja belum “
“ Tampangnya maksud gue “, ralat Nina sampil serius memandangi objek bagus dihadapannya.
“ Hu.... uh, dasar ! “
“ Cewek yang make jilbab itu cantik juga, biasanya Lo udah tebar pesona, kali ini kok enggak ? “,Nina mengarahkan pertanyaan pada Dodi yang tengah manyun disebelahnya.
“ Telat “
“ Telat kenapa ? “
“ Tu anak udah punya cowok “
“ Dari mana Lo tau ? “
“ Tadi gue iseng SKSD gitu, tapi pada pertanyaan terakhir tu cewek menjawab udah ada cowok”
“ Duh ..kasihan “
“ biasa aja kali “, balas Dodi cemberut

Diam – diam Nina mulai CUCUPA alian curi- curi pandang dengan cowok yang katanya Capen baru itu. Wajahnya yang baby face membuat Nina terlena dan merangkai khayalan semu di dunia bawah sadarnya. Namun sepertinya aksi Nina barusan mendapat reaksi dari cowok itu, buktinya ada sebuah senyuman yang tertuju padanya disaat tatapan mereka bertemu.

Sebenarnya Nina bukan tipe cewek yang mudah jatuh cinta. Baginya mengenal hingga memutuskan seorang untuk dijadikan kekasih membutuhkan waktu lama hingga berbulan bulan. Namun entah karena apa, fellingnya mengatakan tidak ada salahnya mengenal cowok baru dihadapannya.

“ Sudah.., kalo suka sikat aja”, bisik Rudi seolah tau dengan jalan pikiran Nina sesungguhnya
“ Lo kira beli baju seken, kalo suka tinggal dibungkus, lagian tu cowok bukan kriteria gue “, Nina mencoba berbohong
“ udah... jangan bohong, gue dibohongin?, yang lain sih bisa ! “
“ Memangnya Lo tau apa ? “
“ Tatapan mata lo nggak bisa bohong, lagian kalau ada niat PDKT langsung aja, kan lebih cepat lebih baik “
“ Lanjutkan kali....”, sambung Nina sambil tersenyum
“ Nah itu tau, tapi jangan lupa pro kawan yah “, sambut Rudi yang membuat mereka tertawa bareng.
***

“ Sudah lama siaran disini ? “, buka cowok yang menarik perhatian Nina barusan.

Namanya Tio, masih kuliah semester akhir disalah satu PTS bergengsi. Pernah siaran dibeberapa radio dan mantan finalis model majalah remaja ibu kota.

“ Sekitar empat tahunan-lah, Lo mantan penyiar radio Ungu kan ? “, jawab Nina singkat
“ Tau darimana ? “
“ Dari CV yang lo kirim, kan gue yang memproses surat lamarannya “
“ Iya sih, Cuma bertahan enam bulan aja “
“ Nggak dilanjutin ? “
“ Kebetulan saat itu lagi sibuk bikin skripsi, ya mau nggak mau harus ngorbanin salah satu dong”
“ Gue heran kok bisa pindah haluan gitu ya ?, secara kan radio lo dulu radio anak muda, bartometer musik barat banget. Susah loh adaptasi lagi, mana jalur musiknya juga beda kan !”
“ Bagi gue pribadi, adaptasi itu gampang, tinggal belajar dan menyesuaikan diri doang “
“ Enak ya ngobrol sama lo “, simpul Nina yang sepertinya mulai merasa cocok.
“ Sama, kayanya lo nyambung sama gue. Kalau nggak ada urusan di kampus pasti gue temenin lo ngobrol sampai sore “
“ Ya sudah, kapan – kapan-kan masih bisa ketemu. Gimana keputusannya, kapan mulai siaran ? “
“ Belum tau, kayanya kudu di training dulu deh ! “
“ O..ya..., kan sudah pernah siaran ?”
“ Ya nggak tau juga apa alasannya , kalau menurut Gue mending terjun langsung aja “
“ Sabar dong, ya harus gitu sih, musti lewatin proses “
***
Tidak biasanaya Nina begitu saja dekat dengan seseorang. Namun tidak begitu halnya dengan Tio, kebiasaannya tiba – tiba luluh dan malah berbalik seratus delapan puluh derajat.
“ Lo memang kadung suka sama Tio ?”, ujar Popi yang menangkap rona kebahagiaan diwajah sahabatnya.
“ Terlalu, nggak sih. Tapi Gue ngerasain sesuatu di diri Tio. Gue sih kurang yakin apa ini perasaan suka biasa atau malah perasaan cinta “
“ Gue nggak fell sama tu anak “
“ Nggak fell gimana ?, kayanya anaknya baik, pernah siaran juga kan di radio unggu ? “
“ Bukan masalah itu “
“ Lantas ! “
“ Masih ingat Deni Kan ? “, ujar Popi yang membuat Nina mengerutkan dahi.
“ Maksud Lo, Tio juga laki – laki penghibur ? “

Popi menganggukan kepala

“ Serius ? “
“ Bukan itu saja...
BERSAMBUNG













































Episode Dua
“ Cinta Terpendam “
Bagian 2

Di edisi Minggu lalu diceritakan, Nina lagi ada Fell dengan salah seorang Capen yang melamar di radio Gelora. Entah datang darimana tiba-tiba Ia merasakan adanya getaran aneh yang bersarang tepat didasar hatinya. Namun sayang tiba-tiba Popi datang dan memudarkan perasaan itu dengan memberikan bocoran tentang cowok yang sedang Ia incar. Berikut sambungan cerita Minggu lalu :

“ ...... Dia juga pemakai sekaligus pengedar shabu loh “
“ Sumpah Gue nggak percaya “ protes Mimi sambil membuang jauh pemikiran jelek tentang orang yang baru saja Ia kenal
“ Wajar sih reaksi Lo kaya gitu “
“ Lo tau dari mana ? “
“ Dila, teman gue, kebetulan Dia penyiar Radio Ungu “
“ Gue nggak yakin Pop, masa tampang alim, imut dan nggak banyak tingkah kaya Tio pengedar dan laki – laki penghibur sih ? “
“ Sebenarnya berita ini sudah booming lagi.... , kita aja yang kurang tau. Kabarnya lagi tu anak juga mengidap virus HIV loh “
“ Apa..?, sampai segitunya ? “
“ Ya...bisa sajakan?, saran Gue sebelum perasaan Lo semakin jauh, mending lo bunuh rasa itu dari sekarang, semua belum terlambat Nin “
“ Gue sih bisa melupakannya Pop, tapi mengapa coba setiap kali gue dekat sama cowok selalu berakhir seperti ini. Apa gue nggak pantas mencintai dan dicintai ?”

Nina benar –benar larut dalam perasaannya. Niatnya mencari pasangan selalu saja kandas sebelum mimpi itu terwujud.

“ Duh..jangan sensi gitu dong, Gue yakin kegagalan akan menuntun Lo dalam menemukan kekasih sejati “
“ Tuhan nggak sayang Gue Pop, apa sih salah Gue ? “
“ Lo nggak salah kok, mendapatkan cinta sejati tidak semudah menukar celana. Kadang kita harus jatuh bangun, kerap kali gagal, di khianati dan disakiti. Cinta pertama belum tentu cinta sejati. Tapi setidaknya kita bisa banyak belajar dari sana tentang arti cinta sebenarnya “, terang Popi yang sepertinya juga larut dalam suasana.
“ Gue kurang apaan coba ? “
“ Lo pingin jawaban jujur atau bohong ? “, tawar Popi yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu
“ Ya jawaban jujur dong “
“ Kesalahan Lo hanya satu, kurang sabar dalam menghadapi diri Lo sendiri “, jawab Popi sok bijak.
Mendengar kalimat itu Nina tidak mampu lagi membantah, Ia merasa kalimat itu tidak sepenuhnya keliru, ada benarnya juga.
“ Lo tau nggak, sebenarnya ada loh cowok yang daim – diam menyukai Lo “
“ Menyukai Gue ?, Lo bercanda kan ?. udahalah Gue nggak mau lagi mikirin cowok, mending fokus kepekerjaan dulu “
“ Yakin nggak ingin tau orangnya ? “
“ Kayanya nggak deh. Lagian Gue juga yakin kalo Lo Cuma nyenangin hati gue kan ? “
“ Ya sudah kalo nggak ingin tahu, gue juga nggak bisa bilang apa – apa “

Ada rasa penasaran sebenarnya, tapi karena Nina kurang begitu yakin dengan keterangan Popi, Ia-pun menanggapi dengan sebuah lelucon.

“ Benar Lo nggak ingin tau ?, nyesel loh ! “, ulang Popi berharap keputusan lawan bicaranya berubah.
“ Siapa ? “
“ Tuh kan.. jangan sok jaim deh. Gue tahu Lo pasti penasaran “
“ Iya deh, siapa sih orangnya ? “
“ Beni “
“ Beni !, serius ? “

Nina begitu terkejut, sebuah nama yang di sebut Popi tidak pernah Ia bayangkan sebelumnya. Apa lagi selama ini Ia terkesan cuek dengan laki – laki yang baru tiga bulan ini bergabung di radio Gelora. Nina-pun tidak habis fikir mengapa harus Beni yang menawarkan cintanya, andai cowok lain mungkin bisa Ia pertimbangkan.

“ Maksud Lo Beni staf marketing itu kan ? “, ulang Nina meyakinkan.
“ Iya, lagian yang mana lagi sih “
“ Serius ? “
“ Kok tanya ke Gue ?, tanya pada orangnya langsung dong “
“ Ye... tapi kan Lo yang bilang tadi ! “
“ Gue Cuma bisa memprediksi. Tapi apa lo nggak ngerasa perhatian dan kebaikan Beni selama ini ?. kemana aja Non ?“
“ Nggak, perasaan tu anak biasa saja kan ?, apa lagi belakangan Dia lagi dekat – dekatnya sama Yosi “
“ Itu makanya semut yang jauh diseberang lautan bisa lo lihat, sedangkan gajah di depan mata lo sendiri nggak kelihatan”
“ Mana gue tau, gue kira kebaikan dan perhatiannya Cuma sebatas teman “
“ Nah sekarang kan Lo udah tau nih !, gimana ?, anaknya lumayan Loh, pintar bikin puisi lagi“
“ Ya kalau gue sih...


Episode Dua
“ Cinta Terpendam “
Bagian 3

Cerita Minggu lalu

Beny, staf Marketing radio Gelora ternyata diam – diam menyukai Nina, kabar itu bermula dari pengakuan Popi tempo hari. Nina yang tidak penah menyangka, terliat bingung dengan perasaannya, ada kebimbangan yang terasa, karena Nina sebenarnya tidak menyukai laki –laki itu. Pingin tau kelanjutannya, ya sudah mandinya ntar aja, baca kelanjutannya dulu ya. Hehe..


.... “ Ya kalau Gue sih belum bisa mutusin sekarang, lagian juga belum tau anaknya gimana “
“ Secara fisik mungkin biasa saja. Saran gue jangan menilai buku dari sampulnya, menilai orang kenalilah hatinya “
“ Walah.. udah kaya pujangga kesurupan tau ?, uda ah gue mau tugas dulu “ Tutup Nina sambil menuju ruang siaran.
Sungguh benar – benar diluar dugaan Nina pada awalnya, Beni yang selama ini biasa saja ternyata diam – diam menaruh hati padanya.
***

....... “ Kembali lagi di ajang tebar alias tebak –tebakan berhadiah, nah bagi sobat gelora yang ingin gabung silahkan aja di 171007, seperti biasa bagi anda yang tebakannya paling lucu, kami menyediakan hadiah menarik dari sponsor dan berhak ikut lagi di setiap akhir pekannya. Sambil telefon masuk kita denger yang mau lewat berikut ini “, dan barisan iklanpun mengantikan suara indah sang penyiar.

Nina tidak bisa mendustai hatinya, ada semacam ketakutan andai saja yang dikatakan Popi itu benar. Yang artinya perasaan cinta yang telah Ia tutup akan terusik lagi. Gadis itu benar – benar trauma dengan masa lalunya, kisah cinta yang selalu saja berakhir dengan drama sad ending, layu sebelum berkembang.
Beni yang selama ini dianggap sebagai rekan kerja yang menyenangkan tidak taunya mengartikan lebih hubungan itu, padahal Ia tidak pernah merasakan perasaan apa – apa.
“ Nina..Lo nggak siaran ? , kok bengong di meja gue ? “, ujar sebuah suara yang membuyarkan lamunan gadis yang duduk disana.
“ Beni..”
“ Loh kok terkejut gitu ? “
“ Nggak, tapi tidak biasanya jam segini Lo kekantor ? “
“ Kebetulan nggak ada kerjaan dirumah, makanya iseng ke radio, Lo sendiri ngapain bengong disini ?, Popi belum datang ? “
“ Ya gue kan siaran, Popi Lo tanya, tu anak paling hobi telat “
“ Nih Gue bawain gorengan “, tawar Ben sambil menyerahkan bawaannya.
“ Duh Lo baik banget, jadi nggak enak nih. Tau aja perut gue lagi lapar “, sambut Nina sambil menyambar tahu isi dari dalam plastik .
“ Lo lucu ya Nin ? “, ujar Beni kemudian
“ Lucu ?, lucu gimana maksud Lo ?”
“ Lo orangnya nggak jaim, cuek dan lucu. Tidak semua cewek yang gue kenal kaya Lo “
“ Biasa aja kali, lagian hari gini masih jaim ?, nggak banget deh. Kalau cuek sih iya, tapi kalau lucu ? ,apa menurut Lo gue lucu ?, kayanya nggak ah ! “, gumam Nina yang malah mengembalikan pertanyaan itu pada lawan bicaranya.
“ Iya.., kadang gue tertawa sendiri liat Lo lagi bete “
“ Orang bete diketawain. Nggak lucu “
“ Bagi gue itu lucu “

Nina membalas pernyataan itu dengan sebuah senyuman, sambil permisi, Ia-pun melangkah ke box siar. Ternyata Beni anaknya enak juga diajak ngobrol, nyambung dan baik. Slowly but surely , Nina mulai respek dengan cowok itu. Meski tetap menganggap Ben sebatas teman namun ada kenyamanan yang Ia rasakan bila berada bersamanya. Apa itu sebatas perasaan semata atau malah getar- getar cinta sudah mulai terasa ?, yang jelas Nina begitu menikmatinya.
BERSAMBUNG





































Episode Dua
“ Cinta Terpendam “
Bagian 4

“ ..... Masih bersama Nina disini yang tetap setia menemani anda semua dalam sisa waktu dua jam kedepan. Kayanya sudah ada yang masuk, kita angkat aja, Halo..tebar Gelora ? “
“ Halo.. tebar gelora ! “
“ Iya..pasword-nya ? “
“ Tebakan berhadiah, oke punya ! “
“ Nah..gitu dong, dari siapa dimana ? “
“ Dari Jihan mbak di sutomo “
“ Ok Jihan , tebakannya apa ? “
“ Gini mbak, kenapa manusia begitu dilarang berjudi ? “
“ Duh... religi banget , mm..apa ya ?, ya karena kasihan aja lihat Pak Polisi, kalu seluruh orang berjudi mau dipenjarain dimana “
“ Asal... “, protes suara dari seberang “
“ Ye.. kalo salah dibetulin dong !“
“ Mau Tau ? “
“ Duh.. gimana yah, jawabannya di simpan aja deh untuk sepuluh tahun yang akan datang biar seluruh pendengar penasaran “, ajak Nina sambil tertawa
“ Kasih tau nggak Ya ! “
“ Kasih tau aja ... kasihan, lagian sepuluh tahun lagi kuisnya pasti udah beda “
“ Iya deh, jawabannya karena judi permainan setan, kalau manusia juga ngotot berjudi ntar setan main apa ?, monopoli, ular tangga atau petak umpet ? “, ujar Jihan diiringi tawa renyah sang penyiar.
“ Ada lagi nih, bagaiman cara menghindari mimpi buruk di malam maupun sing hari ? “, kali kedua Jihan memberikan pertanyaan.
“ Ya.. harus baca do’a dong “
“ Salah lagi, caranya gampang kok, ya nggak usah tidur aja “
“ hehe.. iya juga, ada lagi ? “
“ Ada, apa bedanya laki-laki dengan harimau ? “
“ Ye... semua udah basi kali, jawabannya kalau haraimau bulunya yang belang, tapi kalu laki laki hidungnya yang belang “, jawab Nina sedikit banghga.
“ Ada lagi ?”
“ kenapa setelah Dr. Azhari meninggal banyak arwah yang protes “, untuk yang kesekian kalinya Jihan mengajukan pertanyaan.
“ nggak tau !, males ngomongin yang gituan “
“ jawabannya karena diakhirat sekarang ada teroris “, jawab Jihan sambil tertawa
“ Masih banyak stok tebakannya ? “
“ mm.. kayanya segitu dulu “
“ Nah segarang giliran Nina dong, pertanyaannya begini, dia bukan gajah tapi badan, telinga, mulut dan matanya mirip sekali dengan gajah, tau nggak yang Nina maksud apa ? “
“ Mmm mamut kali, kan nenek moyangnya gajah “
“ nggak ! “
“ Trus apaan dong ? “
“ Benar nih ingin tahu ? “
“ Wah balas bikin penasaran nih ceritanya ? “, ujar Jihan penasaran
“ Jawabannya gampang , ya... gambarnya gajah-lah “, jawab Nina meras puas
“ Duh jayus banget “, komentar Jihan sambil menutup obrolan.
***
“Nin, Beni nitip ini nih buat lo”, baru saja keluar dari box siar Nina dikejutkan oleh sesuatu yang dibawa Popi.
“ apaan nih ? “
“ Mana gue tahu, tadi Ben minta tolong sama gue ngasih ini ke Elo “
“ Lo nggak tanya ini apa ? “
“ Ye... apa untungnya ? lagian Dia ngasih pas gue baru nyampe, sempat duduk aja belum. Ya mau nggak mau gue terima deh “
“ Ben-nya kemana ? “
“ Udah pulang “
“ Kok jadi aneh gitu sih ?, padahal gue tadi ngobrol sama tu anak. Gue juga nggak lihat benda ini “
“ Jadi dari tadi Ben disini ? “
“ Udah dua jam-man-lah “
“ waduh, udah ada yang nemenin siaran nih ceritanya “, goda Puput yang disambut keki lawan bicaranya, “ mm..ngomong – ngomong isinya apa yah ?, buka dong “
“ Nggak ah, Gue nggak enak “
“ Nggak enak kenapa ?, jelas – jelaskan ini buat Lo “
“ Ya.. kita kan nggak tau apa maksudnya. Masa main terima aja sih ? “
“ Ya nggak ada salahnya juga, malah Ben pasti kecewa kalo nggak lo terima. Udah buka aja gue penasaran isinmya apa”
“ Loh kok Lo yang penasaran sih ?. tapi kalau ada apa – apanya Lo juga tanggung jawab ya ! “
“ Iya.. Iya “
Nina-pun membuka kado itu. Mereka benar – benar terkejut, Popi malah terlihat tidak percaya menyaksikansebuah benda cantik yang terdapat didalamnya, Nina-pun demikian.















Episode Dua
“ Cinta Terpendam “
Bagian 5

Cerita Minggu lalu

Ben memberikan Nina sesuatu yang dibungkus rapi dalam sebuah kotak kecil, Nina begitu bingung menanggapi niat baik laki – laki itu. Fikiran jelekpun serta merta merasuki, mungkinkah ada niat lain dari Ben yang ditujukan untuk Nina ?. Nih... sambungan cerita kemarin

“ Cantik banget, Gue jadi ngiri ! “, komentar Popi sambil memandang sebuah cincin yang berada ditangan sahabatnya.
“ Apa maksud Beni ngasih Gue Cincin beginian ? , jangan – jangan gue ditodong buat kawin lagi, gimana nih ? “
“ Jangan parno dulu, siapa tau Beni senang lihat cewek make cincin, lagian tangan lo kan polos – polos aja Nin ! “
“ Gue yakin pasti ada maksud lain, pasti ada udang lagi begadang nih. Gue jadi takut Pop, kayanya Beni anaknya nekat “
“ Pikiran Lo jorok sih, jangan ge-er dulu. Bukan Lo aja kali yang pernah dikasih Beni, Gue juga pernah, Mia juga. Jadi jangan mikir yang macam – macam. Kan Lo tau beni anaknya gimana, terlalu baik. Jangan mikir kejauhan dong, malah sampe juriga mau diajak kawin segala “
“ Memangnya Lo pernah di kasih apaan, kok ngak pernah cerita sih ?
“ Lo-nya aja nggak nanya. Lo lihat sepatu kaca gue kan ?, yang itu Ben yang beliin loh. Awalnya gue juga sama kaya lo, bawaannya curiga mulu. Namun untung kecurigaan gue keliru, tu anak ikhlas banget beda ama cowok kebanyakan “

Nina sedikit lega mendengar penjelasan Popi, memang benar Ben anaknya baik, nggak pelit dan rasa kesetiakawanannya lumayan tinggi. Tapi tetap saja rasa was- was dihati Nina tidak bisa dibohongi. Ada rasa curiga bila kebaikan itu tidak tulus yang didasari pamrih yang membuatnya balas budi.

“ Sekarang begini saja, kalu Lo masih penasaran, mending tanya langsung sama orangnya “
“ Apa Beny nggak kesinggung ? “
“ Kayanya nggak deh, mungkin malah senang bila Lo tanya langsung “
“ Tapi sepertinya Gue nggak berani “
“ Kok gitu ?, jangan – jangan Lo sudah lama menyimpan rasa kali sama tu anak ? “, tembak Popi yang membuat Nina semakin keki
“ Nggak lah, Lo kira gampang apa menata hati buat menerima cinta yang Gue sendiri nggak ngerasa“
“ terus apa alasannya ? “
“ Gue nggak enak hati Pop “
“ Tuh... kan ngeres lagi, kalau Lo nggak mau sini buat Gue aja “, pancing Popi yang membuat Nina enggan memberikan benda ditangannya.
“ Maunya... “
“ Ya kalau Lo mau ya diterima dong, atau Lo uber Beny gih biar semuanya jelas “
“ Iya deh, besok Gue tanyain ! “
***

Kelar siaran Nina memutuskan langsung pulang, tidak seperti hari –hari sebelumnya yang biasa diisi dengan ngobrol ngalur ngidul, ketawa ketiwi dan beragam kegiatan yang tidak penting lainnya. Ada kelelahan yang Ia rasakan, kelelahan hati, jiwa dan raga dalam mengarungi berputarnya hari.
Masalah demi masalah seolah hadir tanpa permisi, masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu apalagi mengucapkan salam. Persoalan yang lagi In sekarang adalah kehadiran Beni yang datang tiba-tiba. Kehadirannya tepat disaat Nina mulai berani memutuskan menutup pintu hati untuk siapa saja setelah kegagalan cinta pertamanya.
Entah kenapa dampak kegagalan cinta pertama baginya itu begitu memberkas. Mungkin karena cinta yang begitu tulus namun dikhianati dan dicampakkan. Memang terasa sakit bila berada pada posisi itu, karena cinta akan terasa indah jika diisi dengan rasa pengertian, perhatian dan kasih sayang

Ada yang lain Nina dapati ketika kakinya menyentuh puntu pagar rumahnya. Sebuah motor yang begitu Ia kenal terlihat parkir di depan pintu. Motor itu menjadi saksi dari perjalanan cintanya dengan seorang pria, kendaraan yang kerap kali membawanya hanyut dalam dimensi cinta yang sekarang mendadak mati.
“ Ada apa lagi sih Dia kesini ? “ bisiknya yang mulai teringat kisah pilu setahun yang lalu.
BERSAMBUNG






















Episode Tiga
“ Luka Lama“
Bagian 1

Minggu lalu diceritakan tentang kedatangan seorang cowok kerumah Nina, Ia sebenarnya tidak menginginkan lagi sosok itu hadir kembali. Siapa laki – laki itu, mengapa Ia begitu saja hadir dengan cara yang begitu tiba – tiba ? . kelanjutannya dibaca aja deh tulisan dibawah ini.

Ada keinginan berbalik arah, menjauhi tamu yang tidak pernah Ia harapkan kehadirannya. Namun rencana itu seketika mental seiring turunnya hujan yang datangnya tiba- tiba.
“ Asalamuallaikum “
“ Walaikum Salam “
“ Fandi ? “, Ujar Nina tertahan
“ Apa kabar Nin ? “

Perempuan dihadapannya terlihat shock berat dan hanya bisa menganggukan kepala.

“ Sory Gue main kesini nggak bilang –bilang “
“ Ada apa ?, Masalah kita udah kelarkan ? “
“ Loh jangan ketus gitu dong. Memangnya nggak boleh silaturahmi ? “

Nina mencoba memaksakan diri tersenyum, walau tanpa keiklasan sedikitpun.

Beni adalah pacar pertama Nina. Hubungan mereka telah lama berakhir setelah laki- laki itu ketahuan selingkuh setahun yang lalu. Setelah kejadian itu, Nina nyaris tidak percaya lagi dengan sosok yang namanya laki – laki, meski Ia tetap saja belajar membuka diri walau gagal lagi, gagal lagi.
Kesalahan Fandi benar- benar mencabik – cabik perasaannya. Ikatan cinta tulus yang Ia persembahkan begitu mudahnya dikhianati. Wajar saja Nina kecewa dan pergi meninggalkan cinta sucinya yang berujung dengan rasa kecewa.

“ Gue kangen Lo Nin ! “
“ Kangen Lo sakiti lagi “, jawab Nina ketus “ udah deh Fan, tolong jangan sakiti lagi, hampir saja gue berhasil melupakan masa lalu, apa Lo belum puas ? “
“ Gue tau sakitnya hati Lo atas kesalahan gue dulu Nin, tapi tolong tunjukan bagaimana caranya agar kesalahan itu bisa gue tebus, bisa termaafkan “
“ Coba Lo posisiin diri, bagaimana rasa sakit yang gue rasakan, bagaimana rasanya dibohongi, ditinggalkan begitu saja. Mungkin hanya dengan cara Lo pergi jauh dari kehidupan Gue akan sedikit membantu ? “, pinta Nina sambil menahan emosi
“ Gue nggak bisa pergi dari Lo Nin “
“ O... jadi baru sekarang Lo nyadar “, senyum Nina sinis “ Lo nggak tau bagaimana pahitnya disakiti. Sudahlah, gue nggak enak sama Mimi, jangan gara – gara Lo nekat kesini hubungan manis kalian jadi berantakan “

“ Gue udah putus “

Nina Menarik nafas “ Gue sudah prediksi bakal berakhir seperti itu kok “

“ Mungkin ini kesalahan terbesar dalam hidup Gue, andai saja tidak pernah bertemu dengannya, mungkin hubungan kita akan tetap seperti dulu “, sesal Fandi yang terdengar sedikit berat.
“ Orang bodoh yang hanya menyalahkan masa lalu, harusnya Lo intropeksi diri bukan menyalahkan apa dan siapa “
“ Kadang kesalahan memberikan jalan pada seseorang dalam menemukan tujuan yang sebenarnya. Gue yakin kesalahan itu menuntun gue dalam mencari orang yang benar – benar pantas gue cintai “

Nina terdiam, sebenarnya Ia juga tidak ingin memojokkan laki – laki yang terlihat kuyu dihadapannya. Iapun tidak mampu membohongi perasaannya, walau begitu benci namun rasa sayang masih tersisa untuk Fandi, meskipun begitu sedikit.
Ada benarnya juga pendapat yang mengatakan cinta pertama teramat sulit dilupakan. Kenangan itu begitu saja melekat dan terekam di memori pelakunya. Secara kasat mata mungkin Nina terlihat tegar dan bisa melupakan kisah pahit itu, namun realitanya rasa sayang dan keinginan membuka lembaran baru dengan mantan kekasihnya masih tetap ada.


Wah... jadi rumit nih masalahnya, siapa sih yang bakal diterima Nina ?, Beni atau Mantan kekasihnya ?, kelanjutannya Minggu depan Ya. Jangan lupa nabung dari sekarang buat beli harian Singgalang edisi Minggu depan. He...he
BERSAMBUNG



















Episode Tiga
“ Luka Lama“
Bagian 2

Cerita Minggu lalu : Nina benar-benar bingung, mantan yang sudah menyakitinya setahun yang lalu tiba-tiba hadir lagi di kehidupannya. Padahal Nina ingin sekali menutup pintu hatinya untuk laki – laki, bagaimana kelanjutannya ?, baca saja sambungannya berikut ini.

“ Lo bagaimana sih ? nggak pendiriaan banget ?. udah jelas – jelas Fandi nyakitin, mainin perasaan Lo. Tapi masih saja memberi kesempatan. Kok mudah sekali sih kasih maaf? “. Komentar Popi setelah mendengar keluhan dari sahabatnya.
“ Maksud gue bukan begitu, lagian Gue kan nggak bilang pingin balik sama Beni kan ?.“
“ Iya, gue tahu. Tapi entah kenapa gue kok rasain aura aneh gitu ya ?. Bisa aja jatuh pada pada lobang yang sama. Apa salahnya sih membuka hati buat Beni ? “
“ Duh... Beni lagi, Beni lagi. Nggak bosan apa ngomongin tu anak ?. gue nggak Fell sama Dia, ngerti dong ! “
“ Terus cincin yang kemarin lo apa-in ? “, tanya Popi yang tidak terpengaruh dengan suasana
“ Gue buang “
“ Benar Lo buang ? “
“ Buat apa gue bohong, Lo mau ?, ambil aja tuh di closed “

Popi benar – benar tidak menyangka medapati keterangan dari mulut perempuan disebelahnya.

“ Lo taukan gue nggak akan membuka hati buat siapaun, gue ingin sendiri dulu, melupakan pengalaman pahit yang mungkin saja bila dilalui sekarang akan tetap berlanjut “
“ Maksud Lo ? “
“ Gue takut jatuh cinta lagi Pop “
“ jadi itu alasannya ? “

Raut muka Nina terlihat sayu. Ia benr-benar tidak ingin lagi mengingat dan larut ke dalam masa lalu yang kerap kali tidak berpihak kepadanya,

“ Nin, Lo taukan Gue sudah nganggap Lo saudara sendiri ?, keputusan menutup rapat – rapat pintu hati bukan saja keputusan keliru tapi merugikan diri sendiri. Ingat umur 24 tahun bukan muda lagi, Lo harus tata masa depan, dengan mencoba menjalin hubungan dengan laki –laki yang serius. Jujur, Gue merekomendasikan Beni untuk hal itu, tapi terserah, Lo bakal mutusin siapa “
“ Gue takut Pop, Gue takut “
“ Lo dengar saran Gue, coba berikan kesempatan Beni untuk membuktikan kata- kata dan keseriusannya selama ini “
“ Fandi Gimana ? “
“ Lo masih mau mikiran orang yang telah menyakiti Lo ? “
“ Bukannya begitu, tapi kemarin Gue temuin keseriusan pada dirinya, Gue kasihan Pop “
“ Lo ingin terjebak lagi, disakiti lagi ? “, sanggah Popi yang kurang setuju dengan keputusan Nina

Sejenak Nina terdiam, ada benarnya juga omongan Popi. Namun sisa rasa cinta masih terasa di hatinya. Ada sebuah keinginan memberikan lagi laki –laki itu sebuah kesempatan. Paling tidak untuk yang terakhir kali.

“ Jujur Nin, Gue nggak mendukung niat Lo. Apa masih kurang penghianatan dari Fandi hingga Lo mau menerimannya kembali? “,
“ Lo ngak paham perasaan Gue Pop “, ujar Nina mendesah
“ Ya...gue nggak ngerti jalan pikiran Lo. Mengapa tidak membuka lembaran baru saja ?, memberikan kesempatan pada orang lain yang lebih menerima dan beneren sayang sama Lo ? “
“ Maksud Lo Beni ?, apa sih hebatnya tu anak ?, kerjaannya saja seperti itu, nggak menjamin, bedakan sama Fandi ? “
“ Astaga Nin, Lo kok tiba –tiba matre gini sih?, nggak Lo banget deh ?”
“ Asal Lo tau, Gue nggak matre seperti yang Lo kira, Gue juga nggak sama seperti cewek murahan yang ada di dalam otak Lo “
“ Gue tahu Fandi punya usaha, menjanjikan untuk masa depan. Apa menurut Lo itu cukup menjadi jaminan hidup Lo bakal bahagia ?. masih pacaran aja udah berani nyakitin, gimana setelah di ikat denagn pernikahan. Gue Cuma bisa ngasih saran, keputusannya tetap di tangan Lo kok ? “

Nina tertegun mendengar mendengar kalimat bijak dari Popi, kalimat itu menyerang tepat dikisi hatinya. Kebimbangan mulai merasuk, menuntunnya agar segera memutuskan pilihan yang tepat. Namun siapa yang pantas Ia pilih ?.


















Episode Tiga
“ Luka Lama“
Bagian 3

Cerita Minggu lalu di Radio with Love, Nina benar – benar bingung dengan perasaannya. Disatu sisi Ia ingin sekali menutup pintu hati untuk siapa saja, disisi lain Fandi yang merupakan mantan pacarnya kembali hadir mengharap hubungan mereka yang terputus dilanjutkan kembali, belum lagi Beni juga datang yang diam-diam menyukainya.

Malam ini sebenarnya bukan jadwalnya popi yang siaran, tapi karena kemarin sudah terlanjur janji change sama Nina, jadinya cewek bermata sipit itu terpaksa begadang semalam suntuk.
Seperti malam – malam biasanya studio selalu saja sepi diatas pukul sepuluh, untung saja jadwal siaran malam selalu dibawakan secara duet jadinya tidak terasa boring.

“ Loh, belum pulang ? “, ujar Popi menyadari sosok jangkung yang sedang sibuk dengan komputernya
“ Baru aja datang “
“ Tumben ? “:
“ Nggak Cuma bete aja di rumah sendirian “
“ Nina nggak siaran loh, Gue yang gantiin “
“ Tau kok, sore tadi lihat daftar change “
“ Ada deadline buat besok ya ? “
“ nggak juga, sebenarnya Gue sengaja, pingin curhat sama Lo “
“ What..., nggak salah ? “, ujar Popi kurang begitu yakin
“ Tentang Nina Pop “

Popi tersenyum, lalu memperbaiki tempat duduknya “ Apa yang bisa gue bantu ?”

“ Mungkin Lo sudah bisa melihat dari sikap gue belakangan ini pada Nina. Jujur Gue menyukai Nina, menyayanginya “
“ Gue sudah tau dari dulu kok, tapi ngapain nggak bilang langsung sama orangnya, kok sama Gue ?’
“ Gue belum yakin “
“ Trus.. ? “, tanya Popi menunggu kelanjutan kalimat lawan bicaranya
“ Gue ingin tahu bagaimana perasaan Nina ke Gue, Lo kan sahabatnya “
“ Bagaimana yah, sebenarnya Gue nggak tahu pasti sih. Nina nggak pernah cerita. Ia selalu saja mengelak kalau gue tanya seperti yang Lo bilang tadi “
“ Nina udah punya cowok ya ? “
“ Dulu sih ada, tapi udah putus “
“ Gue lega Pop, berarti peluang Gue masih ada”, gumam Beni seakan mendapatkan semangat baru pada dirinya.
“ Tapi sayang Nina belum bisa membuka pintu hatinya untuk siapapun, termasuk Lo Ben“
“ Kenapa ? “
“ Nina trauma dengan kisah cintanya. Dia pernah dilukai, di khianati “
“ Siapa laki – laki bodoh yang membuat Nina kecewa ? “, tanya Beni menyesalkan tindakan cowok yang telah melukai hati gadis yang juga Ia sayang.
“ Fandi, tu anak selingkuh dengan cewek lain “
“ Jadi hanya karena alasan itu sikap Nina dingin sama Gue ?”
“ Mungkin saja, tapi asal Lo tau Nina begitu mencintai Fandi, maklumlah pacar pertama. Tapi kayanya cinta pertama tidak membuatnya bahagia, malah sebaliknya “
“ Seperti apa sih laki –laki bodoh yang buat Nina kecewa, Gue penasaran ? “
“ Dia pengusaha, berada dan punya segalanya. Mungkin karena alasan itu pula Ia merasa berhak melakukan apa saja “
“ Tapi kan nggak harus menyakiti “, protes Beni yang sepertinya salah alamat
“ Kok marah ke gue sih ?”
“ Duh bukan gitu maksudnya, Gue Cuma terbawa emosi aja kok. Oya, apa karena masalah itu mengapa belakangan ini gue temuin kekecewaan di wajah Nina ? “ , lanjut Ben yang sedikit pesimis dengan rencananya.
“ Mungkin saja, setiap orang memiliki kekuatan yang berbeda dalam menghadapi masalah. Bisa saja masalah besar disepelekan, namun persoalan kecil dibesar-besarkan. Semua tergantung orangnya, apa tetap tegar dalam menghadapi situasi atau menyerah dan terkapar. Yang jelas Nina mengambil opsi yang kedua, Dia terpukul dengan masalahnya “

Ben menarik nafas, semangat yang sempat hadir seketika hilang seiring kalimat yang keluar dari mulut Popi.
“ Ternyata kisah Gue hampir sama dengan apa yang dialami Nina Pop “
“ Maksudnya?, Lo juga pernah dikianati ? “
Ben tersenyum sinis..
BERSAMBUNG




















Episode Tiga
“ Luka Lama“
Bagian 4

Ringkasan Minggu lalu : Beni memutuskan curhat dengan Popi ,beban yang terasa selama ini memaksanya berkata jujur dengan gadis yang juga sahabat karib Nina. Mungkin hanya dengan cara itulah beban yang terasa akan sedikit berkurang. Namun sayangnya aura pesimistis mulai Ia rasakan. Bagaimana kelanjutannya. Ini nih !.


“ Susah memang bila kita terlalu mencintai seseorang, apalagi balasan yang diterima malah sebaliknya, di khianati “

Popi merasa bingung dengan penjelasan dari laki –laki dihadapannya. Perubahan sikap Beni yang terjadi begitu cepat. Tidak ada lagi semangat, senyum serta mimik wajah yang awalnya cerah. Pandangannya-pun kosong, terlihat sayu, mengantung beragam rasa kecewa disitu.

“ Gue juga pernah dikhianati kaya Nina Pop, sakit sekali “
“ Mungkin nggak hanya Lo yang merasakannya, semua orang pasti pernah disakiti, Gue juga kok “, Popi berusaha berkomentar.
“ Ya mungkin saja, tapi nggak semua orang juga yang bisa dipaksa menerima penghinaan kekasihnya, menelan pil pahit dari penghianatan “
“ Maksud Lo ? “
“ Pacar Gue dulu ternyata nggak sungguh – sungguh mencintai Gue. Dia hanya memanfaatkan kebaikan Gue “, ujar Beni tertahan
“ Matre dong !! “
“ Istilah itu masih mending, mungkin Dia lebih parah dari itu. Biasanya cewek matre datang dari kehidupan sederhana karena kurang mampu memenuhi kebutuhan. Tapi mantan pacar Gue lain, Ia datang dari kalangan High class, diwarisi fasilitas dari orang tua, pewaris harta keluarga. Namun entah kenapa masih saja memanfaatkan Gue yang biasa – biasanya begini “
“ Mungkin saja ada obsesi lain dibalik itu semua yang tidak Dia dapati dari cowok lain “, ujar Popi memberikan tanggapan.
“ Obsesi apa lagi ?, kalo memang ada mengapa Dia pilih Gue, cowok lain yang lebih tajir, ganteng dan selevel kan masih banyak “
“ Apa Lo sungguh-sungguh mencintai Dia ?, “, sebuah pertanyaan lahir dari mulut Popi
“ Itu dulu, sekarang Gue malah berbalik membencinya, gue anggap najis tu anak. Semoga saja hukum karma berlaku”
“ Jangan segitunya kali !, ingat jangan membenci sesuatu itu secara terlalu, suatu saat nanti bisa saja kita berbalik mencintainya “, saran Popi yang kurang setuju dengan keputusan cowok itu
“ Gue tau, tapi yang namanya manusia pasti memiliki keterbatasan, mungkin hanya itu yang bisa gue lakukan sekarang “
“ Jujur, Gue juga bingung, apa motifasi mantan Lo sebenarnya?, aneh, dari segi materi nggak ada yang kurang, atau jangan-jangan ada kelainan ?’
“ Gue nggak tahu, tapi dugaan kita sama. Sempat sih berfikir begitu, selain matre tu anak terkesan gamapangan juga. Teman cowoknya banyak, tiap malam pasti mengunjunginya kerumah. Mending kalo disambut dengan pakaian sopan, tapi ini nggak, sering Gue dapati Dia make busana you can see gitu “
“ Waduh, nekat banget, apa orang tuanya nggak ngelarang anak gadisnya kaya gitu ?”
“ Gue juga nggak faham”
“ Keputusan Lo memang tepat buat ninggalin cewek yang seperti itu, nggak baik di jadiin istri “, dukung Popi.
“ Makanya Gue ingin cari cewek yang baik – baik, setia dan pengertian “
“ Kaya Nina ? “, goda perempuan Popi
“ Tidak berlebihankan ? “
“ Iya sih, Gue mendukung niat baik Lo, tapi jangan sampai ngecewain Nina ya “
“ Gue janji. Pengalaman putus cinta mengajarkan banyak hal, semoga saja kisah pahit itu tidak terulang lagi “,
“ Putus cinta memang saat yang paling berat, sekalipun kita sendiri yang membuat keputusan untuk mengakhiri hubungan . Tapi nggak usah khawatir, kita kan bisa ambil dampak positif dari keputusan itu. Mulailah membuat rencana untuk kembali bersosialisasi, siapa tau Lo bakal menemukan kekasih yang lebih baik. Lagian masih banyak kan cewek yang bisa diandalkan, dibanggakan dan mengerti posisi Lo, Nina misalnya ? “
Beni terlihat bergairah lagi, keputusannya curhat dengan Popi mampu menghadirkan dukungan dari rasa menyerah. Popi hadir sebagai obat mujarab dalam membagi masalahnya.
Sepertinya tidak ada lagi yang mampu menahan niat Beni dalam mengungkapkan perasaannya. Hatinya begitu yakin tentang apa yang akan terjadi nanti. Walaupun berakhir kecewa, namun setidaknya Ia telah berani jujur dan tidak membohongi hati nurani.
“ Gue iklas Pop, apapun yang terjadi nanti gue janji menerima dengan lapang dada”
“ Sekalipun Nina menolak gimana ? “
Beni tersenyum “ Ya.. paling nggak Gue sudah berani jujur “
“ Nah... itu baru, tapi Lo tetap yakin ya ! “
“ Ya tapi doa-in bisa diterima Nina ya.. !“
“ Pasti...”
BERSAMBUNG











Episode Empat
“ Pergi Untuk Kembali“
Bagian 1


Pagi ini mungkin waktu yang paling menyenangkan buat Nina dan Popi. Bukan karena honor mereka nambah, bukan juga karena Nina yang sedikit berhasil membuka kembali hatinya untuk laki-laki. Keceriaan mereka tercipta karena kebetulan saja listrik sedang mati pagi ini.
Bukan rahasia lagi bagi para penyiar, jika listrik padam mereka bisa lebih sedikit santai dan tentunya makan gaji buta. Popi yang hobi sekali memencet jerawat menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin,. Nina juga tidak mau kalah, gadis yang baru bulan lalu menggunankan jilbab ini begitu menikmati gime kongkong dari hapenya.

“ Nin, Lo udah tahu kabar terbaru belum ? “, ujar Popi yang kelihatan sibuk berkaca diruang siaran.
“ Kabar apa ? “, kelas kita naik ya ? “, balas Nina tanpa menoleh sedikitpun
“ Boro-boro deh, Lo udah tau kalo Beni udah mengundurkan diri “
“ Apa ? “, ada reaksi aneh yang terlihat diwajah Nina
“ Kok terkejut gitu”
“ Ya.. Gue kan baru tau sekarang. Serius Beni mundur ? “
“ Gue taunya kemarin , dari personalia “
“ Duh...”

Seketika keceriaan yang dari tadi mengusung Nina untuk tersenyum begitu saja hilang. Ada raut kecewa diwajahnya, sikanya-pun sedikit lain, seperti orang yang sedang kehilangan sesuatu. Raut mukanya seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Ada apa ?, kusut banget ? “, pancing Popi yang sebenarnya sudah tau dengan apa yang ada dalam pikiran gadis dihadapannya.
“ Kok Beni nggak kasih tau Gue ya ? “
“ Loh... apa untungnya sih ? “
“ Paling nggak sebatas kasih kabar atau sekedar pamitan kek “
“ O..ya, kabarnya Beni dapat kerjaan baru di Malaysia loh “
“ Duh... jauh banget, mengapa nggak cari kerjaan disini aja sih ! “ keluh Nina di iringi suara tarikan nafas yang terdengar berat
“ Tumben ?, biasanya masa bodo gitu ? “
“ Ya.. biasa aja kan ?, lagian Beni juga bagian dari kita. Paling nggak kasih tau kan lebih baik “
“ Gue masih belum faham Nin, dulu aja Lo sok cuek, perasaan cintanyapun Lo abaikan. Sekarang Dia pergi tanpa pamit Lo cemberut, setidaknya impas dong. Kita kan nggak tau alasan lain mengapa Beni begitu saja mengundurkan diri. Gue yakin ada hubungannnya dengan Lo “
“ Ada hubungannya dengan Gue ?, apa karena perasaan cintanya itu ?, kalau memang benar mengapa Ben tidak sabar menunggu jawaban dari Gue ?. selama ini kan belum pernah ada jawaban kalo Gue menolak cintanya. Jujur Gue bingung menentukan satu diantara mereka“
“ Bagaimana sih perasaan Lo sebenarnya pada Ben “, todong Popi yang sebenarnya membaca arah pembicaraan Nina sebenarnya
“ Kalo boleh jujur, sebenarnya Gue sudah mulai mempertimbangkan perasaannya. Banayak hal yang Gue temukan pada diri Ben yang jarang ada pada cowok lain”
“ Apa Gue nggak salah dengar ? “, ulang Popi meyakinkan pendengarannya
“ Ada yang salah dengan kalimat Gue ? “
“ Nggak sih Cuma Gue kurang yakin saja dengan kata-kata Lo barusan. Trus Fandi Lo apain ?, tu anak kan ngotot banget, jangan bilang Lo bakal pasang dua deh “,

Ada pemandangan aneh yang terlihat di wajah Nina, Ia begitu dingin menanggapi pertanyaan itu. tidak seperti biasanya yang setiap kali nama laki –laki itu disebut, dengan penuh semangat Nina menceritakan perubahan yang terjadi pada bekas pacarnya itu.
“ Loh kok diam ? “, Popi mencoba meyakinkan Nina yang sepertinya hanyut dengan apa yang ada dalam fikirannya sekarang.
“ Gue nggak ingin terjebak lagi dan terjatuh pada lobang yang sama Pop. Cukuplah rasa sakit Gue rasakan sekali pada orang yang sama. Kadang kalau di pikir-pikir ada benarnya juga kata Lo, tidak ada salahnya membuka hati, menata masa depan cinta Gue dari puing-puing rasa kecewa “
“ Jadi Lo tolak tawaran Fandi buat balikan ? “

Nina menganggukan kepalanya dan berusaha tersenyum.

“ Jadi Lo terima cinta Beni ?”, tanya Popi penasaran
Nina menggelengkan kepala, situasi itu semakin membuat Popi sulit dalam mengartikan maksut gerak tubuh itu.
“ Lantas...?”....
BERSAMBUNG


















Episode Empat
“ Pergi Untuk Kembali“
Bagian 2


“ Gue nggak bisa menerima Beni begitu saja, butuh waktu menyatukan dua pribadi yang berbeda. Namun setidaknya hati ini ada untuknya “

Sesaat Nina terlihat serius memandang sebuah meja yang tidak berada juh dari box siar. Sebuah meja menjadi objek tatapannya, tempat itu biasa di isi seorang cowok yang sekarang peergi entah kemana. Entah siapa yang akan menempati tempat itu setelah Beni pergi.

“ Lo nggak kenapa – kenapa kan ? “, Popi berusaha membuyarkan lamunan Nina yang seperti larut dalam sebuah kenanagan.
“ Nggak kenapa kok, duh nomor Beni kok nggak aktif gini ya ? “
“ Hape-nya lagi di cas kali “, jawab Popi yang awalnya bingung melihat tingkah Nina yang terlihat sibuk dengan hape-nya.
“ Nomor CDMA-nya Lo tau ? ‘
“ Nggak punya, tanya Dodi mungkin ada “
“ Duh... Gue kok ngerasa nggak enak gini ya ?. kapan sih rencana Beni berangkat ?”, Nina terlihat seperti orang linglung
“ Ya.... mana Gue tahu, ketemu aja nggak “
“ Habis siaran Lo mau temenin Gue nggak kerumah Beni “ pinta Nina disambut anggukan kepala dari sahabat cantik didepannya.
***
Kelar siaran Popi menunaikan janjinya, menemani Nina bertamu kerumah Beni. Perubahan sikap Nina yang tiba – tiba membuat Popi bersemanagat mendukung keputusan gadis itu. Entah kenapa Popi begitu ngotot menyatukan dua insan yang sebenarnya tidak begitu menguntungkan dirinya sendiri. Tapi itulah arti sahabat, rela berbagi, membantu apa saja termasuk dalam urusan asmara.

“ Beni-nya lagi ngurus pasport mbak !, palingan baliknya sore “, ujar gadis manis yang sepertinya adik dari orang yang mereka cari.
“ Jadi benar Beni mo berangkat ke Malaysia ‘, tanya Nina sedikit was-was menunggu jawaban
“ Iya, padahal kami sekeluarga udah berusaha ngelarang. Apa lagi hubungan negara kita sama Malaysia sedang memanas akhir-akhhir ini. Kami takut kak Ben kenapa-knapa disana “

Terjawab sudah tanda tanya Nina, ternyata yang dikatakan Popi benar. Ada rasa kecewa yang terasa, apa lagi sebenarnya Ia telah berani mengambil keputusan untuk menyambut perasaan cinta yang laki-laki itu tawarkan.

“ O...iya, sampai lupa, silahkan masuk ! “
“ M.. terima kasih, kira-kira kapan Beni berangkat”, kali ini Popi yang mengajukan pertanyaan
“ Rencananya sih Kamis depan “
“ Ya sudah , hari Rabu kami kesini lagi, bilang ama Beni Nina dan Popi kesini ya ! “
“ O.. penyiar radaio Gelora yah ?, iya deh ntar disampein “
“ Kalu gitu kami permisi dulu “, pamit Popi sambil mengatur langkah
***

“ bagaimana nih, Beni benar-benar mo berangkat tuh “, komentar Popi seelah mendaratkan pantatnya di metro mini
“ Gue sedih Pop, mungkin cinta gue harus gagal lagi”
“ Lo belum gagal, masih ada kesempatan kok, paling nggak samapi Kamis depan. Lo harus gunakan waktu sebaik mungkin atau mimpi buruk itu kembali hadir “, saran Popi yang mendapat tanggapan serius dari penumpang disebelahnya.
“ Gue harus lakukan apa ?”
“ Lo muski yakinkan Beni tentang perasaan Lo sebenarnya. Gue rasa nggak ada cara lain sebelum semuanya benar – benar terlambat. Begini saja gimana kalo rabu malam kelar siaran kita kesana lagi”, Popi berusaha memberikan sebuah solusi yang dijawab dengan sebuah anggukan kepala dari Nina
BERSAMBUNG



























Episode Empat
“ Pergi Untuk Kembali“
Bagian 3

Sudah dua kali Nina mendapat teguran dari mas Bram, Brocast Manager radio Gelora. Masalah sepele sebenarnya, namun bagaimanpun kecilnya sebuah kesalahan yang namanya Penyiar harus tetap profesional dalam melayani dan menghibur pendengar.
Meski dalam keadadan sedih, di dera berbagai masalah atau apapun namanya, seorang Penyiar harus bisa melupakan masalahnya dan menjiwai pekerjaan yang sedang di jalani. Kesabaran, ketulusan dan perhatian benar-benar di uji dalam pekerjaan yang satu ini. Ada yang menilai penyiar itu banyak diisi oleh mereka yang rada-rada munafik, ngomong sok bijak, sok memberi saran ingin mengajak orang buat berbuat baik, namun implementasi untuk dirinya kadang bertolak belakang. Namun itulah hidup, tidak sesempurna cahaya matahari yang mampu menyinari isi bumi, tidak sebaik bulan yang memberi cahaya disaat kegelapan.
Seorang penyiar kadang mengorbankan kesenangannya demi orang lain. Menyembunyikan ras sakit agar orang lain larut dalam derai tawa. Berat tentunya..
Kasus Nina menjadi salah satu contohnya, hanya dengan alasan menjaga pendengar agar tidak lari, Ia rela menerima hukuman dari atasan yang sepertinya tidak sepadan. Namun untunglah Nina mau menerima kesalahan meski harus rela jam siarannya di potong lagi.

Disudut lain, Beni terlihat puas dengan skenario permainan yang Ia sendiri menjadi tokoh utama. Kabar keberangkatannya ke Malaysia yang sengaja disiarkan sebenarnya hanyalah isapan jempol semata, sebatas strategi dalam mempermainkan perasaan Nina, gadis incarannya.
Untung saja Dela, adik semata wayangnya berhasil memainkan perasaan Nina kemarin, hingga gadis itu lerlihat kuyu. Perasaan Nina benar – benar dipermainkan, di obok-obok, di oper kesana kemari. Namun siapa sangka hanya dengan cara itulah Nina mampu menyadari perasaan cinta sesungguhnya. Rasa itu tidak bisa dibohongi lagi. Keangkuhan dan kebohongan diri ternyata menemukan titik nadir disaat hati telah memilih.
“ Malaysia ? “, gumam Ben sambil tersenyum sinis. Jangankan berada disitu, bermimpi mampir kesana saja tidak pernah. Baginya menginjakan kaki di negeri Jiran itu sama saja terkena najis dan kesalahan terbesar. Entah kenapa rasa dendam Ia rasakan sedemikian hebat. Mungkin karena menyaksikan tindakan semena-mena negara itu terhadap TKI Indonesia disana. Selain itu Ben juga beranggapan Malaysia merupakan negara plagiator yang kerap kali mencuri keberadapan, karya seni dan budaya bangsanya.

“...... Sayang..., angkat dong telfonnya, Aku kangen nih...kamu ngapain sih, jangn lama-lama ya ! !!...’, tiba – tiba suara ponsel Beni terdengar memanggil, berharap segera menjawab panggilan dari seseorang diseberang sana.
“ Beni... lagi dimana ? “, belum sempat membalas salam, Nina begitu saja menghadirkan sebuah pertanyaan.
“ Nina?,?,,, Gue lagi dirumah “
“ Besok Lo berangkat ke Malaysia kan ?, kok bisa sih ? “
“ Loh.. memangnya kenapa ? , tumben , biasanya cuek ajakan ? “, sepertinya ben ingin menjebak lawan bicaranya agar mau bicara jujur.
“ Gue nggak ingin Lo pergi, katanya sayang sama Gue ? “
“ Nggak salah denger nih ? ‘
“ Gue sayang sama Lo Ben, perasaan itu jujr dari hati Gue. Tapi sepertinya semuanya kembali berakhir kecewa, Lo pergi tinggalin Gue sendiri disini “
“ Nin maafiin Gue ya “, Ujar Ben merasa bersalah
“ Ngapain Lo pergi, apa disini tidak ada yang Lo cari lagi ?”, suasana mendadak hening, mereka seperti larut dengan jalan pikiran masing-masing. Buat Ben pengakuan Nina sudah cukup membuatnya percaya. Hanya tinggal menunggu waktu saja kapan hubungan itu akan diresmikan.
Tapi... ada sebuah penyesalan yang datang tiba-tiba...



































Episode Empat
“ Pergi Untuk Kembali“
Bagian Terakhir


Ben begitu merasa bersalah telah membohongi gadis yang telah berkata jujur padanya.

“ Gue antar ke bandaran ya.., mungkin saat itu menjadi saat-saat terkahir bagi Gue “, terdengar suara tangis dari gagang telepon.
“ Nin !, Lo nangis ya ?, jangan nangis dong. Besok kita ketemuan ya. Gue bakal jujur tentang segalanya,. Tapi Gue harap Lo nggak marah dengan pengakuan Gue nantinya “, bujuk ben terdengar berat.

Beni menarik nafas dalam-dalam, baru kali ini terjadi seorang cewek menangisi kepergiannya. Seseorang yang begitu berharap, meminta dan menginginkan keberadaannya. Nina benar-benar tulus. Dan Ben merasakan itu.
***

Pukul tiga lewat tiga puluh lima menit.
Setelah genap sepekan tidak berjumpa, dua insan itu akhirnya bertemu. Nina terlihat sedikit kurus, kecantikan alami yang terlihat polos tanpa polesan, kini sedikit ternoda dengan hadirnya beberapa buah jerawat. banyak perubahan pada gadis itu, wajahnya yang kerap terlihat bersih, sekarang terkesan kurang terawat, keceriaan sebelumnya-pun berangsur hilang.
“ Nin.. Gue boleh jujur ? “, setelah tiga menit saling diam, Ben memberanikan diri untuk mulai bicara. “ Gue harap Lo nggak marah ya “

Nina hanya bisa tertunduk, ada ketakutan yang Ia rasakan bila memandang bola mata cowok yang mulai Ia kagumi itu.

“ Selama ini Gue bohongin Lo Nin, Gue nggak ada rencana untuk pergi. Nggak ada niat buat ninggalin kota ini. Apa lagi sampai berangkat ke Malaysia, semua Gue lakukan karena ingin melihat tanggapan dan reaksi Lo ke Gue “

Nina tersentak, mencerna apa pendengarannya tidak salah dengar.

“ Serius ? “, ujarnya kemudian.
“ Iya, Gue terpaksa bohongin Lo, semua Gue lakukan agar perasaan ini terbalas “
“ Gue nggak menyangka Lo bisa setega itu “
“ Gue tau Nin, nggak seharusnya itu terjadi “, sesal Ben yang tidak tahu harus mengatakan apa.
“ Gue tersiksa selama ini, sedangkan Lo berhasil memainkan perasaan Gue. Lo keterlaluan, benar – benar keterlaluan “, kalimat Nina membuat Ben semakin tersudut.
“ Maaf, Gue menyesal Nin “
“ Lo kira gampang minta maaf “, protes Nina sambil menatap tajam kearah laki-laki kurus itu.
Beni hanya mampu terdiam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang mungkin menjadi klimaks kemarahan Nina padanya.
“ Gue terpaksa membuang jauh-jauh perasaan itu Ben “, suara Nina terdengar lirih.
“ Gue bakal terima apa saja keputusan Lo, Gue memang salah, Gue iklas “
“ Benar iklas “, tanya Nina kemudian”
“ Harus !, mungkin cinta Gue ditaktirkan harus salah berlabuh lagi. Biar rasa cinta itu terus tersimpan di hati ini, walau tidak pernah terbalas”
“ Jangan sok tau deh, Lo tau maksud Gue apaan ? “. Ben terlihat bingung, gelengan kepala tampaknya menjadi jawaban baginya dari perkataan Nina.

Nina tersenyum ,” Gue harus membuang jauh – jauh perasaan kecewa karna kebohongan Lo selama ini. Rasa itu telah berganti dengan muatan kasih sayang dan cinta Gue yang tulus “, sambung Nina dengan mata berkaca.

Beni benar – benar terkejut, seakan sebuah mimpi, Iapun menampar dan mencubut pergelanangan tangannya sendiri, ada rasa sakit yang terasa.

“ Gue nggak mimpi, ini kenyataan. Gue.... ng....gak mi..mpi !, terima kasih Tuhan “, teriaknya yang membuat mata seluruh pengunjung kafe mengarah padanya.
“ Gue nggak peduli dengan tatapan aneh Lo semua, yang jelas hari ini Gue bahagia banget “. Ujar Ben yang tidak kalah kerasnya.
Nina yang terlihat malu mencoba menarik tangan laki-laki disebelahnya keluar ruangan, sosok mereka berlahan menjauh dan mulai hilang dari pandangan.
Sejak itulah kabar dua sejoli itu tidak pernah terdengar lagi, namun banyak yang memperkirakan hubungan mereka akan tetap awet, ada juga yang bilang mereka bakal segera mereied. Namun bagaimanapun akhirnya nanti yang jelas cinta sejati telah mereka temukan, ditempat dan pada waktu yang sama. Kisah cinta itu bermula dari sebuah radio, tempat yang sama-sama mereka sebut “ Radio Cinta “, So..Sweat !.
Ya..Kelar Deh…...( sebuah kisah sejati selama 1 tahun diradio)



+







Arief Kamil, Lahir di Padang 27 April 1984. menekuni dunia tulis, khususny cerita pendek dan Novel dimulai sejak tahun 2002. tulisan perdananya dimuat di salah satu Mingguan di kota padang di tahun 2003. Berkiprah di dunia Jurnalistik sejak tahun 2002. namanya pernah tercatat sebagai wartawan di beberapa Mingguan baik dikota Padang maupun di Jakarta. Selain di surat kabar, AKM begitu Ia biasa dipanggil juga pernah menjadi Reporter radio sekaligus produser beberapa acara khusus di 101, radio Favorit.
Ditahun 2008 Akm bergabung di harian Singgalang sebagai Newstand sekaligus menulis cerpen, serial remaja, dan cerita bersambung. Sampai sekarang namanya masih tercatat sebagai koresponden salah satu media online yang berkantor pusat di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar